Penyebab Suhu Panas Akhir – akhir ini di Seputar Jawa Timur
Penyebab Suhu Panas Akhir – akhir ini di Seputar Jawa Timur – Suhu udara dan panas akhir – akhir ini memang terjadi di seputaran Pulau Jawa dan sekitarnya. Selain karena dampak dari hari tanpa bayangan yang terjadi beberapa hari lalu.
Ternyata ada fenomena lain yang menyebabkan Suhu Panas Akhir – akhir ini di daerah Bojonegoro, Lamongan, Tuban, Gresik dan Surabaya atau di seputaran pantura.
BMKG mengungkapkan bahwa suhu Jawa akhir-akhir ini memang lebih panas daripada biasanya.
Peta suhu maksimum harian Indonesia oleh BMKG bahkan menunjukkan bahwa tiga wilayah dengan suhu terpanas di Indonesia ada di Jawa, yakni Ciputat pada suhu 38 derajat celcius, Tangerang pada suhu 37 derajat celcius dan Jatiwangi pada suhu 36,8 derajat celcius.
Suhu panas ini dikaitkan oleh warganet dengan hari tanpa bayangan yang akan terjadi di Indonesia hingga bulan Oktober.
Untuk diketahui, hari tanpa bayangan adalah fenomena ketika Matahari tepat berada di posisi paling tinggi di langit.
Saat deklinasi Matahari sama dengan lintang pengamat, fenomenanya disebut sebagai Kulminasi Utama. Lantas ketika Matahari tepat berada di atas kepala pengamat atau di titik zenit, bayangan akan terlihat “menghilang” karena bertumpuk dengan pengamat sendiri.
Menurut para pakar BMKG, hari tanpa bayangan memang bisa menyebabkan kenaikan suhu di suatu wilayah. Namun, itu bukan satu-satunya faktor.
Rukman Nugraha selaku peneliti BMKG berkata bahwa secara teoritis, hari tanpa bayangan bisa menyebabkan kenaikan suhu di suatu wilayah karena saat kulminasi utama terjadi, pencahayaan Matahari saat siang hari di wilayah Indonesia menjadi maksimal (tegak lurus).
“Terlebih saat ini sedang musim kemarau di wilayah Indonesia sehingga tutupan awannya minimal,” ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (11/9/2019). Senada dengan Rukman; Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto, berkata lonjakan suhu maksimum di siang hari memang disebabkan oleh posisi Matahari yang mendekati ekuator di bulan September hingga Oktober.
“Hingga 23 September 2019 nanti, posisi Matahari akan tetap di atas khatulistiwa,” katanya.
Dia juga mengatakan, teorinya, semakin tegak lurus Matahari di atas permukaan Bumi, maka sudut datangnya sinar Matahari yang jatuh ke permukaan tersebut lebih besar. Ketika sudut datangnya lebih besar, maka intensitas sinar Matahari jadi jauh lebih besar dari biasanya.
Itu menyebabkan suhu jadi lebih tinggi. Akan tetapi, ada juga faktor-faktor lain yang memengaruhi suhu suatu wilayah dan membuat suhu maksimum tidak melulu terjadi tepat saat hari tanpa bayangan. Pada periode kulminasi pertama tahun ini (bulan April-Mei), misalnya, suhu maksimum justru terjadi di Temindung sekitar bulan Mei pada suhu 35,4 derajat celcius.
Siswanto menjelaskan bahwa pada malam hari, Bumi melepaskan energi. Ketika atmosfer mengandung banyak polutan, awan dan partikel-partikel halus, maka panas yang diserap dan dilepaskan bisa memantul kembali ke permukaan Bumi dan membuat suhu menjadi lebih panas.
“Jadi kayak proses microwave, itu kan bolak-balik. Sama juga kalau kita punya polusi yang tebal, bikin permukaan (Bumi) lebih panas,” ujarnya.
Di sisi lain, adanya awan juga membuat sinar Matahari diserap dan dipantulkan dulu sebelum mencapai Bumi, sehingga panas yang diserap oleh Bumi pun menjadi lebih sedikit.
“Kondisi kemarau saat ini, tidak ada banyak awan di langit (yang) menyebabkan sinar Matahari diterima lebih banyak dan membuat panas,” kata Siswanto. “Makanya berbeda dengan ketika bulan April. Saat bulan April, masih ada awan-awan yg bikin hujan, dan hujannya itu bisa sedikit mendinginkan.
Sehingga saat april kemarin itu, yang terekam hanya 35,4 (derajat celcius) di Temindung, Balikpapan. Sekarang sudah 38 (derajat celcius di Ciputat),” imbuhnya lagi.
Kisaran suhu panas ini diperkirakan akan berlangsung hingga bulan Oktober. Pasalnya, gerakan semu Matahari baru melewati Pulau Jawa dan berada sekitar 23,5 derajat lintang selatan di atas benua Australia pada bulan Oktober.