Daftar Biaya Iuran BPJS Terbaru Setelah Batal Naik
Keputusan Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan Iuran BPJS tentu membuat banyak masyarakat Indonesia gembira. Hal ini pertama kali diajukan oleh ketua umum komunitas Pasien Cuci darah Indonesia Tony Richard Samosir.
“Kabul permohonan hukum sebagian,” tulis MA dalam putusannya, yang dikutip Liputan6.com, Senin (9/3/2020)
Hakim agung Andi Samsan Nganro selaku juru bicara MA telah mempertegas bila perkara tersebut sudah diputus di MA. Sidang putusan pengabulan dilakukan oleh hakim Yoesran, Yodi Martono dan Supandi pada 27 Februari 2020 lalu.
“Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil. Kamis 27 Februari 2020 sudah diputus,” ujar Andi Samsan.
Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) sebelumnya telah menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung agar dibatalkan.
Perpres yang dimaksud mengatur mengenai kebijakan kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja sampai dengan 100 persen.
Tony Richard Samosir selaku Ketua Umum KPCDI mengungkapkan, pasien kronis cenderung mendapatkan diskriminasi dari perusahaan. Lantaran, pasien dianggap sudah tidak produktif lagi. Imbasnya, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan rawan terjadi pada mereka.
Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menggugat beberapa poin. Mahkamah Agung kemudian mengabulkan sebagian gugatan komunitas tersebut terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Tidak hanya itu, MA juga masih mempertimbangkan gugatan pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75. Sebab gugatan tersebut bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Pasal 23, Pasal 28H Jo. Pasal 34 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Dan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Baca juga : Tak Lagi Gratis, BPJS Tetapkan Tarif Untuk Pasien Rawat Jalan. Berikut Iniā¦
Kemudian, gugatan bertentangan juga dengan Pasal 2,3 dan 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Terakhir, bertentangan pula dengan Pasal 4 Jo Pasal 5 dan Pasan 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.
“Menyatakan bahwa Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” tulis putusan MA.Pasal 34
(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp42.000,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Rp110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
c. Rp160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
Dengan demikian, maka iuran BPJS kembali ke semula:
a. Kelas III sebesar Rp25.000,00
b. Kelas II sebesar Rp51.000,00
c. Kelas I sebesar Rp80.000,00
Atas keputusan pembatalan kenaikan iuran BPJS, Menteri Keuangan Sri Mulyani belum bisa banyak berkomentar. Sri Mulyani hanya menjelaskan pihaknya akan menghitung kembali dampak atas keputusan MA tersebut pada BPJS Kesehatan.
Lebih lanjut, pihak BPJS Kesehatan belum bisa mengonfirmasi kebenaran isi putusan MA tersebut. Tentu saja, pihak BPJS juga belum bisa mempelajari hasil dari putusan MA itu.
BPJS Kesehatan juga menyatakan akan melakukan koordinasi dengan Kementerian terkait sesuai ketentuan berlaku. Tindakan tersebut dilakukan jika hasil konfirmasi sudah didapatkan dan teruji kebenarannya.
“Pada prinsipnya BPJS Kesehatan akan mengikuti setiap keputusan resmi dari Pemerintah,” tandas Iqbal.