Menteri PPPA Minta Pengasuh Ponpes di Batang yang Lecehkan 25 Santrinya Dihukum Maksimal , Kabar Indonesia
Rakyatnesia – Menteri PPPA Minta Pengasuh Ponpes di Batang yang Lecehkan 25 Santrinya Dihukum Maksimal Pencarian seputar Berita Nasional di dunia maya kian banyak dijalankan masyarakat Indonesia, walaupun sesungguhnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.
[quads id=10]
Pada Tulisan Menteri PPPA Minta Pengasuh Ponpes di Batang yang Lecehkan 25 Santrinya Dihukum Maksimal ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian cara penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget memperhatikan atau membacanya. Jika anda suka dengan info ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.
[quads id=10]
Â
Rakyatnesia.com-Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mendorong WM (57), pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Batang, Jawa Tengah, yang menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap 25 santri perempuan, agar mendapat hukuman maksimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Baca Juga: Otoritas Diminta Membuat Kebijakan Fleksibel untuk Memperbesar CBP
“Pelaku layak dihukum seberat-beratnya dan mendapat hukuman maksimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Menteri Bintang Puspayoga dalam keterangan, di Jakarta, Selasa (18/4).
Hal itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi UU.
Pada pasal 81 Ayat (1), (2), (3), (5), (6), dan (7), pelaku dapat diancam dengan hukuman pidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling banyak Rp5 miliar.
Selain itu, dapat dikenakan pidana tambahan berupa tindakan berupa kebiri kimia, pengumuman identitas pelaku, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Lebih lanjut, korban berhak mendapat restitusi, berpedoman pada UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) jo UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, jo Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Restitusi, Kompensasi, pertolongan Saksi, dan Korban jo PP Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang menjadi Korban Tindak Pidana.
Dalam UU TPKS, Pasal 30 Ayat (1) menyatakan Korban TPKS berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan. Pada Ayat (2) menyatakan ganti kerugian tersebut berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan; ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat TPKS; penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis; dan/atau ganti kerugian atas kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat TPKS.
Baca Juga: pengajar Besar Fakultas Hukum Unsoed Apresiasi Langkah Polda Lampung Hentikan Laporan kepada Bima Yudho
Dalam kasus yang terjadi sejak 2019 hingga 2023 ini, korban kekerasan seksual diduga ada sebanyak 25 anak, terdiri dari 21 anak korban persetubuhan dan empat anak korban pencabulan. (*)
Dikutip dari Jawa Pos