Nasional

KPK Ingatkan KPU Patuhi Putusan MK Soal Eks Koruptor Tak Boleh Nyaleg , Kabar Indonesia

Rakyatnesia – KPK Ingatkan KPU Patuhi Putusan MK Soal Eks Koruptor Tak Boleh Nyaleg Pencarian seputar Berita Nasional di dunia maya kian banyak dijalankan masyarakat Indonesia, meski hakekatnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.

[quads id=10]

Pada Tulisan KPK Ingatkan KPU Patuhi Putusan MK Soal Eks Koruptor Tak Boleh Nyaleg ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian cara penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget memperhatikan atau membacanya. Jika anda suka dengan info ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.

[quads id=10]

 

Rakyatnesia.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mensyaratkan bakal calon anggota legislatif (caleg) tidak maju kontestasi demokrasi setelah lima tahun selesai menjalani pidananya. Hal ini penting, untuk memberikan efek jera terhadap narapidana khususnya kasus korupsi.

 

“Sebagai bagian efek jera, maka dalam penentuan syarat pencalonan anggota legislatif, sudah seharusnya penyelenggara pemilu ikuti ketentuan norma sebagaimana putusan MK yang mensyaratkan bakal calon telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan narapidana selesai menjalani pidananya,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (25/5).

 

Ali menjelaskan, dalam upaya pemberantasan korupsi yang efektif, dibutuhkan penegakan hukum yang bisa memberikan efek jera bagi para pelakunya. Sehingga bisa benar-benar menurunkan tingkat korupsi di Indonesia.

 

 

“Karena pelaku ataupun masyarakat menjadi jera atau takut untuk melakukan korupsi,” ucap Ali.

 

Menurutnya, instrumen hukum dalam pemidanaan tindak pidana korupsi, selain adanya penjara badan sebagai pidana pokok, juga adanya pidana tambahan. Ia menyebut, pidana tambahan dalam pemberantasan korupsi di antaranya berupa pembayaran uang pengganti, yang menjadi bagian dari upaya optimalisasi asset recovery dan pencabutan hak politik.

 

“Pidana tambahan pencabutan hak politik merupakan sanksi yang berakibat pada penghilangan hak politik kepada pelaku, yang bertujuan untuk membatasi partisipasi pelaku dalam proses politik, seperti hak memilih atau dipilih, sebagai konsekuensi dari tindak pidana yang dilakukan,” tegas Ali.

 

Ia pun menegaskan, pencabutan hak politik juga memperlihatkan bahwa dalam tindak pidana korupsi yang pelaku lakukan, telah menyalahgunakan kepercayaan publik. Sehingga perlu memitigasi risiko serupa dalam pengambilan keputusan politik di masa mendatang. 

 

“Karena itu, KPK konsisten menuntut pidana tambahan pencabutan hak politik sekalipun sejauh ini Majelis hakim menjatuhkan putusan mencabut hak untuk tidak dipilih dalam jabatan publik bagi para koruptor rata-rata berkisar 3 tahunan setelah menjalani pidana pokok,” ungkap Ali.

 

 

Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy’ari menjelaskan, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terdapat ketentuan yang mengatur bahwa salah satu syarat mencalonkan diri menjadi caleg, tidak pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang ancamannya 5 tahun atau lebih.

 

Ia mengungkapkan, aturan tersebut dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan dikabulkan. Sehingga, mantan terpidana bisa nyaleg dengan syarat harus menyampaikan kepada publik bahwa dia pernah menjadi terpidana dan yang bersangkutan harus sudah selesai menjalankan pidananya setelah bebas murni. 

 

“Jadi kalau telah selesai menjalankan pidananya atau mantan terpidana, jangan salah kutip ya, bukan mantan narapidana, mantan terpidana itu adalah yang telah selesai menjalankan pidananya, beda dengan mantan narapidana, kalau itu orang yang lepas dari penjara tapi itu belum tentu statusnya sudah bebas sebagai terpidana,” ujar Hasyim di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta, Pusat, Rabu (24/5).

 

Ketentuan yang sama, kata Hasyim, kembali digugat ke MK termasuk calon anggota DPD. MK kemudian mengabulkan uji materi tersebut dengan menyebutkan orang yang pernah dipidana dan telah selesai menjalani pidananya, tidak otomatis bisa dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD dan DPD. Menurut MK, perlu ada waktu jeda selama 5 tahun untuk menjadi caleg.

 

 

“Ketentuan ini sebetulnya sudah diadopsi pada Pilkada 2020 lalu, itu sudah menetapkan ini bahwa seseorang yang sudah dipidana dan kemudian selesai menjalankan pidananya baru mencalonkan diri kalau sudah genap atau melampaui jeda 5 tahun setelah dinyatakan bebas murni,” ucap Hasyim.

 

Menurut Hasyim, ketentuan yang sama berlaku bagi caleg DPR, DPD, dan DPRD di Pileg 2024. Bagi mantan terpidana nyaleg, maka harus memenuhi syarat, yakni membuat pernyataan kepada publik bahwa dirinya pernah dipidana, sudah selesai melaksanakan masa pidana atau bebas murni, dan ada jeda waktu 5 tahun setelah bebas murni. 

 

“Nah pertanyaannya adalah kalau ada orang kena pidana yang ancamannya 5 tahun atau lebih dan kemudian diputus oleh pengadilan dan di dalam putusannya pengadilan menambahkan jenis hukuman selain penjara misalkan dicabut hak politiknya untuk dicalonkan misalkan dalam durasi 3 tahun, itu bagaimana tentang pemberlakuan masa jeda?,” pungkas Hasyim.

Dikutip dari Jawa Pos

Sukisno

Jurnalis Utama Rakyatnesia.com Dan Sudah di dunia jurnalistik selama lebih dari 30 tahun. Tulisan berita bojonegoro umum, Review, dan profil sudah bukan hal asing lagi, Lugas dengan Fakta.

Related Articles

Back to top button