Militer Israel Menghancurkan Universitas Al-Azhar di Gaza, Menewaskan 15 Orang
rakyatnesia.com – Pada Sabtu (4/11), militer Israel melancarkan serangan dan menghancurkan Universitas Al-Azhar di Gaza. Tragedi ini menewaskan 15 orang, saat kampus yang dimiliki oleh PBB tersebut digunakan sebagai tempat penampungan bagi pengungsi di Jalur Gaza utara.
Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), yang merupakan organisasi advokasi dan hak-hak sipil Muslim terbesar di Amerika Serikat (AS), merasa sangat marah dan menganggap bahwa pemerintah AS memfasilitasi genosida yang dilakukan oleh Israel di Palestina.
Selain Universitas Al-Azhar, fasilitas PBB lainnya juga menjadi sasaran serangan Israel. Serangan udara Israel terhadap sebuah rumah di kamp pengungsi Maghazi telah menyebabkan kematian 51 warga Palestina dan melukai puluhan lainnya. Israel telah mengambil nyawa hampir 10.000 warga sipil Palestina, termasuk ribuan anak-anak dan perempuan.
Dalam pernyataannya pada Sabtu (4/11), CAIR mengutuk tindakan pembantaian yang dilakukan oleh pemerintah Israel terhadap warga sipil Palestina, yang terjadi di berbagai tempat mulai dari jalan raya, rumah sakit, hingga kamp pengungsian. CAIR juga menekankan bahwa hukum perang internasional secara tegas melarang penargetan fasilitas medis.
Dalam sebuah pernyataan, Direktur Komunikasi Nasional CAIR, Ibrahim Hooper mengatakan, sangat penting bagi komunitas internasional untuk turun tangan menghentikan kampanye genosida rasis apartheid pemerintah Israel yang menargetkan rakyat Palestina.
“Cakupan serangan Israel tidak pandang bulu terhadap kamp pengungsi, pengungsi yang melarikan diri, jurnalis, fasilitas medis, ambulans, masjid, gereja, infrastruktur penting, dan sekarang lembaga pendidikan,” kata Ibrahim Hooper di situs resmi CAIR.
“Fakta bahwa negara kita memfasilitasi genosida ini merupakan noda moral yang akan tetap ada hingga generasi mendatang. Harus ada gencatan senjata sekarang,” lanjutnya.
Awal pekan ini, CAIR mengutuk serangan berulang Israel terhadap kamp pengungsi Jabalia di Gaza, yang menyebabkan sejumlah orang tewas dan terluka.
CAIR juga mengaku “kehabisan kata-kata” untuk menggambarkan kekecewaan komunitas Muslim Amerika terhadap pemerintahan Joe Biden, yang menolak tuntutan gencatan senjata dalam perang Israel-Hamas.
CAIR meminta Presiden AS Joe Biden untuk “menghentikan kegilaan” setelah pasukan Israel membantai lebih dari 100 warga Palestina dalam pemboman di kamp yang sama, menyiksa tahanan Palestina yang telanjang di depan kamera di Tepi Barat, memaksa seorang tawanan yang ditutup matanya untuk meneriakkan “hidup Israel,” dan menggunakan tank untuk meledakkan kendaraan sipil yang melarikan diri di Gaza utara.
CAIR baru-baru ini juga menyatakan tidak bisa menerima apabila pemerintahan Joe Biden terus menolak mengupayakan gencatan senjata di Gaza meskipun terdapat fakta bahwa banyak pelancong dan sandera asal AS ikut terancam dalam aksi bombardir Israel yang menewaskan lebih dari 9.000 orang, termasuk ribuan anak-anak.
CAIR sebelumnya menyebut serangan sembarangan pemerintah Israel terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil di Gaza sebagai “genosida”, setelah jumlah korban tewas warga Palestina mencapai 5.000 orang.
CAIR juga mengatakan para pejabat AS akan terlibat dalam pembersihan etnis di Gaza kecuali mereka melakukan intervensi setelah pemerintah Israel mengumumkan bahwa warga sipil Palestina yang menolak meninggalkan rumah mereka di Gaza utara dapat diidentifikasi sebagai kaki tangan Hamas, dan mungkin menjadi sasaran pembunuhan oleh pasukan Israel.