DPR Minta Pembahasan RUU Perampasan Aset Harus Ketat , Kabar Indonesia
Rakyatnesia – DPR Minta Pembahasan RUU Perampasan Aset Harus Ketat Pencarian perihal Berita Nasional di dunia online kian banyak dijalankan masyarakat Indonesia, padahal sesungguhnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.
[quads id=10]
Pada artikel DPR Minta Pembahasan RUU Perampasan Aset Harus Ketat ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian cara penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget mengamati atau membacanya. Jika anda suka dengan berita ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.
[quads id=10]
Rakyatnesia.com – Pemerintah akhirnya menyerahkan surat presiden (surpres) dan naskah RUU tentang Perampasan Aset ke DPR RI. Regulasi baru itu tidak lain untuk memperkuat upaya penegakan hukum. Terutama tindak pidana korupsi bermotif ekonomi seperti pencucian uang.
“Kami bersyukur surpres dan naskah RUU Perampasan Aset sudah dikirim ke DPR dengan surat bertanggal 4 Mei 2023,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD kemarin (9/5).
Dengan demikian, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu memastikan pihaknya siap membahas RUU tersebut bersama DPR. Dalam beberapa kesempatan, Mahfud sering menyampaikan pentingnya RUU Perampasan Aset. Sejauh ini, pemerintah memiliki keterbatasan UU dalam penyelamatan aset yang merupakan hasil tindak pidana. Para pelaku kejahatan dan pencucian uang pun tidak kapok dengan hukuman yang diterima. Salah satunya karena masih bisa menikmati uang hasil kejahatan setelah menjalani hukuman penjara.
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari mengatakan, pihaknya sudah menerima surpres dan naskah RUU Perampasan Aset. Dalam surat itu, Presiden Joko Widodo menugasi Menko Polhukam Mahfud MD, Menkum HAM Yasonna H. Laoly, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menjadi wakil pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut.
Tobas –sapaan akrab Taufik Basari– menuturkan, pembahasan RUU itu harus fokus pada perdebatan hukum. Artinya, bukan perdebatan politis. ’’Saya khawatir perdebatan hukum yang terjadi malah dipolitisasi kembali. Seolah-olah perdebatan yang nanti terjadi karena ada penolakan,’’ ujarnya.
Dia mengatakan, pihaknya belum mengetahui substansi dari RUU Perampasan Aset. Salah satu yang jadi isu adalah pengaturan mekanisme hukum perampasan aset. Yakni, terkait penerapan non-conviction based asset forfeiture (NCB-AF) atau perampasan aset tanpa tuntutan pidana atau tidak.
Tobas menjelaskan, penolakan terhadap NCB-AF itu tak lantas diartikan sebagai dukungan pada tindak kejahatan korupsi. Namun, hal itu berkaitan dengan persoalan prinsip hukum dan hak asasi manusia. Selain berpotensi melanggar prinsip-prinsip hukum, jika ketentuan itu diterapkan, maka dapat membuka kesempatan penyalahgunaan kewenangan aparat penegak hukum atau dengan alasan politis.
Tobas menambahkan, RUU Perampasan Aset harus secara ketat mengatur dan memastikan jaminan terhadap proses hukum serta peradilan yang jujur dan adil benar-benar menjadi dasarnya. (lum/syn/c18/hud)
Dikutip dari Jawa Pos