Denny Indrayana: Sistem Pemilu Harus Bersifat Open Legal Policy , Kabar Indonesia
Rakyatnesia – Denny Indrayana: Sistem Pemilu Harus Bersifat Open Legal Policy Pencarian seputar Berita Nasional di dunia online kian banyak dilaksanakan masyarakat Indonesia, walaupun hakekatnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.
[quads id=10]
Pada Tulisan Denny Indrayana: Sistem Pemilu Harus Bersifat Open Legal Policy ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian sistem penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget mengamati atau membacanya. Jika anda senang dengan info ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.
[quads id=10]
Rakyatnesia.com – Denny Indrayana memberikan klarifikasinya. Mantan Wamenkum HAM itu mengatakan, dibukanya informasi yang dia terima merupakan bentuk advokasi. Oleh karena itu, dia membawa isu tersebut ke publik. ”Ini bentuk advokasi publik agar MK tetap pada rel penjaga konstitusi,” ujarnya.
Denny tidak ingin MK menjadi lembaga politik pembuat norma. Bagi dia, pilihan sistem pemilu bersifat open legal policy atau kebijakan hukum terbuka. Artinya, kewenangan ada pada pembentuk UU untuk memutuskan.
Pakar hukum tata negara itu menyebut cara kerjanya mengikuti pola yang dilakukan Mahfud MD. Berbagai persoalan hukum kerap dibawa ke publik. Cara tersebut dinilai efektif untuk membuka diskursus. ”Ingat, no viral no justice,” cetusnya.
Kebenaran isu dugaan bocornya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu belum bisa dipastikan. Kendati demikian, Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD meminta dugaan isu dugaan bocornya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu ditelusuri lebih lanjut.
Dalam rapat koordinasi terkait pemilu di The Westin Jakarta kemarin (29/5), Mahfud menyatakan sudah berkomunikasi dengan MK.
”Saya tadi (kemarin, Red) memastikan ke MK, apa betul itu sudah diputuskan. (Jawabannya) belum,” ujarnya.
Menurut Mahfud, bocoran putusan yang kali pertama disampaikan Denny Indrayana tersebut hanya analisis pihak luar. Analisis itu bisa saja muncul saat orang di luar MK melihat dan menilai sikap para hakim. ”Lalu dianalisis sendiri,” kata dia.
Faktanya, lanjut Mahfud, belum ada putusan apa pun terkait sistem pemilu. ”Jadi, belum ada keputusan yang resmi. (Disebutkan) sudah diputus sekian, enam banding tiga atau lima banding empat dan sebagainya. Itu belum ada,” beber mantan ketua MK tersebut.
Namun, MK tidak boleh tinggal diam jika memang ada yang bocor. Mahfud menegaskan bahwa putusan MK tidak boleh bocor. ”Kalau betul (putusan) itu bocor, itu salah,” tandasnya. Dalam kondisi itu, yang salah adalah sumber kebocoran tersebut. ”Saya tadi sudah ke MK, supaya diusut siapa di dalam yang sudah bicara itu, kalau memang sudah diputuskan, kalau memang bocor. Tapi bisa jadi tidak bocor juga,” jelas dia kemarin.
Baca Juga: Mantan Ketua MK Jimly Ashiddiqie Kritik Tindakan Denny Indrayana karena Lontarkan Rumor
Lantaran MK memastikan belum ada putusan apa pun terkait gugatan sistem pemilu, Mahfud mengajak semua pihak menunggu. ”Tentu akan terlihat dalam perjalanan waktu. Siapa yang benar, siapa yang salah. Tapi, tidak boleh sebuah putusan belum diketok bocor ke orang,” tuturnya.
Berdasar informasi dari MK, dalam sidang gugatan terkait sistem pemilu, kesimpulan dari masing-masing pihak yang beperkara baru disampaikan besok (31/5). ”MK-nya sendiri kredibilitasnya hancur kalau ada orang dalam bercerita sesuatu. Apalagi tidak benar,” cetusnya saat ditemui terpisah di Istana Negara.
Sementara itu, Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro menegaskan, selama belum ada putusan MK, Undang-Undang (UU) Pemilu yang berlaku adalah UU Nomor 7 Tahun 2017. ”Kita serahkan pada putusan MK. Bagaimana mereka akan membuat putusan dan pertimbangan atas putusan itu dan dikaitkan dengan KPU sebagai penyelenggara pemilu,” tuturnya.
Jika nanti ada perubahan sistem pemilu berdasar hasil putusan MK, Juri meminta KPU yang akan menentukan. Pemerintah tidak akan masuk campur tangan dalam pengaturan pelaksanaan pemilu. ”Termasuk di dalam mengatur sistem pemilu,” imbuhnya.
Dikutip dari Jawa Pos