Nasional

PTUN Kabulkan Gugatan Fadel, Pakar Hukum Ingatkan Bahaya Pemerintahan oleh Hakim , Kabar Indonesia

Rakyatnesia – PTUN Kabulkan Gugatan Fadel, Pakar Hukum Ingatkan Bahaya Pemerintahan oleh Hakim Pencarian perihal Berita Nasional di dunia maya kian banyak dilaksanakan masyarakat Indonesia, walaupun sesungguhnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.

[quads id=10]

obat joni kuat

Pada artikel PTUN Kabulkan Gugatan Fadel, Pakar Hukum Ingatkan Bahaya Pemerintahan oleh Hakim ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian cara penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget mengamati atau membacanya. Jika anda suka dengan info ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.

[quads id=10]

Rakyatnesia.com – Pakar hukum tata negara, Refly Harun mengingatkan bahaya jika Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengadili perkara hasil sidang paripurna DPD RI. Jika PTUN mengadili perkara seperti ini maka akan muncul fenomena yuristokrasi atau pemerintahan oleh hakim.

Menurut Refly Harun, pengadilan tata usaha negara sifatnya individual, kongkrit dan final. Sifat individual terkait dengan orang tertentu, objek tertentu yang mengeluarkan keputusan. 

Dalam kasus penggantian Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad dengan Tamsil Linrung, kata Refly Harun, Surat Keputusan DPD RI tentang penggantian Fadel dengan Tamsil, bukanlah keputusan yang mandiri. DPD RI mengeluarkan SK tersebut berdasar sidang paripurna DPD RI. 

“Jadi bukan putusan mandiri (Ketua DPD RI). Bukan subjektifitas Ketua DPD tetapi hasil paripurna DPD, sehingga keputusan semua anggota DPD,” kata Refly Harun.

Menurut Refly Harun, keputusan lembaga politik tidak bisa di PTUN-kan. Kalaupun bisa dipersoalkan maka putusan lembaga politik maka dibawa ke Mahkamah Konstitusi. 

“Itupun harus jelas judulnya, misalnya pengujian UU, sengketa kewenangan lembaga negara, apakah MPR berwenang menyetop kewenangan DPD,” ujar.

Keputusan DPD tentang penggantian Wakil Ketua MPR dari kelompok DPD, menurut Refly Harun, adalah keputusan tata negara bukan administrasi negara.

“Keputusan tata negara tidak boleh diuji di pengadilan tata usaha negara atau pengadilan administasi. Kalau seperti itu, nanti keputusan DPR/MPR pun bisa di PTUN-kan,” kata Refly Harun.

Jika PTUN bisa mengadili hal seperti ini, menurut Refly Harun, maka sangat berbahaya. “Kita nanti mengenal Yuristokrasi, pemerintahan oleh hakim,” ungkapnya.

Seharusnya, lanjut Refly Harun, hakim PTUN hanya berwenang untuk hal tata usahai negara. Kalau keputusan DPR, MPR, DPD yang merupakan hasil sidang paripuna dan cerminan demokrasi, tidak boleh diputuskan PTUN. 

Selain itu, lanjut Refly Harun, ketika ada pergantian usulan berdasar paripurna DPD, harusnya MPR menjalankannya. MPR harus melakukan pelantikan Tamsil Linrung menggantikan Fadel Muhammad. Pelantikan tidak boleh ditunda.

“Sekarang ada putusan (pengadilan) tingkat pertama yang belum inkracht. Kalau ada pihak yang masih melakukan banding maka seharusnya yang tetap menjadi Wakil Ketua MPR tetap Tamsil Linrung. Nanti kalau ada keputusan final yang sudah mengikat barulah diganti,” ungkapnya.

Terkait dengan pencabutan tanda tangan dua pimpinan DPD mencabut tanda tangan SK DPD Penggantian Wakil Ketua MPR,  Refly Harun, mengatakan, justru kedua orang itu melanggar kode etik.  Dijelaskannya, penandatangan hasil putusan paripurna adalah kewajiban bukan hak.

“Pimpinan DPD harus meneruskan apa yang menjadi keputusan dari paripurna DPD,” ungkapnya.

Dikutip dari Jawa Pos

Sukisno

Jurnalis Utama Rakyatnesia.com Dan Sudah di dunia jurnalistik selama lebih dari 30 tahun. Tulisan berita bojonegoro umum, Review, dan profil sudah bukan hal asing lagi, Lugas dengan Fakta.

Related Articles

Back to top button