Kejaksaan Selidiki Kasus Korupsi, Eks Ketua MK: Itu Sesuai Amanat UU , Kabar Indonesia

Sukisno

Bagikan

Rakyatnesia – Kejaksaan Selidiki Kasus Korupsi, Eks Ketua MK: Itu Sesuai Amanat UU Pencarian perihal Berita Nasional di dunia online kian banyak dilaksanakan masyarakat Indonesia, walaupun sesungguhnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.

[quads id=10]

Pada Tulisan Kejaksaan Selidiki Kasus Korupsi, Eks Ketua MK: Itu Sesuai Amanat UU ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian sistem penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget memperhatikan atau membacanya. Jika anda suka dengan berita ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.

[quads id=10]

 

Rakyatnesia.com – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan tidak ada yang salah dalam kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana khusus korupsi. Sekalipun Kejaksaan tidak disebut dalam UUD, namun kedudukannya sama dengan Kepolisian. 

Pernyataan ini disampaikan Jimly untuk menanggapi tentang munculnya judicial review (JR) yang diajukan sejumlah lawyer atas kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyelidikan perkara korupsi.  

“Tidak ada yang salah (Kejaksaan punya kewenangan penyelidikan korupsi, red), memang begitu sesuai dengan amanat yang diberikan undang-undang,” kata Jumly, Senin (29/5).

Dipaparkan Jimly, Kejaksaan memag tidak disebut dalam konstitusi. Kewenangan kejaksaan melakukan penyidikan pidana khusus diatur dengan UU.  

“Tidak semua diatur di konstitusi. Hal-hal yang teknis diatur dengan UU. Jika pidana khusus kejaksaan bisa langsung melakukan penyidikan, tetapi kalau pidana umum harus lewat kepolisian,” papar Jimly.

Baca Juga: Kalangan Aktivis Dukung Kejaksaan Periksa dan Mutasi Jaksa Nakal di Kejari Madiun

Memang ada sejumlah pihak yang menafsir polisi lebih tinggi dibanding kejaksaan. Hal ini karena setelah reformasi, polisi tercantum dalam Pasal 30 UUD (tentang pemisahan TNI-Polri), sementara kejaksaan tidak. “Tafsir ini tidak benar,” kata dia.

Dijelaskan Jimly, pencantuman Polri dalam UUD dilakukan karena saat amandemen UUD isu penting reformasi adalah pemisahan TNI-Polri. TNI sebagai alat pertahanan negara, sementara Polri pelindung dan keamanan masyarakat. 

“Ini yang sering dijadikan alat untuk mengatakan Polri itu lebih penting dibanding Kejaksaan. Itu tidak benar,” jelas Jimly.

Jimly memaparkan, sebenarnya Kejaksaan juga mau dimasukkan dalam UUD. Cuma saat reformasi kan banyak sekali isu penting supaya masuk ke konstitusi, sehingga sekalipun dalam draft rancangan ketiga UUD dan rancangan keempat UUD, (masalah kejaksaan) itu ada, dan masuk dalam risalah pembahasan BP (Badan Pekerja) MPR ada. 

“Tapi tidak ada kesepakatan dan didrop,” jelas dia. 

Tapi diganti dengan pasal 24 ayat 3 yang berbunyi: badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekeuasaan kehakiman diatur dengan UU. Pasal ini berasal dari ide untuk mencantumkan kejaksaan. “Inilah termasuk dinamakan lembaga yang memiliki konstitution importance yang sama denga lembaga yang disebut dalam konstitusi,” papar anggota DPD RI ini. 

Dengan demikian, ungkap Jimly, sekalipun Kejaksaan tidak disebut secara eksplisit dalam UUD, tapi sama pentingnya dengan kepolisian. Bahkan Kejaksaan dalam sistem peradilan pidana terpadu,  yang ada di berbagai negara, dominis litis atau pemegang perkara adalah kejaksaan.  Sedangkan fungsi kepolisian adalah menunjang dominis litis.

Dikutip dari Jawa Pos

Bagikan

Also Read

Tags