Pembatalan Haji 2020 Karena Pihak Saudi Tidak Ada Kepastian

moch akbar fitrianto

Bagikan

Rakyatnesia.com – Kementrian Agama dengan sangat berat dan menimbang beberapa aspek sebelum memutuskan bahwa pemberangkatan Haji tahun 2020 dibatalkan. Salah satu faktor utama pembatalan tersebut adalah Tidak ada kepastian dari pihak Arab Saudi.

Menteri Agama Fachrul Razi telah mengumumkan pembatalan keberangkatan jemaah haji. Pembatalan ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia.

“Pemerintah memutuskan tidak memberangkatkan jamaah haji pada tahun 2020 atau tahun 1441 Hijriah,” kata Menag dalam jumpa pers yang disiarkan langsung melalui YouTube, Selasa (2/6/2020).

Menag mengungkapkan salah satu yang menjadi faktor pembatalan pemberangkatan jemaah haji dilakukan karena tidak adanya kepastian dari Arab Saudi.

Menurut Menag, tidak adanya kepastian itu membuat pemerintah Indonesia tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan terkait pelayanan dan perlindungan jemaah.

“Waktu terus berjalan dan semakin mepet. Rencana awal kita, keberangkatan kloter pertama pada 26 Juni. Artinya, untuk persiapan terkait visa, penerbangan, dan layanan di Saudi tinggal beberapa hari lagi. Belum ditambah keharusan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan. Padahal akses layanan dari Saudi hingga saat ini belum ada kejelasan kapan mulai dibuka,” tutur Menag.

“Jika jemaah haji dipaksakan berangkat, ada risiko amat besar, yaitu menyangkut keselamatan jiwa dan kesulitan ibadah. Meski dipaksakan pun tidak mungkin karena Arab Saudi tak kunjung membuka akses,” imbuhnya.

Hal senada disampaikan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Nizar Ali. Nizar menjelaskan pembatalan itu dilakukan karena, dalam komunikasi terakhirnya, pemerintah Arab Saudi belum juga memberikan kepastian.

“Sampai surat terakhir tanggal 1 kemarin yang dikirimkan kepada Kemenag, bahwa komunikasi langsung dengan Menteri Haji tidak bisa memastikan. Bahkan dalam surat itu belum ada kepastian apakah haji ini bisa diselenggarakan atau tidak. Karena melihat kondisi perkembangan COVID yang tidak kunjung selesai,” kata Nizar.

Nizar mengatakan tidak adanya kepastian dari Arab Saudi itu membuat pemerintah Indonesia tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan, terutama dalam hal pelayanan dan perlindungan calon jemaah haji.

“Pak Menteri tadi sudah menyampaikan, karena dihitung mundur dari 26 Juni hingga 2 Juni itu masih tersisa 24 hari, sementara butuh pengurusan visa, kesehatan, dan karantina, dan sebagainya,” kata Nizar.

Selain faktor dari sikap pemerintah Arab Saudi, Kementerian Agama telah melakukan kajian literatur serta menghimpun sejumlah data dan informasi tentang haji di saat pandemi di masa-masa lalu.

Didapatkan fakta bahwa penyelenggaraan ibadah haji pada masa terjadinya wabah telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan di mana puluhan ribu jemaah haji menjadi korban, kita tahu Saudi Arabia pernah menutup haji.

Ibadah haji tahun pada tahun 1814 karena wabah tahun, tahun 1837 dan 1858 karena wabah epidemi, 1892 karena wabah kolera, 1987 karena wabah meningitis. Indonesia juga pernah menutup karena pertimbangan masalah agresi Belanda tahun 1946, ’47 dan ’48. Menteri Agama Faturahman Kafrawi mengeluarkan maklumat Kementerian Agama Nomor 4 1947 tentang penghentian ibadah haji di masa perang itu.

Kementerian agama juga telah melakukan konsultasi kepada otoritas keagamaan di Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendapat pandangan keagamaan terkait pembatalan pemberangkatan jemaah haji di masa pandemi.

Setelah itu, Kementerian Agama juga sudah melakukan konsultasi dengan mitra kami Komisi VIII DPR tentang perkembangan situasi ini baik melalui komunikasi formal rapat kerja maupun komunikasi informal secara langsung.

Berdasarkan kenyataan tersebut pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji pada tahun 2020 atau tahun 1441 Hijriah ini.

“Saya ulangi pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji pada tahun 1441 Hijriah atau tahun 2020 ini, keputusan ini saya sampaikan melalui keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 494 tahun 2020 tentang pembatalan keberangkatan jemaah haji pada pelanggaran ibadah haji tahun 1441 Hijriah atau tahun 2020 Masehi,” ungkap Menag.

Menurut Menag, sesuai amanat undang-undang selain persyaratan kemampuan secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan dan keamanan jemaah haji harus dijamin dan diutamakan sejak dari embarkasi atau debarkasi dalam perjalanan dan juga saat di Arab Saudi.

“Sungguh ini sebuah keputusan yang cukup pahit dan sulit, di satu sisi kita bersama telah berusaha dengan segala upaya untuk menyiapkan penyelenggaraan haji tahun ini sebagai perwujudan tugas pembinaan dan pelayanan tapi di sisi lain kita juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan perlindungan bagi jemaah dan petugas haji, tanggung jawab ini merupakan bagian dari pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin keselamatan warganya, risiko keselamatan dan kemanusiaan menjadi prioritas pertimbangan kami di masa pandemi ini, selain itu juga disebut ibadah yang sangat mungkin terganggu jika haji diselenggarakan dalam situasi masih bertambahnya kasus positif COVID-19 di Arab Saudi dan juga di Indonesia,” papar Menag.

“Keputusan pahit ini yang kita yakini paling tepat dan paling maslahat bagi jemaah dengan petugas kita semua, keputusan pembatalan keberangkatan haji ini sudah melalui kajian yang sangat mendalam karena pandemi COVID-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi dapat mengancam keselamatan jemaah, agama mengajarkan menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan ini,” imbuhnya.

Bagikan

Also Read