Nasional

Kejagung Diminta Berani Libas Semua Kasus Korupsi di Kementerian , Kabar Indonesia

Rakyatnesia – Kejagung Diminta Berani Libas Semua Kasus Korupsi di Kementerian Pencarian seputar Berita Nasional di dunia maya kian banyak dijalankan masyarakat Indonesia, meski hakekatnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.

[quads id=10]

Pada artikel Kejagung Diminta Berani Libas Semua Kasus Korupsi di Kementerian ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian sistem penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget mengamati atau membacanya. Jika anda suka dengan info ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.

[quads id=10]

Rakyatnesia.com – Forum Mahasiswa Anti Korupsi (FMAK) kembali menggelar aksi massa di depan kantor Kejaksaan Agung (Kejagung). Mereka meminta lembaga hukum untuk melibas kasus korupsi di lingkungan kementerian. Selain Korupsi BTS BAKTI Kominfo ada pula dugaan korupsi pada impor garam.

Koordinator Forum Mahasiswa Anti Korupsi Ardian mengatakan, para jaksa harus mengusut tuntas aliran dana dugaan korupsi yang menyeret nama Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate. Sebab dengan mengusut tuntas dan cepat, negara dan masyarakat bisa mengetahui jumlah kerugian dan kemana aliran dana dugaan korupsi itu. 

“Kasus ini harus diusut sampai ke akarnya, akan tetapi, jika kasus ini bertele-bertele dan tidak ada bukti yang kuat dengan kerugian negara, maka patut diduga ini ada fenomena politik yang gunakan instrumen hukum,” kata Ardian di depan Kejaksaan Agung, Rabu (31/5).

Menurutnya, hal ini adalah penantian sangat penting apakah Kejagung bisa cepat melakukan penyidikan dengan bukti-bukti yang sangat valid. Dengan penjelasan yang lengkap, masyarakat dapat mengetahui bahwa proses hukum yang menimpa Johnny G. Plate memang benar adanya tanpa menyandingkan dengan isu politik yang ada. 

Baginya, kasus korupsi  BTS Kominfo dilakukan secara bersama-sama, tidak mungkin sendirian. Oleh sebab Johnny Plate sebagai pengguna anggaran, harus membeberkan kasus ini beserta pihak-pihak yang terlibat didalamnya.

Selain itu, para jaksa harus memeriksa sejumlah pejabat dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas impor garam industri di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2016-2022. 

“Terutama Menko Perekonomian itu sendiri, yaitu Airlangga Hartarto,” ujarnya.

Ia memandang, sejumlah fakta yang muncul di sejumlah media nasional, terdapat sejumlah dosa besar yang diduga didalangi dan dilakukan Airlangga Hartarto baik saat menjabat sebagai Anggota DPR RI, Menteri Perindustrian hingga kini menjabat sebagai Menko Perekonomian.

Bukan hanya kasus impor garam, Airlangga diduga merupakan dalang kelangkaan minyak goreng. Jabatannya sebagai Menko Perekonomian dan juga ketua komite pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum karena kesalahan penyaluran dana puluhan hingga ratusan triliun yang dimiliki BPDPKS. 

“Ada sekitar Rp 137 triliun dana sawit di BPDPKS. Sekitar 80 persen digunakan untuk subsidi biodiesel, lalu sekian triliun untuk subsidi harga minyak goreng,” ucapnya.

Menurutnya, subsidi ke biodiesel memang sesuai aturan karena ada peraturan presiden, namun subsidi untuk harga minyak goreng ini tidak sesuai dengan pendirian BPDPKS itu sendiri. 

Tak hanya itu, kasus impor besi dan baja ringan yang membuat besi dan baja ringan produksi dalam negeri tidak terserap di sector Proyek Strategis Nasional (PSN). Sebagai Menteri Perindustrian, Airlangga diduga kuat mengatur agar ketersediaan besi dan baja ringan dalam negeri dipenuhi melalui pembukaan kran impor.

“Jangan sampai negara merugi dan rakyat menderita karena penyalahgunaan kewenangan pejabatnya,” katanya.

Dikutip dari Jawa Pos

Sukisno

Jurnalis Utama Rakyatnesia.com Dan Sudah di dunia jurnalistik selama lebih dari 30 tahun. Tulisan berita bojonegoro umum, Review, dan profil sudah bukan hal asing lagi, Lugas dengan Fakta.

Related Articles

Back to top button