TRIBUNKALTIM.CO – Nama Jaleswari Pramodhawardani yang mundur selaku Deputi V Kantor Staf Presiden menjadi sorotan.
Setelah Mahfud MD mundur selaku Menkopolhukam, Jaleswari Pramodhawardani mundur dari jabatannya selaku Deputi V KSP.
Apa bahwasanya kiprah Deputi V KSP, serta menyerupai apa profil Jaleswari Pramodhawardani, simak selengkapnya di postingan ini.
Dikutip TribunKaltim.co dari ksp.go.id, kiprah kedeputian V ini konsentrasi pada isu politik, hukum, pertahanan, keselamatan dan HAM.
Selengkapnya, kedeputian V bertugas menolong pengendalian, percepatan, monitor dan penilaian solusi masalah jadwal prioritas nasional dan isu strategis bidang Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan dan HAM, Anti Korupsi dan Reformasi Birokrasi dan Papua.
Rabu (31/1/2024), Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani menginformasikan pengunduran dirinya dari KSP.
“Melalui siaran pers ini, saya Jaleswari Pramodhawardani memberi tahu pengunduran diri saya dari jabatan Deputi V Kepala Staf Kepresidenan terhitung 1 Februari 2024,” ujar Jaleswari Pramodharwardani dalam keterangan tertulis terhadap wartawan pada Rabu malam.
“Secara formal, proses tuntutan pengunduran diri tersebut sudah saya usikan terhadap Bapak Presiden lewat Bapak Kepala Staf Kepresidenan (Moeldoko),” katanya.
Menurutnya, keputusan untuk undur diri ini menurut terhadap etika dan kepercayaan yang dia pegang.
“Dalam hal ini, saya menyadari sarat bahwa saya perlu menyingkir dari suasana dimana saya sanggup dipersepsikan selaku beban politik bagi Bapak Presiden maupun forum kepresidenan secara biasa dikarenakan opsi politik langsung saya,” jelasnya.
“Saya juga mengetahui dan menangkap keperluan publik atas netralitas dan profesionalisme pemerintah utamanya di tahun politik ini,” tutur Jaleswari.
Dia kemudian meminta maaf apabila selama mengemban jabatan selaku Deputi V KSP kurang tepat menjalankan tugas.
“Semoga Indonesia terus bergerak ke arah yang lebih baik dan senantiasa diterangi jalannya oleh Allah SWT,” tambah Jaleswari.
Sebagaimana diketahui, Jaleswari Pramodhawardhani sebelumnya sudah resmi mengisi posisi Deputi Inklusi di Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD sejak 15 November 2023 lalu.
Profil Jaleswari Pramodhawardani
Sosok Jaleswari Pramodhawardani (48) dipahami selaku pencetus dan pengamat militer.
Sebelumnya menjabat Deputi V KSP, Jaleswari Pramodhawardani yang biasa disapa Dani, ini melakukan pekerjaan di Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI (PMBJ-LIPI).
Dunia militer memang erat dengan Jaleswari Pramodhawardani alasannya ayah ialah anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut.
Dikutip TribunKaltim.co dari https://ipsh.brin.go.id/ yang dilansir dari TabloidNova, latar belakang keluarga Dani 90 persen tentara.
“Sosok Ayah sungguh disiplin dan tegas, namun saya tak pernah sekalipun dimarahi Ayah. Justru yang murka Mama.
Sosok militeristik tak ada di rumah. Entah, ya, apabila Papa berhadapan dengan pasukan.
Justru yang terlihat segi kemandirian, ketegasan, dan disiplin beliau.”
Berkat sang ayah pula, Dani sejak kecil bahagia menari dan membaca novel sejarah.
“Beliau senantiasa punya filosofi wacana apa yang dianjurkannya. Misalnya, saya dan dua adik diminta menari Jawa.
Kata beliau, tarian Jawa akan menghaluskan dan melembutkan jiwa saya.
Gerakan yang demikian lambat yakni olah raga dan olah rasa,” kenang Dani yang sungguh mengagumi sang ayah.
Benar saja, sehabis cukup umur Dani mudah tersentuh terhadap hal-hal yang membangkitkan kepekaannya.
“Orangtua senantiasa bilang, janganlah menyakiti orang lain namun bergunalah buat orang lain,” papar Dani yang sempat diterima di Institut Pertanian Bogor.
“Tapi saya tak suka kuliah di sana. Karena saya bahagia bermitra dengan manusia, saya pilih kuliah FISIP di Universitas 17 Agustus Jakarta. Ternyata sehabis dijalani saya suka bidang ini.”
