Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Terus Turun Sampai Rp 15020 per 1 Us Dollar, Apa Alasannya ?

moch akbar fitrianto

Kurs Dollar Semakin Menguat Rupiah Anjlok
Bagikan

Nasional – Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Terus Turun Sampai Rp 15020 per 1 Us Dollar, Apa Alasannya ?, Nilai tukar RUpiah Terhadap US dollar atau dolar Amerika terpantau terus menurun sejak seminggu terakhir dan puncaknya hari ini Selasa malam 4 September 2018. Rupiah ada di nilai RP 15.029 per 1 US Dollar.

hingga pukul 19.20 WIB, nilai tukar rupiah kini mencapai Rp 15.029 per dolar AS.Sebelumnya, pada penutupan perdagangan kemarin, Senin (3/9/2018), menurut Bloomberg, Rupiah melemah ke posisi Rp 14.815 per Dolar AS.

Bloomberg mengestimasi, hari ini kurs rupiah akan bergerak pada kisaran Rp 14.780 hingga Rp 14.845 per Dolar AS.

Posisi kurs rupiah, berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) hari ini juga melemah ke posisi Rp 14.840 per Dolar AS dari posisi kemarin Rp 14.767 per Dolar AS.
Dikutip dari Kontan.co.id, rupiah sebelumnya menguat tipis pada pukul 10.05 WIB, yakni 0,24% ke level Rp 14.780 per Dolar AS.

Analis Monex Investindo Futures, Putu Agus Pransuamitra mengatakan, penguatan rupiah kali ini berlangsung secara tiba-tiba.

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar

Sebab, sekitar pukul 09.00 WIB, rupiah masih berada di level Rp 14.845 per Dolar AS.

Dugaannya, penguatan rupiah kali ini didorong oleh faktor teknikal.

Hal ini mengingat rupiah sudah berada di area jenuh beli.

Di sisi lain, indeks dolar belum mengalami pergerakan yang signifikan pada hari ini.

Indeks dolar menguat 0,13% ke level 95,26.

“Selain itu, ada kemungkinan rupiah menguat karena intervensi yang dilakukan oleh BI,” tambah dia.

Kendati begitu, rupiah masih rentan terpapar sentimen eksternal.

Baca juga :  Longsor di Tambang Pasir darat Tebon, Padangan. Seorang Pekerja Tertimbun dan…

Rilis data PMI China di bulan Agustus yang turun menjadi 50,6 berpotensi mempengaruhi pergerakan rupiah hari ini.

“Dari data tersebut ada kekhawatiran bahwa ekonomi China terancam melambat. Alhasil, nilai ekspor Indonesia ke China berpotensi berkurang,” ungkapnya.

Akan tetapi, inflasi Indonesia di bulan Agustus yang masih rendah atau di level 3,20% (yoy) dapat menjadi sentimen positif bagi rupiah di hari ini.

Setidaknya, data tersebut mencerminkan daya beli masyarakat Indonesia tetap terjaga di tengah tren pelemahan rupiah.

Menurut Putu, hingga penutupan nanti rupiah masih akan berada di kisaran Rp 14.750—Rp 14.845 per dolar AS.

Sri Mulyani berikan keterangan mengenai anjloknya nilai rupiah terhadap Dolar

“Kami akan terus mewaspadai pergerakan nilai tukar rupiah yang dipicu oleh sentimen global dan perubahan kebijakan negara Amerika Serikat,” kata Menkeu Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Selasa (4/9/2018).

Selain itu, dia juga menegaskan BI dan OJK akan terus menjaga sistem keuangan dan fungsi intermediasi agar tetap stabil dan tahan terhadap guncangan global.

“Dalam rangka mitigasi dan antisipasi terhadap risiko nilai tukar rupiah, Pemerintah dan BI akan menyiapkan dan memanfaatkan kerjasama regional dan global untuk memperkuat instrumen second line of defense,” ujarnya.

