Refly Harun: PTUN Tak Bisa Mencampuri Urusan Pengadilan Tata Negara dengan Administrasi , Kabar Indonesia
Rakyatnesia – Refly Harun: PTUN Tak Bisa Mencampuri Urusan Pengadilan Tata Negara dengan Administrasi Pencarian seputar Berita Nasional di dunia online kian banyak dilaksanakan masyarakat Indonesia, sedangkan hakekatnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.
[quads id=10]
Pada Tulisan Refly Harun: PTUN Tak Bisa Mencampuri Urusan Pengadilan Tata Negara dengan Administrasi ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian cara penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget memperhatikan atau membacanya. Jika anda senang dengan info ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.
[quads id=10]
Rakyatnesia.com – Pakar hukum tata negara Refly Harun, mengingatkan, parah jika sebuah keputusan sidang paripurna bisa di-challenge Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ia meminta agar tidak mencampur-campur kewenangan pengadilan tata negara dengan pengadilan administrasi.
Menuriut Refly, putusan PTUN yang mengabulkan gugatan Fadel Muhammad atas SK Pimpinan DPD RI terkait mengganti posisinya sebagai Wakil Ketua MPR adalah keputusan yang melebihi kewenangan PTUN.
Dipaparkan Refly, yang bisa di-challenge PTUN adalah keputusan yang sifatnya individual bukan keputusan yang didasarkan pengambilan suara terbanyak. SK Penggantian Fadel Muhammad bukan keputusan Ketua atau Pimpinan DPD, tetapi keputusan anggota DPD.
“Masa keputusan anggota DPD dibatalkan lewat pengadilan. Harusnya kalau mau dibatalkan melalui sidang paripurna DPD juga,” kata Refly, Senin (22/5/2023).
Sebenarnya, lanjut Refly, suatu saat ia akan mengusulkan, karena ini berkaitan dengan hukum tata negara harusnya yang bisa membatalkan adalah Mahkamah Konstitusi.
“Tapi untuk sementara kan belum. Sebagai contoh UU kan bisa dibatalkan oleh pengadilan tetapi oleh Mahkamah Konstitusi bukan PTUN. Jadi kita jangan mencampur-campurkan pengadilan tata negara dengan pengadilan administasi,” ungkapnya.
Wilayah PTUN, kata Refly, hanya masalah administrasi bukan keputusan politis. Pergantian wakil ketua MPR adalah keputusan politik bukan keputusan administrasi.
“Persoalan surat menyurat, misalnya pimpinan DPD bersurat pada pimpinan MPR itu mekanisme tindak lanjut saja dari keputusan politik anggota DPD,” jelas dia.
Kalaupun ada kesalahan administrasi, kata Refly, tidak boleh menghilangkan substansi. Jika administasinya dianggap keliru, maka tinggal mengajukan ulang.
“Contohnya, jika ada pegantian pimpinan DPR yang mengajukan kan bukan ketua partai politik, tapi ketua fraksi, itu kalau ada yang salah maka tidak membatalkan substansi,” jelas Refly.
JIka memang sampai sekarang belum ada mekanisme pengadilan untuk membatalkan sidang paripurna, kata Refly, maka yang bisa membatalkannya hanya sidang paripuna. Caranya dengan menggalang sidang paripurna baru.
“Kalau penggalangan paripurna tidak berhasil, ya jangan cari jalan samping,” kata pakar hukum tata negara ini.
Pengamat politik hukum dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, mengatakan SK penggantian wakil ketua MPR bukanlah keputusan pimpinan DPD. Keputusan ini adalah keputusan para anggota DPD yang diadministrasikan oleh pimpinan DPD.
“Kalau pengadministrasian dianggap salah, itu tidak membatalkan keputusan sidang paripurna DPD,” ungkap Ray Rangkuti. Hasil sidang paripurna tentang penggantian Fadel Muhammad dengan Tamsil Linrung, menurut Ray Rangkuti, tetap sah.
Diingatkannya, PTUN tidak memiliki kewenangan untuk mengadili substansi dari hasil sidang paripurna DPD. Jika yang menjadi objek adalah penandatangan dilakukan oleh pimpinan DPD dan objek gugatan ini diterima PTUN, maka tetap tidak bisa membatalkan hasil sidang paripurna DPD.
Dikutip dari Jawa Pos