Nasional

Bivitri Sebut Social Security Net Bernama BPJS Sedang Dirusak oleh Omnibus Law Kesehatan , Kabar Indonesia

Rakyatnesia – Bivitri Sebut Social Security Net Bernama BPJS Sedang Dirusak oleh Omnibus Law Kesehatan Pencarian perihal Berita Nasional di dunia maya kian banyak dijalankan masyarakat Indonesia, padahal sebetulnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.

[quads id=10]

Pada artikel Bivitri Sebut Social Security Net Bernama BPJS Sedang Dirusak oleh Omnibus Law Kesehatan ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian sistem penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget mengamati atau membacanya. Jika anda suka dengan berita ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.

[quads id=10]

Rakyatnesia.com – Reformasi semestinya bisa menghadirkan keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia. Sayangnya, ketimpangan justru semakin meningkat akibat kuasa oligarki dalam politik dan ekonomi.

Menurut Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Bivitri Susanti salah satu pemicunya adalah keadilan sosial hanya dipahami sebagai upaya distribusi kekayaan oleh negara. “Keadilan sosial tidak semata tentang distribusi kekayaan oleh negara tapi juga tentang equity, akses, partisipasi dan hak. Gawatnya, saat ini kewenangan negara atas nama keadilan sosial justru disalahgunakan,” ujar Bivitri dalam sebuah diskusi akhir pekan ini.

Bivitri mencontohkan kewenangan negara dalam mengelola kekayaan alam lewat BUMN justru disalahgunakan untuk keuntungan sekelompok orang, bukan untuk kesejahteraan rakyat. Misalnya, kata Bivitri seperti bagi-bagi kursi komisaris BUMN kepada relawan.

Maka paradigma tentang keadilan sosial, menurut Bivitri perlu dimulai dari menjamin kesempatan ekonomi yang setara serta terpenuhinya berbagai hak dasar untuk seluruh rakyat terutama untuk kelompok yang rentan.

“Keadilan sosial bukan cuma negara mengatur kekayaan, tapi negara memastikan bahwa rakyat Indonesia punya akses sumber daya ekonomi dan hak dasar mereka. Terutama kesehatan dan pendidikan. Ini yang harus banyak difokuskan,” ujar Bivitri.

Salah satu upaya konkret menjamin hak dasar menurut Bivitri telah tertuang dalam Pasal 34 UUD 1945 yakni menyelenggarakan jaminan sosial. Menurutnya, keadilan sosial diwujudkan perlu diwujudkan lewat social security net.

“Memang kita punya yaitu BPJS, tapi sedang dirusak dengan RUU Kesehatan secara Omnibus Law. Secara hukum tidak tepat memasukan BPJS ke situ. Paradigma industri di dalamnya berbenturan dengan jaminan sosial. Memang BPJS belum sempurna. Tapi bahwa kita punya sistem, itu seharusnya terus dibangun,” jelasnya.

Dalam Webinar 25 Tahun Reformasi Co-founder Bersama Indonesia, Grady Nagara menilai, penegakan keadilan sosial harus dimulai dengan memenuhi hak semua warga secara sama (equality) dan hak kelompok rentan secara proporsional (equity). “Kesamaan (equality) dan kesetaraan (equity) adalah fondasi penting bagi terwujudnya keadilan sosial,” ungkap Grady.

Grady memberikan contoh pembangunan jalur sepeda di Jakarta adalah manifestasi dari equity dalam kebijakan publik. Menurutnya, pembangunan jalur sepeda jangan hanya dilihat dalam kaca mata untung-rugi sebab ia adalah manifestasi dari equity dalam kebijakan publik.

“Secara statistik, sepeda adalah moda transportasi yang paling murah untuk diakses oleh kelompok rentan dengan tingkat sosial ekonomi bawah. Kebijakan transportasi berkeadilan mestilah mendahulukan kepentingan para pengguna sepeda dan pejalan kaki yang sebagian besar karakternya adalah para pekerja berupah rendah,” ujar Grady.

Akan tetapi, equity mestilah seiring berjalan dengan pemenuhan equality. Oleh karenanya, selain pembangunan jalur sepeda, transportasi publik yang dapat diakses oleh semua juga menjadi aspek penting dari equality.

Pemenuhan hak-hak rakyat secara sama dan setara juga mesti terimplementasi dalam kebijakan ekonomi yang terkait dengan lingkungan hidup. Co-Founder Think Policy, Andytha F. Utami mengatakan bahwa selama ini pemangku kebijakan membuat narasi seolah kerusakan lingkungan dirasakan seolah sama dampak negatifnya oleh semua orang. Padahal, kelompok rentanlah yang paling merasakan kerugiannya.

“Narasi bahwa kerusakan lingkungan adalah tanggung jawab bersama justru mengaburkan kenyataan bahwa pemegang kuasa ekonomi-politiklah yang sesungguhnya bertanggung jawab atas kehancuran lingkungan”, ujar wanita yang akrab disapa Afu.

Sementara upaya pemberdayaan terhadap kelompok rentan,menurut Direktur Eksekutif Institut Harkat Negeri (IHN) Dyah Indrapati harus terus dilakukan. Termasuk dengan melakukan pemberdayaan sumber daya manusia (SDM).

Dikutip dari Jawa Pos

Sukisno

Jurnalis Utama Rakyatnesia.com Dan Sudah di dunia jurnalistik selama lebih dari 30 tahun. Tulisan berita bojonegoro umum, Review, dan profil sudah bukan hal asing lagi, Lugas dengan Fakta.

Related Articles

Back to top button