Dia juga menjelaskan dalam konteks yang sangat dinamis, penetapan asumsi nilai tukar tahun 2019 menjadi tantangan yang tidak mudah karena harus mencerminkan kombinasi antara faktor fundamental yang menopang nilai Rupiah, namun juga harus antisipasif terhadap sentimen pasar yang mudah berubah.

Dia menyatakan pemerintah akan menggunakan seluruh instrumen kebijakan, baik instrumen fiskal maupun instrumen kebijakan struktural untuk terus melakukan penguatan struktur perekonomian Indonesia dengan memperkuat sektor industri manufaktur yang mampu menghasilkan devisa, dan mengurangi impor terutama impor barang konsumtif.

“Juga mendukung pariwisata, sehingga neraca perdagangan dan transaksi berjalan menjadi kuat,” ujar dia.

Sementara itu, perbaikan iklim investasi juga dilakukan agar dapat menarik arus modal dari luar dengan tujuan untuk memperkuat neraca modal sehingga neraca pembayaran akan semakin kokoh yang akan menopang stabilitas nilai tukar rupiah.

“Pemerintah juga terus memperkuat basis investor dalam negeri dan melakukan pendalaman pasar keuangan, sehingga stabilitas nilai surat berharga pemerintah dapat dijaga.”

Sebelumnya, Anggota fraksi Partai Gerindra, Bambang Haryo mengkritisi pemerintah yang selalu mengatakan bahwa kondisi ekonomi baik-baik saja meski rupiah hampir mendekati level 15.000.

Padahal, menurutnya, kondisi tersebut sudah mengkhawatirkan terlebih saat ini impor pangan cukup tinggi. Seperti komoditas kedelai, jagung, gula hingga beras.

“Hampir seluruh komoditas kita impor dan ini mnenurut saya terlalu memprihatikan dan selalu Pak Presiden menyampaikan kurs Dolar terjadi menguat di beberapa negara. Memang benar, tapi kondisi di Indonesia yang terparah,” kata Bambang di Gedung DPR RI, Selasa (4/9).

Bambang meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan hal tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Di kehidupan masyarakat ini sangat memberatkan dan tolong Menkeu (Sri Mulyani) sampaikan kepada Presiden (Jokowi) agar impor dikurangin bukan malah ditambah,” ujarnya.

Senada, Michael Wattimena anggota fraksi partai Demokrat menyampaikan pemikirannya mengenai kondisi rupiah saat ini.

Dia menjelaskan, Indonesia punya sejarah pahit mengenai krisis moneter yaitu yang terjadi 20 tahun silam tepatnya tahun 1998.

“Indonesia ini adalah negara yang besar, kita punya pengalaman yang pahit pada tahun 1998 dimana Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi,” ujarnya.

Dia menegaskan, hal tersebut jangan sampai terulang kembali. Oleh sebab itu dia meminta pemerintah segera melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasinya. Sebab saat ini rupiah sudah mulai merangkak ke level 14.500.

“Kami sangat mencintai Indonesia dan memiliki pengalaman pahit di mana Indonesia mengalami krisis ekonomi,” ujarnya.

Dia meminta pemerintah jujur dan terbuka mengenai kondisi ekonomi saat ini dimana kondisi ekonomi global yang bergejolak selalu dituding menjadi penyebab rupiah terdepresiasi.

Padahal, lanjutnya, dalam nota keuangan yang disampaikan Presiden pada tanggal 16 Agustus 2018 terkait RAPBN 2019 Rupiah diasumsikan 14.400.

“Nilai tukar yang diasumsikan meningkat. Jadi kondisi ini, tolong Menkeu jelaskan secara jujur keadaan ekonomi saat ini. Sebab kita tidak ingin dalam situasi 1998 yang mengalami krisis ekonomi. Nota keuangan saja yang disampaikan oleh Presiden Rupiah berada pada mendekati 14.800 padahal hari ini sudah ingin mencapai 14.900, untuk itu saat ibu menjelaskan kami mohon ibu menjelaskan secara jujur. Saya pikir janganlah kita kaitkan masalah-masalah ini dengan negara lain yang tidak ada kaitannya,” dia menandaskan.

