Beberapa Larangan Terkait Kuburan (Bagian 2) Huruf Arab Dan Latin
Lanjutan dari Beberapa Larangan Terkait Kuburan
Jika Anda mengatakan, “Bagaimana jika seseorang membangun di atas kuburan dengan asumsi untuk menjaganya?”
Kami katakan, penjagaan terhadap kuburan tidak harus dengan melakukan hal tersebut, seperti bisa dibuatkan pagar yang mengelilingi pekuburan secara umum jika memang itu di kuburan umum, atau hanya satu kuburan saja.
Adapun jika ada kekhawatiran akan dibongkarnya kuburan, maka kuburan tersebut diratakan dengan tanah.
Oleh karena itu, para ulama mengatakan,
“Jika seorang muslim meninggal dunia di negeri kafir, lalu dikhawatirkan akan dibongkarnya kuburannya, maka kuburan tersebut diratakan dengan tanah.”
Maksudnya, tidak ditampakkan, karena adanya kekhawatiran terhadapnya. Jadi, jika seseorang khawatir terhadap keamanan kuburan orang lain, maka kekhawatirannya bisa dihilangkan dengan cara lain selain membangun bangunan di atasnya.
Sebab, bagaimana pun juga, membangun bangunan di atas kuburan hukumnya haram.
4. Adanya konsekuensi hukum terkait satu wasilah (perantara), dan bahwa wasilah memiliki hukum sama dengan tujuannya.
Ini merupakan kaidah syariah yang dipandang sebagai hujjah oleh para ulama.
Kaidah ini memiliki dalil yang cukup banyak di antaranya hadits yang telah disebutkan di atas. Dalil lainnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Dan Janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan.” (QS. Al-An’aam: 108)
Hal itu disebabkan karena ketika memaki sesembahan orang-orang kafir, maka itu menjadi penyebab dimakinya Allah Ta’ala. Sehingga, Allah Ta’ala melarang memaki sesembahan orang-orang kafir.
Karena wasilah (perantara) memiliki hukum yang sama dengan tujuannya.
5. Syariat menutup semua jalan yang dapat menghantarkan kepada kesyirikan, meskipun jalan itu jauh.
Hal ini tercermin dari larangan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk mengapuri dan membangun kuburan.
6. Haramnya menghinakan kuburan, berdasarkan perkataannya, “Duduk di atasnya (kuburan).”
Di rakyatnesia bentuk menghinakan kuburan adalah mengencinginya atau berak di atas atau di sekitarnya.
Oleh karena itu, para ulama menuturkan,
“Diharamkan kencing di rakyatnesia kuburan dan di atasnya, demikian pula berak. Sebab, dalam perbuatan tersebut terkandung penghinaan terhadap kuburan, sementara kuburan itu dimuliakan.”
Jika seseorang mengatakan, “Apakah bisa disimpulkan dari perkataannya, “Duduk di atasnya (kuburan),” sebagai dasar perlindungan terhadap kuburan?”
Kita katakan, bisa saja disimpulkan demikian, meskipun terkadang seseorang mengatakan,
“Kuburan pada masa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam tidaklah berdinding?”
Hal tersebut bisa dijawab, bahwa memberi perlindungan terhadap kuburan bukanlah perkara yang dilarang, bahkan itu merupakan perantara untuk melindungi kuburan dari penghinaan.
Alasannya, jika kuburan tidak diberi dinding mungkin saja orang-orang akan menghinakannya, atau mungkin saja mereka berbuat jahat terhadap tanah kuburan sehingga mereka memasukkan sebagian tanah kuburan kepada tanah milik mereka. Wallahu A’lam.
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]