Bursa Calon Wakil Presiden yang Belum Ditetapkan oleh Prabowo
rakyatnesia.com – Calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), Prabowo Subianto, hingga saat ini masih belum mengumumkan siapa calon wakil presiden yang akan mendampinginya dalam Pemilihan Presiden 2024.
Ini menjadi sorotan, mengingat pendaftaran pencalonan presiden dan wakil presiden telah dibuka oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak Kamis, 19 Oktober, dan akan berlangsung hingga 25 Oktober 2023.
Sementara itu, dua rival Prabowo, yaitu Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, telah mengumumkan pasangan calon wakil presiden masing-masing.
Anies berpasangan dengan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), sedangkan Ganjar berduet dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Beberapa pekan yang lalu, empat nama menjadi sorotan sebagai calon wakil presiden Prabowo. Mereka adalah Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, dan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
Nama Gibran semakin banyak disebut-sebut sebagai calon wakil presiden Prabowo, terutama setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memungkinkan seseorang yang berusia di bawah 40 tahun untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden, asalkan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah di tingkat kota/kabupaten atau provinsi.
Di lain sisi, kemarin, beredar surat keterangan tidak pernah dipidana sebagai syarat cawapres yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk Erick Thohir dan Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra.
Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menilai dari nama-nama yang muncul, Erick Thohir semakin menguat, terutama setelah Mahfud terpilih sebagai pasangan Ganjar. Menurutnya, terlalu berisiko bagi Prabowo jika akhirnya menggandeng Gibran.
Ia mengatakan Prabowo bisa dianggap mempertebal potret dinasti politik, sehingga akan mempengaruhi elektabilitasnya. Sementara itu, Mahfud merupakan sosok yang dikenal sebagai salah satu ahli hukum di Indonesia yang sangat mumpuni.
“Dengan pengangkatan Mahfud MD itu, Gibran menurut saya bisa dianulir. Saya berpendapat dari nama-nama itu menurut saya Erick yang leading,” kata Adib saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis.
Adib menilai Menteri BUMN itu selama ini telah mencoba membangun reputasi politik lewat berbagai macam segmentasi secara pelan-pelan dan bertahap. Mulai dari menjadi Ketua PSSI dan membangun image yang menyasar generasi milenial dan generasi Z.
Erick pun berupaya mendekati Nahdlatul Ulama (NU) hingga didapuk jadi anggota kehormatan Barisan Ansor Serbaguna NU (Banser) pada 2021.
Erick menurutnya cukup bisa diandalkan untuk bersaing mendapatkan suara NU di tengah dua rival Mahfud dan Cak Imin yang juga memiliki basis suara NU yang tinggi, khususnya di Jawa Timur.
Selain itu, kata Adib, nama Erick tidak akan menimbulkan banyak friksi di dalam KIM. Sebab, Erick berpengalaman di bidang eksekutif dan tak jadi kader parpol.
“Saat ini banyak yang tidak fokus mengelola pada pemilih pemula, milennial, dan gen Z, dan Erick bisa memanfaatkan itu. Networking-nya, image profesionalnya, dan dia merasa berhasil,” ucapnya.
Sementara itu, Adib berpendapat Yusril belum bisa menyaingi pamor Mahfud MD. Meskipun sama-sama terkenal menjadi pakar hukum, tetapi Yusril dianggap hanya dikenal sebagai praktisi hukum.
Selain itu, nama Yusril sejauh ini jarang muncul pada survei elektabilitas cawapres, sehingga sulit untuk menebak tingkat kepopulerannya dan tingkat keterpilihannya di masyarakat.
“Kalau Gibran ‘kalah’ digas dengan munculnya Mahfud MD. Kalaupun memaksakan Pak Yusril, ini saya kira enggak terlalu kuat, kalau untuk menandingi Mahfud MD saya kira masih jauh,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago menilai baik Erick, Gibran, maupun Yusril sama-sama memiliki peluang. Nama Khofifah juga masih laik dipertimbangkan.
Khofifah merupakan tokoh perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PP Muslimat NU dalam empat kepengurusan. Khofifah juga Gubernur Jawa Timur yang merupakan provinsi kedua basis suara tertinggi dalam kontestasi politik.
“Tapi kalau kita membaca dalam tiga cawapres yang berpeluang seperti Gibran, Erick, dan Yusril tentu ada beberapa variabel,” kata Arifki, Rabu (18/10).
“Gibran tentu secara elektoral kita melihat peluang ini akan memperlihatkan Jokowi (Presiden Joko Widodo) berpihak kepada Prabowo. Sementara Erick, kita melihat bagaimana ada peluang elektoral yang lebih ke pendanaan. Yusril lebih kepada penyeimbang Mahfud MD yang secara posisi lebih kepada pakar hukum,” imbuhnya.
Dari ketiga nama itu, Arifki berpandangan Erick bisa menjadi opsi jalan tengah bagi Prabowo dan KIM. Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat sebagai parpol parlemen menurutnya tidak akan keberatan dengan hal itu.
Sementara Gibran secara elektoral menurutnya sudah teruji di Solo, tetapi ia menilai peluang putra sulung Presiden Jokowi itu masih 50:50. Sebab, publik dikhawatirkan resisten lantaran Gibran direpresentasikan sebagai politik dinasti sehingga mempengaruhi elektabilitas.
“Jalan tengah Erick ada kedekatan dengan Jokowi, dan secara pilihan politik dia tidak terlalu resisten,” ujarnya.
Arifki menilai kecil kemungkinan Golkar dan Demokrat hengkang dari koalisi jika Erick yang digandeng jadi cawapres Prabowo. Menurutnya, Golkar dan Demokrat sudah pas di koalisi Prabowo.
Selain itu, sedari awal mereka juga telah sepakat untuk menyerahkan keputusan cawapres kepada Prabowo. Apalagi KIM menurutnya dekat dengan Jokowi, sehingga semakin sulit bagi Demokrat dan Golkar hengkang.
“Pak Jokowi yang memang menjadi king maker dari KIM ini akan semakin menyulitkan bagi Demokrat dan Golkar keluar dari koalisi,” ujar Arifki.
Belum lagi mereka harus mempertimbangkan etika politik jika memilih berlabuh ke koalisi lain ataupun hengkang untuk membentuk poros baru. Kemungkinan-kemungkinan itu menurutnya susah terealisasi ketika penutupan pendaftaran ke KPU tinggal sepekan saja.
Senada, Adib juga menilai meskipun peluang itu masih ada, tetapi rasa-rasanya sangat kecil kemungkinan untuk terjadi. Adib menganggap Demokrat dan Golkar kini sudah tidak punya pilihan, sehingga kemungkinan besar akan tetap patuh pada apapun keputusan yang diambil Prabowo.
Adib juga menilai muskil apabila dalam waktu yang dekat ini bakal ada poros baru untuk memecah suara misalnya. Ia meyakini kontestasi politik 2024 akan diikuti tiga pasangan calon.
“Kemungkinan Golkar dan Demokrat cabut bisa juga, tetapi saya kira sudah tidak punya pilihan. Kalaupun cabut, tetapi keluar untuk tidak menang, keluar untuk mengacak kontestasi dan dukungan suara, hanya sekedar memberikan suara untuk deal politik. Tapi saya kira kemungkinan kecil itu,” ujar Adib.