Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id – Berikut profil dan biodata Jaleswari Pramodhawardani, staf kepresidenan yang baru-baru ini memberi ultimatum terhadap KKB Papua.
Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Deputi V KSP Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM, Jaleswari Pramodhawardani, memamerkan perayaan terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua untuk secepatnya menghentikan agresi brutal yang tidak berkemanusiaan.
Terlebih lagi aksi-aksi kejahatan ini diarahkan terhadap penduduk sipil, akomodasi layanan publik, akomodasi kesehatan dan pendidikan.
“KKB mesti secepatnya menghentikan langkah-langkah yang serupa sekali tak punya rasa kemanusiaan ini.
Aparat penegak aturan mesti bertindak dan mengerjakan penegakan aturan secara tegas dan tuntas atas serangkaian agresi teror KKB,” kata Jaleswari Pramodhawardani, melansir dari Tribunnews.com, Minggu (19/9/2021).
Kabar terakhir yang diterima KSP menyebutkan bahwa salah satu korban meninggal dunia yakni perawat Gabriella Meilani (22).
Sementara seorang nakes lain yang belum didapatkan yakni Gerald Sokoy (28).
“Kantor Staf Kepresidenan menyatakan sedih cita sedalam-dalamnya atas gugurnya pendekar kemanusiaan menyerupai Ibu Gabriella Meilani, dan hilangnya Bapak Gerald Sokoy yang sudah mendedikasikan hidupnya melayani warga penduduk pedalaman di Papua,” lanjut Jaleswari.
Ia juga menyampaikan bahwa kekerasan oleh KKB ialah langkah-langkah pidana serius terhadap warga Papua yang mesti secepatnya dihentikan.
Terlebih lagi, ia menyayangkan jatuhnya korban nakes yang di sekarang ini kehadirannya sungguh dikehendaki dalam menghadapi pandemi COVID-19 di wilayah-wilayah pedalaman di Papua.
Lebih lanjut, Jaleswari menerangkan bahwa langkah-langkah kekerasan yang dijalankan oleh KKB terhadap tenaga kesehatan ini ialah pelanggaran serius terhadap UU Nomor 39 tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia, UU No. 36 Tahun 2009 mengenai Kesehatan, UU Nomor 29 tahun 2004 mengenai Praktik Kedokteran, UU Nomor 38 Tahun 2014 mengenai Keperawatan, UU Nomor 44 tahun 2009 mengenai Rumah Sakit, dan UU No. 6 tahun 2018 mengenai Kekarantinaan Kesehatan.
Biodata Jaleswari Pramodhawardani
Melansir dari Wikipedia, Jaleswari Pramodhawardani lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 11 Agustus 1964.
Ia yakni akademisi, birokrat dan penggagas wanita yang kini menjabat Deputi V bidang Politik, Hukum, Keamanan, Pertahanan dan Hak Asasi Manusia di Kantor Staf Presiden Republik Indonesia sejak 2016.
Sebelum diangkat menjadi Deputi V, Jaleswari tenar selaku peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan pengamat militer serta pertahanan.
Jaleswari sebelumnya pernah diangkat menjadi Staf Khusus Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto pada tahun 2014 hingga terjadinya reshuffle Sekretaris Kabinet dengan Pramono Anung pada tahun 2015.
Pada 2016 Jaleswari diangkat menjadi Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan dan tidak usang kemudian menjadi Deputi V Kepala Staf Kepresidenan mengambil alih Mayor Jenderal Tentara Nasional Indonesia Andogo Wiradi yang dimutasi menjadi Koordinator Staf Ahli Panglima TNI.
Pendidikan:
- SD Hang Tuah 4
- SMP Negeri 20 Jakarta
- SMA Negeri 39 Jakarta
- S1Â Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
- S2Â Universitas Indonesia
Karier:
- Peneliti Madya (Gol IV/b), Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1998 – Sekarang
- Anggota Dewan Penasehat, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2002 – Sekarang
- Dosen Tamu Universitas Indonesia, 2003 – Sekarang
- Anggota Dewan Redaksi, Majalah PRISMA, 2009 – Sekarang
- Anggota Dewan Pakar, Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN), 2013 – 2016
- Staf Khusus, Sekretaris Kabinet (Eselon I.b), 2014 – 2015
- Staf Khusus, Kepala Staf Kepresidenan RI (Eselon I.b), 2015 – 2016
- Deputi V, Kantor Staf Presiden RI (Eselon I.a), 2016 – Sekarang
- Pengarah, Tim Monitoring Pelaksanaan Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2019 – Sekarang
- Komisaris, PT Pindad, 2021 – Sekarang
Kejamnya KKBÂ Papua Telanjangi Para Nakes
Sementara itu, Para tenaga kesehatan (nakes) yang bertugas di Distrik Kiwirok menjadi korban kekejaman KKBÂ Papua (Kelompok Kriminal Bersenjata Papua).
