RUU Kesehatan Dikritisi, DIM Dinilai Tidak Lengkap , Kabar Indonesia
Rakyatnesia – RUU Kesehatan Dikritisi, DIM Dinilai Tidak Lengkap Pencarian perihal Berita Nasional di dunia online kian banyak dikerjakan masyarakat Indonesia, sedangkan sebetulnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.
[quads id=10]
Pada Tulisan RUU Kesehatan Dikritisi, DIM Dinilai Tidak Lengkap ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian cara penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget memperhatikan atau membacanya. Jika anda senang dengan berita ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.
[quads id=10]
Rakyatnesia.com – Setelah organisasi profesi, protes terhadap RUU Kesehatan datang dari organisasi anak muda berbagai latar belakang. Mereka menilai rancangan regulasi tersebut tidak lengkap.
Organisasi yang mengkritisi RUU Kesehatan itu Rakyatnesia lain Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI), dan Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI). Kemudian Persatuan Senat Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (PSMKGI) dan Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Indonesia (Ismafarsi).
IYCTC menyebutkan, RUU Kesehatan belum cukup kuat untuk mengatur masalah rokok. ”DPR RI dan pemerintah harus memasukkan pasal yang spesifik mengatur larangan iklan, promosi, dan sponsorship (IPS) rokok pada RUU Kesehatan,” kata Ketum IYCTC Manik Marganamahendra kemarin (11/5).
Baca Juga: RUU Kesehatan Dibahas DPR, IDI Tetap Minta Distop
Dia beralasan Indonesia sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masih memperbolehkan iklan rokok di media penyiaran. Menurut Manik, iklan rokok tidak hanya melemahkan daya kritis masyarakat terhadap produk yang mengandung zat adiktif itu.
”Dan terbukti dapat menjadi pemicu dimulainya konsumsi rokok pada anak-anak dan orang muda.”
Sekjen ISMKMI Nadhir Wardhana Salama menilai daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Kesehatan belum mengonkretkan poin upaya kesehatan preventif dan promotif.
Dia mencontohkan belum adanya pengaturan deteksi dini dan surveilans yang seharusnya tidak dapat dipisahkan dengan promosi kesehatan. Poin lainnya, kewajiban memberikan insentif kader kesehatan dalam pelaksanaan kesehatan. ”DPR dan pemerintah harus mengambil langkah hati-hati sebelum mengesahkan RUU Kesehatan ini,” tuturnya. (lyn/syn/c9/fal)
Dikutip dari Jawa Pos