Sutiyono, Sang Pemburu Burung Emprit di Sranak, Trucuk
BOJONEGORO (Rakyat Independen)- Banjir luapan Bengawan solo yang terjadi di wilayah Kabupaten Bojonegoro di awal Nopember lalu, membuat was-was petani di wilayah Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Pasalnya, mereka takut jika terjadi banjir besar maka bisa membuat tanaman padi miliknya hancur dan gagal panen.
Tapi, ternyata banjir itu hanya sesaat saja dan tak sampai membuat tanaman padi miliknya mati. Kini mereka dapat tersenyum bahagia sebab padinya sekarang sudah mulai menguning. Sehingga, sebentar lagi mereka bisa memanen padinya itu.
Saat padi mulai menguning, muncul persoalan baru yaitu banyaknya burung emprit (Manuk Emprit, Jawa Red), yang menyerang buah padi petani yang sudah mulai menguning, hal itu bisa membuat tanaman padinya ludes tak tersisa. Untuk itu, mereka perlu memiliki tenaga kerja untuk menjaga tanaman padi miliknya dari serangan burung emprityang juga disebut hama itu.
Salah seorang warga Desa Sumberejo, Kecamatan Trucuk Sutiyono (71), selama beberapa hari ini memiliki kesibukan khusus yaitu menjaga sawah milik Darim (57) seorang Pj Kepala Desa Sranak yang berada di depan Balai Desa Sranak.
“Saya menjaga tanaman padi dari serangan burung emprit sudah hampir 3 minggu lebih. Sebab kalau tidak dijaga pasti habis dimakan burung emprit yang setiap datang dengan jumlah ratusan itu,” tegas Sutiyono, Kamis (3/11/2016).
Untuk melakukan tugasnya itu, dia membuat tembak-tembakan yang bisa berbunyi seperti mercon agar bisa mengusir burung emprit itu. Dia membuat alat tembak-tembakan dari kaleng susu yang disambung-sambung dengan menggunakan isolasi, diujungnya ditutup dengan ujung botol. Pada tutup botol itu dikasih pemantik api yang diambilkan dari korek bensol.
Agar tembak-tembakannya bisa berbunyi seperti suara mercon, maka di batang atau di dalam kaleng itu diberi spiritus secukupnya, setelah itu ditutup lagi dengan tutup botol yang sudah ada pemantik apinya itu. Lalu pemantik api ditekan hingga terjadi letupan api sehingga muncul bunyi yang cukup keras seperti suara tembakan. Dengan begitu, burung emprit menjadi takut kemudian terbang lagi dan tak sempat makan padi yang dijaganya itu.
“Saya membuat alat sendiri ini. Dengan melihat tembak-tembakan milik tetangga yang sebelumnya sudah membuat alat pemburu burung emprit seperti ini. Ternyata, alat ini ampuh sekali untuk mengusir burung emprit,” katanya sambil mempraktekkan, dengan menembakkan alat itu yang di arahkan ke sawah, seperti layaknya orang menmbak beneran.
Dalam pekerjaan itu, dia digaji sama dengan upah mengerjakan sawah yaitu sehari Rp 60 ribu. Hanya saja, bagi dia uang itu sudah lebih dari cukup sebab dia memperoleh makan dan minum gratis pemilik lahan yaitu di rumah Darim (57), yang menurut dia sudah diikutinya selama 17 tahun itu.
Sekedar diketahui, untuk mengamankan tanaman padi milik Darim seluas 4,5 hektar itu, ditugaskan 3 (tiga) orang untuk memburu burung emprit agar tanamanya padinya aman dari serangan burung emprit. Sehingga tanaman padinya dapat dipenen dengan baik pada musim padi tahun ini. **(Kis/Puji).