Rakyatnesia.com
Beranda Berita Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mengungkapkan Peningkatan Kasus ISPA Terkait Kualitas Udara yang Buruk

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mengungkapkan Peningkatan Kasus ISPA Terkait Kualitas Udara yang Buruk

rakyatnesia.com – Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), telah mengungkapkan peningkatan kasus Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di wilayah Jabodetabek. Peningkatan ini dikaitkan dengan naiknya kadar polusi udara.

Imran menjelaskan, “Kami tidak dapat dengan pasti mengatakan sejauh mana cuaca mempengaruhi peningkatan ini, tetapi kami dapat melihat bahwa tren peningkatan kasus ISPA sejalan dengan peningkatan kadar polusi udara. Secara umum, kami melihat peningkatan selama seminggu terakhir, dimulai dari Senin (4/9/2023), dibandingkan dengan minggu sebelumnya,”.

Menurut data yang disampaikan oleh Imran, kasus ISPA non-pneumonia (yang menyerang saluran pernafasan dari tenggorokan ke atas, seperti batuk) paling banyak tercatat di Jakarta Timur, mencapai 3.115 kasus pada Selasa (5/9/2023), meningkat dibandingkan dengan Rabu (30/8/2023) yang sebelumnya mencatat 2.419 kasus.

Imran menambahkan, “Saat ini, sebagian besar kasus ISPA masih ditemukan pada kelompok usia produktif (17-50 tahun), tetapi dalam hal pneumonia (yang menyerang saluran pernafasan hingga paru-paru, seperti sesak nafas), kasusnya lebih banyak pada balita. Hal ini karena saluran pernafasan pada balita lebih pendek, membuat mereka lebih rentan terhadap ISPA pneumonia.”

Data kasus pneumonia menunjukkan Jakarta Barat dengan kasus paling tinggi per Rabu (6/9/2023) yakni sebanyak 84 kasus, disusul Kota Bogor 79 kasus, dan Kabupaten Tangerang 36 kasus. Kabupaten Bogor sempat mencatat kenaikan kasus pneumonia tertinggi pada Senin (4/9) yakni sebanyak 192 kasus.

Persentase kasus ISPA non-pneumonia yakni 55 persen pada penduduk usia produktif, sedangkan untuk kasus ISPA pneumonia yakni 55 persen pada balita. Untuk mengatasi kualitas udara yang memburuk, Kemenkes telah melakukan upaya di sektor kesehatan, meliputi pemantauan kualitas udara dan penurunan risiko serta dampak kesehatan.

Upaya pemantauan kualitas udara diantaranya melengkapi 674 puskesmas di Jabodetabek dengan perangkat Air Quality Monitoring System (AQMS), melengkapi laboratorium rujukan, serta menyiapkan mobile lab untuk identifikasi jenis dan sumber polutan.

Sedangkan upaya penurunan risiko dan dampak kesehatan, diantaranya dengan mengedukasi masyarakat, merekomendasikan masker KF94, KN95 dan masker kain dengan filter particulate matter (PM) 2,5, surveilans penyakit, dan kesiapan fasilitas kesehatan.

“Kami sudah memberikan surat edaran kepada puskesmas se-Jabodetabek, kita ingatkan bahwa mereka harus bersiap menerima keluhan penyakit yang terkait dengan polusi udara. Mempersiapkan itu, termasuk masalah logistik hingga pelaporannya. Untuk pelaporan sekarang sudah bisa harian,” tuturnya.

Ia juga menegaskan puskesmas bisa segera merespons surat edaran yang sudah diberikan oleh Kemenkes.

“Di beberapa puskesmas, yang saya tahu di Cilandak, Jakarta Selatan, itu ada pojok polusi, yang memfasilitasi masyarakat untuk konseling, memberikan informasi apakah penyakit-penyakit terkait pernapasan yang dialami oleh warga sekitar itu muncul akibat polusi.

Jadi itu saya rasa tergantung dari inovasi dari masing-masing puskesmas dan dinas untuk merespons kondisi yang terjadi,” kata Imran.

Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta memaparkan, kualitas udara di Jakarta pada Jumat (8/9/2023) dalam kategori tidak sehat.

Angka partikel (particulate matter/PM) 2,5 berdasarkan indeks standar pencemar udara (ISPU) mencapai 121 pada Jumat (8/9/2023) pagi hingga pukul 08.00 WIB.

Laman resmi Sistem Informasi Lingkungan dan Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, menyebutkan di antara lima wilayah, Lubang Buaya Jakarta Timur memiliki angka PM2,5 sebesar 121 atau berada di antara patokan 101-199.

Angka itu memiliki penjelasan tingkat kualitas udaranya tidak sehat karena dapat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.

Sedangkan kategori baik yakni tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika dengan rentang PM2,5 sebesar 0-50.

Kemudian, kategori sedang yakni kualitas udaranya yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika dengan rentang PM2,5 sebesar 51-100.

Lalu, kategori sangat tidak sehat dengan rentang PM2,5 sebesar 200-299 atau kualitas udaranya dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar. Terakhir, berbahaya (300-500) atau secara umum kualitas udaranya dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi.

Selain Jakarta Timur, ISPU di wilayah kota Jakarta lainnya terpantau sedang, yakni Bunderan HI Jakarta Pusat (95), Kelapa Gading Jakarta Utara (96), Jagakarsa Jakarta Selatan (93) dan Kebon Jeruk Jakarta Barat (90).

Sementara itu, pada situs pemantauan IQ Air pada Jumat pukul 07.00 WIB, Jakarta diklasifikasikan sebagai kota nomor empat dengan pencemaran udara tertinggi di dunia, dengan nomor satu tercemar, yakni pertama Kuwait City, Kuwait (179), kedua Lahore, Pakistan (169), ketiga Beijing, Cina (168).

IKU di Jakarta tinggi karena konsentrasi PM2.5 saat ini sudah 17 kali lebih tinggi dari nilai panduan kualitas udara Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni 166 AQI US.

Data kualitas udara diperoleh berdasarkan pantauan di 20 stasiun pemantau, di antaranya berada di Layar Permai (PIK), Jalan Raya Perjuangan (Kebon Jeruk) dan Jimbaran (Ancol).

Bagikan:

Iklan