Pada Tulisan Dituding Cawe-cawe Politik, Jokowi: Kalau Ada Riak-riak yang Membahayakan Masa Saya Diam ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian sistem penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget memperhatikan atau membacanya. Jika anda senang dengan berita ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.
Rakyatnesia.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi penjelasan terkait maksud cawe-cawe yang belakangan ini menjadi perdebatan publik. Ia menegaskan, maksud cawe-cawe itu dalam rangka memastikan situasi nasional yang tetap kondusif menjelang Pemilu 2024.
Menurut Jokowi, sudah menjadi kewajiban moral dan tanggung jawabnya sebagai presiden untuk memastikan transisi kepemimpinan 2024 berjalan dengan baik dan damai. Sehingga visi kepemimpinan nasional serentak bisa dijalankan.
“Saya sampaikan bahwa menjadi kewajiban moral, menjadi tanggung jawab moral saya sebagai presiden dalam masa transisi kepemimpinan nasional di 2024, agar harus menjaga agar visi kepemimpinan nasional serentak, bisa berjalan dengan baik tanpa ada riak-riak yang membahayakan negara dan bangsa,” kata Jokowi di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (6/6).
Kepala negara ingin memastikan Pilpres 2024 ini berjalan baik. Ia tak ingin ada hal yang membahayakan negara dan bangsa.
“Pilpres bisa berjalan dengan baik tanpa ada riak yang membahayakan negara dan bangsa,” tegas Jokowi.
Jokowi menegaskan, dirinya tak akan tinggal diam jika bangsa dan negara tidak kondusif, terlebih jelang pesta demokrasi 2024.
“Masa (kalau ada) riak-riak yang membahayakan bagi negara dan bangsa, terus saya disuruh diam? Ya Enggaklah,” ucap Jokowi.
Tudingan atas cawe-cawe politik yang dilakukan Jokowi sebelumnya disampaikan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana. Ia mengutarakan, seharusnya Presiden Jokowi tak berpihak dalam Pilpres 2024.
“Akhirnya, Presiden Jokowi terus terang mengakui. Beliau cawe-cawe, tidak akan netral, dalam Pilpres 2024,” ungkap Denny dalam keterangannya, Rabu (31/5).
Denny menyatakan, pesta demokrasi 2024 harus dibiarkan berjalan adil untuk semua kesebelasan. Ia tak menginginkan, Presiden Jokowi yang diibaratkan wasit mendukung tim Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto, sambil berusaha mendiskualifikasi tim Anies Baswedan.
Sebab, sikap Jokowi yang tidak netral berpotensi
melanggar amanat konstitusi untuk menjaga pemilu yang jujur dan adil. Menurutnya, cawe-cawe Presiden Jokowi yang nyata adalah saat membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mencopet Partai Demokrat.
“Saya meminjam istilah copet dari Romahurmuziy PPP. Saya berpendapat, Jokowi seharusnya tidak membiarkan Partai Demokrat dikuyo-kuyo Kepala Stafnya sendiri,” tegas Denny.
Pakar hukum tata negara ini menyebut, tak bisa dikatakan Jokowi tidak tahu, atau tak bisa dikatakan Jokowi tidak setuju. Sebab, ada anak buah mencopet, Presiden bukan hanya harus marah, maupun wajar memecat Moeldoko.
“Jokowi tidak bisa mengatakan pencopetan partai sebagai hak politik Moeldoko. Mencopet partai
yang sah adalah kejahatan,” cetus Denny.
Terlebih, terdapat informasi upaya hukum peninjauan kembali (PK) Moeldoko sudah diatur siasat menangnya. Ia menyebut, perkara itu akan ditukar guling dengan dugaan korupsi yang menjerat petinggi MA.
“Ada sobat advokat yang dihubungi para tersangka korupsi yang sedang berkasus di KPK. Para terduga mafia kasus di MA tersebut mengatakan, mereka dijanjikan dibantu kasusnya dengan syarat, memenangkan PK Moeldoko di MA,” pungkas Denny.