Kontroversi Pembuatan Kartu Nikah Baru, Semoga Tidak Membebani Rakyat Dan Negara
Nasional – Kontroversi Pembuatan Kartu Nikah Baru, Semoga Tidak Membebani Rakyat Dan Negara, Rencana pengaplikasian Kartu Nikah sebagai pengganti kartu nikah ternyata tidak berjalan mulus karena ada sanggahan dari Wakil ketua komisi VIII DPR Sodik Mudjahid.
Namun, Sodik meminta kartu nikah tidak menambah biaya yang harus dibayar masyarakat yang hendak melangsungkan pernikahan. “Inovasi ini jangan menambah ribet, jangan menambah biaya. Ada buku dan ada kartu jangan menambah biaya lagi yang tidak logis,” ujar Sodik ketika dihubungi, Selasa (13/11/2018).
Sodik mengatakan semua fraksi di DPR sepakat untuk memberikan subsidi untuk kartu ini lewat APBN. Subsidi ini disetujui agar meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Sodik berpendapat kartu nikah lebih efisien dibanding buku. Kartu nikah bisa dibawa-bawa dengan praktis. Kementerian Agama pun diminta bekerja lebih efisien dalam pengadaan kartu ini supaya biaya yang dikenakan pada masyarakat tidak mahal. “Sehingga penikah dapat buku untuk di rumah dan dapat kartu untuk disimpan di dompet seperti kartu-kartu lain,” mata Sodik.
Baca juga :Â Â Penampakan Kartu Nikah Terbaru, Segera Dirilis November Ini, Mau Nikah Belum Nih ?
Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan keberadaan kartu nikah tak menggantikan peran buku nikah sebagai bukti pencatatan pernikahan. “Jadi ini ada misleading. Keberadaan kartu nikah implikasi logis sedari kita mengembangkan Simkah (Sistem Informasi Manajemen Nikah) bukan sebagai pengganti buku nikah. Buku nikah tetap terjaga,” ujar Lukman. “Tidak ada penghapusan buku nikah, buku nikah tetap merupakan dokumen resmi terkait pencatatan nikah,” lanjut dia.
Masih dari Wakil ketua VIII DPR, Iskan Qolba Lubis mengatakan ” “Program tidak tepat karena hanya pemborosan anggaran,” kata Iskan Qolba.
Terlebih kata Iskan, semakin banyak kartu yang dipegang oleh rakyat jika buku nikah itu diganti dengan kartu. Sebab kata dia, sejauh ini rakyat sudah memegang kartu Indonesia sehat (KIS), kartu Indonesia Pintar (KIP) dan kartu Program Keluarga Harapan (PKH).
Maka itu, Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyarankan, sebaiknya diminimalisir pengadaan kartu tersebut. Kemudian kata Iskan, berapa banyak kartu yang harus dicetak.
“Apalagi harus dicetak sebanyak jumlah penduduk, berapa biayanya? Saya yakin ini program belum diperhitungkan secara matang,” pungkasnya.