Bayi Tertukar di Bogor, RS Sebut Ibu Tolak Tes DNA.
rakyatnesia.com – Pihak Rumah Sakit Sentosa, yang berlokasi di Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, telah memberikan penjelasan mengenai peristiwa tertukarnya bayi pasien mereka yang terjadi pada tanggal 18 Juli 2022, tepat setahun yang lalu.
Keluarga pasangan suami-istri M Thabrani (52) dan Siti Maulia (37) telah melaporkan kasus tertukarnya bayi ini kepada pihak kepolisian.
Jubir Rumah Sakit Sentosa, Gregg Djako, menyampaikan bahwa peristiwa ini baru diketahui secara resmi oleh rumah sakit pada bulan Mei 2023, atau 11 bulan setelah kejadian tersebut terjadi.
“Jadi informasi ini baru ketahuan setelah ibu Siti datang bertemu dengan manajemen bulan Mei di 2023. Setelah itu, kami mengadakan rapat dan hari berikutnya memanggil Ibu Siti untuk kemudian didengarkan informasinya,” ujar Gregg saat ditemui di rumah sakit, Sabtu (12/8/2023).
Dia menjelaskan bahwa pihak rumah sakit tidak tinggal diam dalam menangani situasi ini. Langkah segera diambil dengan melakukan penelusuran mendalam, memeriksa dokumen data bayi yang lahir dan dirawat pada tahun sebelumnya.
Gregg menyatakan bahwa rumah sakit kemudian memadukan data administrasi dengan informasi mengenai bayi pasangan suami-istri Thabrani dan Siti, yang merupakan penduduk Ciseeng, Kabupaten Bogor.
Berdasarkan analisis data administrasi dan catatan medis, Gregg menjelaskan bahwa pada saat itu memang tercatat dua bayi laki-laki yang baru lahir pada hari Senin, 18 Juli 2022.
Sehingga, kedua ibu dari dua bayi laki-laki ini langsung ditelusuri dan ditemukan pasien B yang diduga kuat bahwa bayinya tertukar dengan bayi dari Ibu Siti. Kedua perempuan yang bayinya tertukar itu akhirnya dipanggil untuk dilakukan tes DNA. Pihak RS memfasilitasi tes itu untuk diuji di laboratorium di Jakarta.
Namun, kata Gregg, yang bersedia untuk tes DNA hanyalah bayi dari Ibu Siti Maulia. Sedangkan pasien B warga Tajur Halang, Kabupaten Bogor, tidak pernah mau datang dan tidak bersedia untuk tes DNA.
RS memfasilitasi tes darah dan ternyata identik lalu dilanjutkan menfasilitasi tes DNA. Hasilnya, bayi tersebut tidak identik atau bukan anak dari Ibu Siti .
“Keyakinan pihak RS itu bayi Ibu Siti tertukar dengan ibu pasien B. Kan bayi laki-laki (dilahirkan) cuman ada 2 di rumah sakit ini. Jadi kita pastikan ada bayi tertukar setelah hasil tes DNA keluar. Ternyata, itu bukan bayinya ibu S,” ungkapnya.
Setelah tes itu, pihak RS kemudian membacakan hasilnya di hadapan kedua ibu dari bayi yang tertukar, baik itu ibu atau pasien B dan keluarga ibu A atau ibu Siti.
Dalam pertemuan terbuka itu, hasil tes DNA disampaikan secara terang benderang. Saat ditanya kenapa pasien B menolak untuk tes, Gregg tak mengetahui pasti alasannya.
Yang jelas, RS sudah bersurat sebanyak dua kali kepada ibu atau pasien B tersebut. Namun, kedua surat itu tidak dijawab.
Belakangan, pasien B yang diwakili pengacaranya menyatakan belum bersedia tes DNA. “Dan hari ini, kami tetap meminta ibu pasien B menunjuk lembaga laboratorium tes DNA-nya. Nanti RS akan memfasilitasi semua. Kita proaktif, tidak mendiamkan, tidak menutupi dan kemudian menginginkan agar kasus seperti ini harus diselesaikan,” terangnya. Gregg tak menampik bahwa terjadi bayi tertukar dari pasien mereka. RS menyadari hal itu terjadi karena hasil tes DNA sudah ada. Kini, RS sedang berupaya menelusuri bagaimana bayi tersebut bisa tertukar dan tertukar dengan siapa. “RS akan melakukan tes secara silang untuk mengetahui hasil mempuni, baru nanti kita memikirkan langkah selanjutnya seperti apa karena ini menyangkut manusia. Tapi kemudian yang jadi kendala adalah pasien B menyatakan secara mental dan psikologis dia belum siap. Kami menghargai itu,” jelasnya.