Mereka tak menduga memperoleh langkah-langkah kejam dari KKBÂ Papua yang membabimuta menyerang para nakes dan suster.
Ya, Senin (13/9/2021), menjadi sedih mendalam bagi para nakes. Mereka memperoleh kekejaman dari KKBÂ Papua.
Ada sembilan nakes yang menjadi korban. Mereka ditelanjangi, Puskesmas Kiwirok dan tempat persembunyian dibakar, para suster dilempar ke jurang kedalaman 30 meter.
Puskesmas di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua kala itu mencekam. Seorang nakes pun meninggal akhir ulah KKBÂ Papua.
Cerita pilu itu diungkapkan oleh nakes yang selamat dari kekejaman KKBÂ Papua, Marselinus Ola Attanila, nakes Puskesmas Kiwirok. Ia menceritakan di saat KKB datang, ia dan rekan-rekannya di saat itu tidak sanggup berbuat banyak sebab lokasi pertama yang dihadiri KKB yakni Puskesmas Kiwirok.
“Saat kejadian, kami sedang bersiaga di Puskesmas Kiwirok, sebab sudah ada pemberitahuan akan ada penyerangan KKB terhadap Pos Pamtas,” ungkapnya di Jayapura, Jumat.Â
“Namun puluhan anggota KKB justru menyerang Puskesmas. Mereka memecahkan beling dan mulai menyiram bensin dan aben puskesmas. Jadi Puskesmas yang dibakar pertama, kemudian bangunan lainnya,” sambung Ola.
Setelah aben Puskesmas, KKB bergerak ke barak dokter yang di saat itu ada dokter, suster dan Mantri. Kemudian KKB juga aben barak dokter sehingga nakes yang tengah bersembunyi di dalamnya terpaksa keluar.
“Karena (barak dokter) dibakar mereka (nakes) berupaya menyelamatkan diri. Dokter sempat digiring ke pinggir jurang, kemudian ditendang masuk ke jurang,” kata Ola.
Sementara ia bareng tiga rekan suster yakni suster K, suster A dan suster G bersembunyi di barak medis. Nahas, KKB juga aben tempat persembunyian itu sehingga mereka pun terpaksa keluar.
“Saat itu kami berempat bersembunyi di kamar mandi, tetapi sebab mereka mulai membakar, kami pun keluar tetapi mereka ternyata sudah menanti di depan barak dengan senjata lengkap dan panah, kemudian kami ke belakang mereka juga ada di sana sementara api kian membesar,” ungkap Ola.
Karena merasa terjepit, jadinya mereka sepakat menyelamatkan diri dengan lompat ke jurang. “Saya yang lompat pertama kemudian disertai ketiga suster.
Saya tersangkut di akar pohon, ada juga yang tersangkut di semak semak,” ujar dia.
Tak disangka, KKB justru mengikuti mereka turun ke bawah. “Kami pikir hingga dibawah jurang sudah kondusif ternyata mereka ikut turun ke bawah.
Mereka memperoleh ketiga suster, sementara saya tidak didapatkan sebab bersembunyi di antara tebing dan akar pohon,” beber Ola yang menjadi juru bicara bagi delapan Nakes lainnya.
KKB yang ikut turun ke dalam jurang, justru mengerjakan agresi lebih kejam terhadap tiga suster yang mereka dapatkan di tengah jurang. Aksi tersebut disaksikan pribadi oleh Ola yang bersembunyi di antara ranting pohon dan semak-semak.
“Saat memperoleh ketiga suster, mereka pribadi kumpulkan dan mengerjakan langkah-langkah tidak manusiawi. Ketiganya ditelanjangi, disiksa, parasnya dipukul bahkan ada yang ditikam. Membuat ketiga suster ini tidak berdaya dan pingsan,” kisah Ola.
KKB kemudian melempar mereka lagi ke jurang. Beruntung suster A dan K sukses selamat dan sadar dari pingsannya, sementara suster G meninggal dunia.
Distrik Kiwirok cuma sanggup dijangkau dengan penerbangan lewat Distrik Oksibil, jarak tempuhnya sekitar 30 menit sementara kalau berlangsung kaki, umumnya penduduk lokal sanggup hingga Kiwirok dari Oksibil, dalam waktu dua malam.
Lamanya waktu tempuh jalan darat dikarenakan belum terbukanya jalan masuk jalan darat. Sebab, tempat tersebut dipenuhi perbukitan cukup tinggi. Mirisnya pengabdian para Nakes di Kiwirok justru mengakibatkan mereka selaku sasaran utama KKB.
Baca pemberitahuan seputar KKB Papua di SURYA.co.id