Semasa kuliah Dani punya impian ingin jadi wartawan atau peneliti. Suatu di saat Dani mewakili kampus mengikuti temu karya ilmiah remaja nasional tahun 1986 yang diadakan LIPI.
“Syaratnya, saya mesti mengajukan penelitian.”
Lantas apa yang Dani teliti?
“Semasa kuliah saya naik bus, saya lihat banyak pedagang koran di jalan. Akhirnya, saya teliti seorang remaja pedagang koran di lampu merah. Bukan cuma bicara soal kemiskinan namun juga keamanan.
Sejak itu saya suka bidang ini. Apa yang saya harapkan terjawab, jadi peneliti.”
Lulus kuliah, Dani melamar ke LIPI tahun 1989 dan mulai menjalankan observasi soal kemiskinan dan remaja.
“Sedangkan kajian militer lebih ke working group , menyerupai penataan penganggaran Tentara Nasional Indonesia atau membahas RUU TNI,” kata Dani yang pada 1999 bareng para peneliti muda LIPI sempat menghasilkan workshop di 5 kota besar di Indonesia dengan tema “Hegemoni Militerisme terhadap Kesadaran Sipil”.
Reformasi sektor keselamatan jadi kajian utamanya selaku peneliti LIPI yang dilanjutkannya bareng tim peneliti The Indonesian Institute.
“Sejak itu saya banyak menulis dan diskusi publik, bersanding dengan pengamat lain yang memiliki jam melayang tinggi,” papar Dani.
Oleh alasannya pasca reformasi negara sempat kacau, “Saya terpikat menyaksikan wanita yang jadi korban dari suatu pertikaian politik. Saya pun menghasilkan kajian itu untuk membuka perspektif baru.
Setelah menuntut ilmu kiprah wanita di negara lain dan negara sendiri, perspektif saya makin dibukakan. Meski secara jumlah wanita itu banyak, namun suaranya tidak terwakilkan.”
Di The Indonesian Institute, kajian Dani lebih ke soal militer. Ketika mengatakan soal milter yang pada biasanya laki-laki, Dani sadar dan berpikir agar sanggup duduk setara dengan mereka.
“Satu-satunya cara, memiliki wawasan yang serupa dengan mereka. Perbedaan tak akan terlihat sehabis saya juga tahu duduk masalah yang dibahas.
Pengetahuan militer sanggup dimengerti dengan membaca, mendengarkan, dan melihat. Saya pun disambut baik, meski ada juga yang bertanya-tanya, ini wanita mau bicara apa, sih? Ha ha ha.”
Memang tak mudah mengkritik suatu forum besar dan penting semacam TNI.
“Butuh kesabaran, pengetahuan, pemahaman, dan koordinasi dari banyak sekali pihak. Tapi saya cinta pekerjaan ini, senantiasa bergairah pada opsi kajian wanita dan pertahanan.
Saya ingin dua anak wanita saya juga hidup dalam suasana demokratif, berkeadaban, menghormati hak-hak, dan ada penghargaan terhadap perempuan.”
Sering tampilnya Dani di banyak media, menurutnya, sama dengan pengertian bahwa ide dan pemikirannya semakin tersosialisasikan.
“Yang penting, kan, bukan seberapa banyak saya tampil di teve. Saya bukan selebriti. Sebagai pengamat militer, publik juga enggak terlalu kenal saya, kok. Saya merasa tidak populer,” papar Dani merendah.
Kendati kerap merasa letih bicara di mana-mana, Dani mengaku senantiasa bersemangat.
“Jangan-jangan, apa yang saya bicarakan memang penting. Dan selaku perempuan, saya punya cara pandang berbeda, meski ada wanita lain yang sanggup bicara jauh lebih baik dari saya.”
Menurut Dani, “Banyak orang lebih serius menuntut ilmu soal pertahanan dalam bentuk kajian. Sementara saya lebih otodidak.
Kadang, orang memang mau tahu latar belakang sekolah saya. Maka, saya berusaha lebih untuk menyediakan agar tak terlalu buruk dalam memberi pendapat.”
Walaupun milter sungguh maskulin, katanya, “Ketika ada wanita yang bicara soal ini, kesannya orang ingin menyaksikan dan senantiasa mendengarkan. Perempuan memang mesti mewarnai wacana soal ini.
Perspektif wanita sungguh dibutuhkan. Kadang orang berpikir, masalah pertahanan dominasi laki-laki, padahal tidak, ” tandas Dani.
(*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaharuan lebih lanjut wacana keterangan terkenal lainnya.