Alasan NIlai Tukar Rupiah Terus Menurun Menuru Gubernur BI

nilai rupiah terhadap dollar

“Sama seperti yang terjadi di hari Jumat, penguatan dolar AS di hari Senin (23/4) masih dipicu oleh meningkatnya yield US treasury bills mendekati level psikologis 3% dan munculnya kembali ekspektasi kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sebanyak lebih dari tiga kali selama 2018,” kata Agus dalam keterangan tertulis yang diterima Katadata.co.id, Selasa (24/4).

Ia menjelaskan, kenaikan yield dan suku bunga di AS dipicu oleh meningkatnya optimisme investor terhadap prospek ekonomi AS seiring berbagai data ekonomi AS yang terus membaik. Selain itu, meningkatnya tensi perang dagang antara AS dan Tiongkok.

Baca juga :  Siapa Dibalik Masuk Pak Eko Dan Fakta Tentang Polisi Keren Satu Ini

Pada Senin (23/4), dolar AS tercatat menguat terhadap semua mata uang negara maju. Yen Jepang terdepresiasi 0,25%, yuan Tiongkok 0,27%, dolar Singapura 0,35%, dan euro 0,31%. Mayoritas mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia, juga melemah.

“Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah (IDR) sesuai fundamentalnya, Bank Indonesia telah melakukan intervensi baik di pasar valas maupun pasar SBN dalam jumlah cukup besar,” kata Agus.

Dengan upaya tersebut, ia memaparkan, rupiah yang pada hari Jumat (20/4) sempat terdepresiasi sebesar 0,70%, hanya mengalami pelemahan 0,12% pada Senin (23/4), lebih rendah dari depresiasi yang dialami mata uang negara berkembang lainnya. Secara rinci, peso Filipina melemah 0,32%, rupee India 0,56%, baht Thailand 0,57%, peso Meksiko 0,89%, dan rand Afrika Selatan 1,06%.

Kondisi serupa juga tampak jika dilihat dalam rentang waktu yang lebih panjang. Sejak awal April (month to date), rupiah melemah 0,91%, lebih kecil daripada pelemahan mata uang beberapa negara berkembang seperti baht Thailand 1,04%, rupee India 1,96%, peso Meksiko 2,76%, rand Afsel 3,30%.

Sementara itu, jika dilihat sejak awal tahun 2018 (year to date), rupiah melemah 2,35%, lebih ringan dibandingkan pelemahan mata uang beberapa negara berkembang lain seperti real Brasil 3,06%, rupee India 3,92%, peso Filipina 4,46%, dan lira Turki 7,17%.

Ia pun meyakinkan BI akan terus memonitor dan mewaspadai risiko berlanjutnya tren pelemahan nilai tukar rupiah yang dipicu oleh gejolak global maupun kondisi domestik. Gejolak global yang dimaksud yaitu dampak kenaikan suku bunga AS, perang dagang AS-Tiongkok, kenaikan harga minyak, dan eskalasi tensi geopolitik terhadap berlanjutnya arus keluar asing dari pasar SBN dan saham Indonesia.

Sementara itu, kondisi domestik berupa kenaikan permintaan valas oleh korporasi domestik untuk kebutuhan pembayaran impor, utang luar negeri, dan dividen yang cenderung meningkat pada triwulan II. “Bank Indonesia akan tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah sesuai fundamentalnya,” kata dia.

Pada perdagangan di pasar spot, Selasa (24/4), nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,39% terhadap dolar AS ke posisi 13.921. Pada pukul 10.50 WIB, rupiah tercatat menguat 0,64% ke level Rp 13.886 per dolar AS. Penguatan tersebut yang terbesar di antara negara-negara Asia lainnya.

 

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar

Bagikan

Also Read

Tinggalkan komentar