Presiden Jokowi Diminta Abaikan Putusan MK untuk Penguatan Kelembagaan KPK , Kabar Indonesia
Rakyatnesia – Presiden Jokowi Diminta Abaikan Putusan MK untuk Penguatan Kelembagaan KPK Pencarian seputar Berita Nasional di dunia maya kian banyak dikerjakan masyarakat Indonesia, walaupun hakekatnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.
[quads id=10]
Pada artikel Presiden Jokowi Diminta Abaikan Putusan MK untuk Penguatan Kelembagaan KPK ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian cara penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget memandang atau membacanya. Jika anda suka dengan info ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.
[quads id=10]
Rakyatnesia.com–Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari empat menjadi lima tahun dinilai akan menimbulkan preseden konstitusional terburuk dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) seharusnya mengabaikan putusan tersebut.
”Putusan MK terkait masa jabatan ini akan menimbulkan preseden konstitusional terburuk dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia,” kata Ketua Badan Pengurus Setara Institute Ismail Hasani dalam keterangannya, Minggu (28/5).
Dia menjelaskan, putusan MK atas uji materi UU KPK terkait usia calon dan masa jabatan pimpinan KPK, dengan adanya perdebatan Rakyatnesia hakim konstitusi atau dissenting opinion signifikan lima banding empat, makin menegaskan keterbelahan pandangan di tubuh MK. MK kini semakin rapuh karena kerap kali terjadi dissenting opinion dalam putusannya.
”Sekalipun dissenting atau concurring opinion suatu hal biasa, tetapi tren keterbelahan yang berulang menggambarkan bahwa tubuh MK semakin rapuh, rentan dan mengalami pengikisan kenegarawanan hakim dan integritas kelembagaan,” ucap Ismail.
Ismail menilai, cara pengambilan putusan yang tidak bulat di MK sungguh mengkhawatirkan. Tidak bisa dibayangkan kalau isu-isu konstitusional dan kenegaraan selalu didekati dengan matematika jumlah suara para hakim, dengan keterbelahan pandangan yang berulang.
Keterbelahan itu, kata Ismail, telah membangun persepsi bahwa kehendak politik MK jauh lebih dominan menjadi variabel dalam pengambilan putusan dibanding itikad menegakkan keadilan konstitusional.
Dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menegaskan, pernyataan juru bicara MK Fajar Laksono dengan mengacu pada pertimbangan putusan perkara Nomor 112/PUU-XX/2022 bahwa putusan itu mengikat dan berlaku bagi kepemimpinan KPK yang sekarang menjabat, adalah tafsir pribadi, bukan bunyi putusan. Oleh karena itu bisa diabaikan.
”Betul bahwa putusan MK final dan mengikat dan berlaku saat diucapkan, tetapi objek uji materi di MK adalah norma abstrak dan tidak ditujukan untuk menyelesaikan kasus konkret, seperti yang diminta Nurul Gufron. Apalagi sifat putusan ini adalah putusan yang sifatnya nonself executing, yang tidak serta merta berlaku untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK saat ini,” tegas Ismail.
Dia menegaskan, jika putusan MK No. 112/PUU-XX/2022 berlaku untuk periode saat ini, MK tidak hanya abai dalam membuat putusan yang harusnya kekuatan eksekutorialnya bersifat progresif (berlaku ke depan). Namun juga berpotensi menyebabkan kekacauan, ketidakpastian, dan pertentangan hukum baru.
”Keppres 129/P Tahun 2019 tentang pengangkatan KPK tetap sah hingga masa akhir jabatan pimpinan KPK berakhir pada 2023. Putusan MK yang membentuk norma baru, yakni mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun, adalah keluar jalur karena itu kewenangan pembentuk UU,” cetus Ismail.
Oleh karena itu, Ismail meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi), sebaiknya mengabaikan putusan MK untuk kepentingan penguatan KPK. Serta meluruskan cara berkonstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan, dan tetap melanjutkan pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK baru.
”Paralel dengan langkah ini, Presiden dan DPR selaku pembentuk UU segera menyelenggarakan agenda legislasi membahas perubahan norma dalam UU KPK yang diujikan tersebut,” ucap Ismail.
Dikutip dari Jawa Pos