Perampasan Tanah Petani Desa Temaji, Tuban (2)

Sukisno

Bagikan

TUBAN (Rakyat Independen)- Kegigihan perjuangan puluhan petaniasal Desa Temaji, Kecamatan Jenu, Tuban, demi mengembalikan tanah garapannya yang dicaplok spekulan tanah peruntukan industri di Tuban terus berlanjut. Diperoleh kepastian, pada akhir Agustus ini para petani miskin versus mafia tanah ini akan dihadirkan di gedung DPRD Tuban. Sebelumnya, rapat dengar keterangan pertama telah digelar di Pendapa Kantor Kecamatan Jenu, Tuban.

Melalui pernyataan Badan Pertanahan Kabupaten Tuban (BPN), tanah garapan yang diminta kembali oleh para petani itu awalnya seluas 18 bidang.Terkuak pula,status sebagiantanah garapan para petani itu saat ini sudah dipindahkan kepemilikannya dan bersertifikat atas nama Darno, seorang pemain tanah terkenal di Tuban.

Beralihnya tanah garapan hak petani hingga menjadi penguasaan spekulan tanah karena rekayasa Kepala Desa Temaji berikut sejumlah perangkat desanya.Cara tipu muslihat sampai intimidasi dilakukan pemerintahan Desa Temaji untuk merampas tanah garapan petani yang sudah dikerjakan secara turun menurun tersebut.(Baca:Mengajukan Surat Pajak Tanah,Diancam Dipukul Kursi).

Saelan (56 tahun),seorang perwakilan petani saat menjawab pertanyaan Ketua Komisi A DPRD Tuban, Agung Supriyanto, menceritakan pada tahun 1994 para petani penggarap dimintai cap jempol dan menerima uang sejumlah Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu. Hanya saja, uang tersebut oleh perangkatDesa Temaji dikatakan sebagai uang bantuan. Tetapi dari keterangan Saelan patutdisinyalir, kertas kosong yang telah dibubuhi cap jempol para petani itu kemudian dijadikan dokumen oleh pemerintahanDesa Temaji sebagai bukti administratif pelepasan tanah garapan oleh petani.

“Tidak ada sebutan untuk ganti rugi tanah garapan. Uang Rp 50 ribu Itu murni bantuan dari pemerintah yang disalurkan melalui desa,” seru sejumlah petani Temaji serempak.

Penguat dugaaan kecurangan pemerintahan Desa Temaji terhadap proses perampasan tanah garapan petani juga terungkap ketika BPN Tuban menyampaikan bukti sertifikat salah satu bidang tanah yang dipersoalkan itu. Ternyata pemilik asal tanah yang namanya disebutkan oleh BPN tidak sesuai dengan nama dalam kaitan silsilah keluarga.

Dugaan pemalsuan datapemilik asal tanahlainnya juga mencatut namaalmarhum orang tua Parjan (52 tahun). Parjan adalah koordinator Gerakan Petani Temaji Menggugat.

“Untuk itu kami juga akan menempuh jalur pidana,” tegas Parjan bersama sejumlah petani Desa Temaji.
Ditengarai, pemerintahan Desa Temaji selalubersekongkol dengan spekulan tanah. Penjelasan kejadian di tahun 1994 oleh Saelan itu saat Kepala Desa Temaji dijabat oleh Wartono. Setelah berganti kepala desa, yakni Eko Setyo Cahyono, usaha mengangkangi tanah garapan petani bersama spekulan tanah terus berlanjut.

Bahkan, seorang pejabat desa setingkat Jogoboyo bernama Rohly berani mengeluarkan surat kepada seorang petani penggarap bernama Sholeh. Surat yang ditandatangani Rohly itu berisi pokok kepentingan, yakni Pencabutan Hak Garap dan Pemberian Tali Asih.

Ternyata tindakan sewenang-wenang Rohly itu mendapatkan sikap penolakan dari Sholeh dan keluarganya. Ujungnya? Karena Sholeh dan keluarganya dianggap membangkang dibuatlah skenario intimidasi, tiga orang keluarga Sholeh dilaporkan ke polisi.

“Ini jelas cara licik, mengkriminalisasi untuk merampas hak petani,” lontar Parjan getir. (Agung DePe).
Mengajukan Surat Pajak Tanah, Diancam Dipukul Kursi

Tuban(Rakyat Independen)-Perjuangan petani penggarap Desa Temaji untuk menegaskan hak hukum penguasaan tanah telah terganjal lama. Kisah Kabul (40 tahun) adalah salah satu peristiwa mengecewakan di dalamnya. Tahun 1996, Kabul menghadap Kepala Desa Temaji, Wartono, dengan maksud menanyakan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) baru. Sesuai SPPT 1995 tanah garapan Kabul seluas 2. 740 meter persegi. Celakanya, bukan surat tanah yang didapatkan Kabul tetapi dirinya malah nyaris dipukul kursi oleh bapaknya Wartono.

Untung saja Kabul cukup waspada sehingga ia berhasil menghindari pemukulan itu.”Saya menahan kursi, Kades Wartono ikut memegangi kursi, jadi kami bertiga seperti berebut kursi,” terang Kabul.

Setelah situasi tegang mereda,Kades Wartono tetap bersikukuh tidak memberikan SPPT baru kepada Kabul. Perang mulut berlanjut lagi. Menurut versi Kabul, Kedes Wartono melontarkan kata-kata merendahkan harga diri Kabul.

Saat ini Kabul telah terpisah dari tanah garapannya. Belum jelas akhirnya tanah itu menjadi milik siapa? Kabul hanya berharap, perjuangan para petani penggarap Desa Temaji untuk mengembalikan haknya yang kini tengah berjalan bisa tuntas.

Sempurnanya duka Kabul yang terampas tanahnya masih dipertajam lagi dengan lepasnya tanah garapan mertuanya akibat diakalbulusi komplotan spekulan tanah di Desa Temaji. Kejadiannya bahkan terhitung baru saja, sekira tahun 2005, itu artinya jabatan Kepala Desa Temaji sudah berganti Eko Setyo Cahyono sampai waktu ini.

Bermula dari rayuan para perantara spekulan tanah yang membujuk mertua Kabul. Rencana menipu itu dipergoki Kabul. Untuk sementara selamatlah tanah garapan itu. Berganti hari, ketika mertua Kabul berada di hutan, orang tua buta huruf itu ditemui lagi oleh para perantara spekulan tanah. Karena desakan akhirnya mertua Kabul terpaksa menandatangani sodoran surat penyerahan tanah dengan ganti rugi sebesar Rp 2,5 juta.

Uang didapat tertipu berlanjut. Belum sempat menggunakan uang pelepasan tanah garapan itu, mertua Kabul ditemui sejumlah orang lain yang tidak dikenal. Orang-orang itu mengatakan kepada mertua Kabul dengan ancaman,”Kamu telah menjual tanah milik kepala desa kepada orang lain, jadi mana uang itu, kamu serahkan ke kami,” bentak orang-orang itu, seperti dituturkan Kabul.
Ludeslah sudah. (Agung DePe).

Bagikan

Also Read

Tinggalkan komentar