Nasional

Ketum GMNI Tantang Tio Pakusadewo Beri Bukti Monopoli di Lapas , Kabar Indonesia

Rakyatnesia – Ketum GMNI Tantang Tio Pakusadewo Beri Bukti Monopoli di Lapas Pencarian seputar Berita Nasional di dunia maya kian banyak dijalankan masyarakat Indonesia, sedangkan hakekatnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.

[quads id=10]

obat joni kuat

Pada Tulisan Ketum GMNI Tantang Tio Pakusadewo Beri Bukti Monopoli di Lapas ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian sistem penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget mengamati atau membacanya. Jika anda suka dengan berita ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.

[quads id=10]

 

Rakyatnesia.com – Isu adanya monopoli bisnis di Lapas tengah menjadi sorotan usai adanya pengakuan dari artis Tio Pakusadewo. Dalam kasus ini, anak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laloy, Yamitema Laoly melalui Jeera Foundation disebut-sebut punya andil dalam praktik tersebut.

 

Ketua Umum DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Arjuna Putra Aldino mengatakan, Tio Pakusadewo seharusnya memberikan bukti kuat adanya praktik monopoli tersebut. Sebab, pembuktian praktik monopoli cukup kompleks.

 

Seperti harus disertai pembuktian adanya konsentrasi pasar yang tinggi, tingginya hambatan masuk pasar, hingga homogenitas produk atau layanan yang menunjukan apakah struktur pasar memungkinkan untuk pembentukan suatu kartel atau tidak.

 

“Sebuah usaha atau bisnis bisa disebut monopoli ada syaratnya, harus disertai pembuktian baik secara structural evidence (bukti struktural) maupun conduct evidence (bukti perilaku). Jadi tidak bisa asal nuduh”, kata Arjuna kepada wartawan, Jumat (5/5).

 

Arjuna menyebutkan bisnis di wilayah Lapas seperti katering, koperasi dan pelatihan keterampilan sudah banyak yayasan terlibat selain Jeera Foundation. Sehingga tidak bisa dikategorikan telah terjadi monopoli.

 

“Sudah banyak bisnis yang bergerak di Lapas, mulai dari katering, koperasi hingga pelatihan. Artinya pasarnya heterogen tidak bisa disebut monopoli. Kecuali hanya ada satu perusahaan beserta afiliasinya yang menghegemoni pasar tersebut,” imbuh Arjuna.

 

Arjuna mengingatkan agar masyarakat tidak mudah termakan informasi yang beredar. Sebaiknya dicari kebenarannya dahulu sehingga tidak terjadi penyesatan.

 

“Kalau tuduhannya monopoli silakan dibuktikan. Kan ada syaratnya. Misalnya menguasai lebih dari 50% pangsa pasar. Jangan kita bermain hoax, bikin fitnah. Masyarakat harus jeli di tahun politik ini. Harus memverifikasi kebenaran kabar di media sosial,” tutup Arjuna.

 

Sebelumnya, Founder Jeera Foundation, Yamitema Laoly membantah melakukan monopoli bisnis di dalam lapas maupun rutan. Dia membantah tudingan yang dilontarkan oleh aktor Tio Pakusadewo yang menyebut ada bisnis terselubung di dalam penjara.

 

“Tudingan itu tidak benar sama sekali. Saya merasa heran dengan tuduhan melakukan monopoli bisnis, karena di dalam lapas ada banyak yayasan dan organisasi yang bekerja sama dengan pihak lapas. Jadi saya juga heran dengan tudingan monopoli bisnis di dalam lapas, dasarnya apa? Karena sepengetahuan saya ada beberapa lembaga yang bekerja sama dengan pihak lapas,” ujar Yamitema kepada wartawan, Kamis (4/5).

 

Sementara Pimpinan Yayasan Jeera, Raden Gusti menjelaskan, yayasan ini dibentu berawal dari semangat membina para narapidana supaya bisa mengembangkan diri. Baik itu aspek keahlian, jati diri dan kemampuan setelah bebas. 

 

“Saat itu Yamitema diundang salah organisasi kepemudaan yang bicara soal rencana melakukan pembinaan para napi, beliau merasa tergerak dengan semangat karena napi pasti ingin hidup lebih baik setelah keluar nanti, tapi mereka tak punya skill sehingga kami bersepakat membentuk Yayasan Jeera,” ujar Raden.

 

 

Dikutip dari Jawa Pos

Sukisno

Jurnalis Utama Rakyatnesia.com Dan Sudah di dunia jurnalistik selama lebih dari 30 tahun. Tulisan berita bojonegoro umum, Review, dan profil sudah bukan hal asing lagi, Lugas dengan Fakta.

Related Articles

Back to top button