Kopi Kothok Mbah Istawa Japah, Yang Melegenda Hingga 40 tahun
BLORA (Rakyat Independen)- Menikmati kopi kothok menjadi kebiasaan sebagian warga masyarakat di Kabupaten Blora. Di warung kopi kothok, tak hanya nyruput wedang (sebutan kopi), tetapi lebih menjadi ajang komunikasi dan tukar informasi antar warga alias sesame pengopi.
Tak terkecuali, hal serupa juga terjadi di warung kopi milik pasangan suami istri (Pasutri), Istawa (64) dan Lasmi (60) warga Japah Kecamatan Japah. Di warung sederhana itu mereka berdua menekuni pekerjaan berjualan kopi itu sejak 40 tahun silam.
Bangku serta meja di warung kopi Istawa nampak mengkilap. Itu bukan karena di cat atau di pelitur, melainkan karena seringnya ditempati banyaknya orang-orang yang ngopi di warung situ. Juga kursi yang sering diduduki pengunjung juga cukup mengkilap. Dinding kayu warung itu juga terlihat gosong akibat kepulan asap kayu bakar.Tak heran, jika untuk menikmati segelas atau secangkir kopi kothok, bisa menghabiskan waktu ber jam-jam.
Istawa mengaku, di warungnya tidak menyediakan jenis jajanan lainnya kecuali menu tambahan kopi kothok campur susu.
“Saya jualan kopi kothok mulai harga Rp50 per gelas, pada awalnya saya menghabiskan setengah kilo gram kopi dan setengah kilo gram gula setiap hari. Kalau sekarang buka siang malam menghabiskan kopi 13 kg, yang dikothok sendiri dengan kayu bakar,” kata Istawa sambil mengenang nostalgianya.
Menurutnya, para penikmat kopi yang datang tidak hanya dari kalangan warga sekitar, melainkan dari luar daerah, juga jauh-jauh datang ke watrungnya hanya untuk menikmati kopi kothok Istawa sambil sharing dan bertukar informasi pada sesama penikmat kopi itu.
“Pak Camat, juga sering ngopi di sini. Termasuk bapak polisi dan tentara serta perangkat desa sini. Kalau di sini juga taneg (lama) menikmati kopi kothok bauatan saya,” kata Istawa bangga.
Untuk menuju warung kopi kothok Istawa tidaklah sulit. Lokasinya ada di belakang pasar tradisional Kecamatan Japah. Hampir semua warga sekitar mengetahui warung kopi sederhana itu.
Usaha yang ditekuni selama 40 tahun itu, sejatinya meneruskan usaha mertua yang pada era sebelumnya juga berjualan kopi kothok.
“Saya melanjutkan usaha bapak mertua yang namanya Mbah Singorejo, beliau sudah meninggal dunia cukup lama, waktu itu kami masih pengantin baru,” kenangnya.
Sementara itu, salah satu pengunjung Heri Puromo mengaku heran saat pertama kali datang di warung kopi mbah Istawa.
“Awalnya saya heran kok sudah bersih apa sudah habis? Dan ternyata memang di warung mbah Istawa tidak menyediakan jajanan lainnya kecuali kopi,” terangnya.
Ia mengaku warung kopi mbah Istawa lain dari pada yang lain, dari rasa kopinya pun berbeda oleh sebab itu banyak para pengunjung yang ngopi dan saling bertukar pikiran di warung tersebut. Kopi Mbah istawa telah melegenda, dengan rasa kopi yang mantep jika di banding kopi di tempat lainnya. **(Priyo).