Hukum Untuk Bersetubuh di Malam Takbiran Idul Adha, Mubah atau Makruh

moch akbar fitrianto

Bagikan

rakyatnesia.com – Umat Islam akan merayakan Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah setiap tahunnya. Jelang pelaksanaan Idul Adha, umat Islam akan ber bondong-bondong untuk mengumandangkan takbir.

Lalu bagaimana hukum untuk bersetubuh di malam takbiran Idul Adha?

Hukum Berhubungan Suami-Istri di Malam Takbiran Idul Adha

Berdasarkan penjelasan dari Ustadz HIkmatul Luthfi bin KH Imam Syamsudin yang dikutip dari laman NU Online, hukum berhubungan suami istri pada malam hari raya atau malam lainnya adalah halal mubah.

Namun, pada kondisi tertentu hukum berhubungan suami-istri ini menjadi haram. Beberapa kondisi yang dimaksud seperti apabila pihak istri dalam keadaan haid atau nifas, dalam keadaan berpuasa, atau sedang Ihram haji dan umrah.

“Dalil kami untuk menanggapi argumentasi semua pendapat di atas adalah seperti yang dikemukakan Ibnu al-Mundzir bahwa berhubungan badan hukumnya boleh karena itu kita tidak bisa melarang dan memakruhkannya tanpa dalil. ( Al-Majmu’ Juz. 2, h. 241)

Kendati demikian, terdapat waktu-waktu tertentu yang di mana dilarang berhubungan suami istri, yaitu pada malam awal bulan, pertengahan, dan akhir bulan.

Ibnu Hajar dalam kitab Tuhfatul Muhtaj mengatakan:

قِيلَ يَحْسُنُ تَرْكُهُ لَيْلَةَ أَوَّل الشَّهْرِ وَوَسَطِهِ وَآخِرِهِ لِمَا قِيلَ إنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُهُ فِيهِنَّ وَيُرَدُّ بِأَنَّ ذَلِكَ لَمْ يَثْبُتْ فِيهِ شَيْءٌ وَبِفَرْضِهِ الذِّكْرُ الْوَارِدُ يَمْنَعُهُ

“Dikatakan bahwa bagus jika meninggalkan berhubungan badan pada malam awal bulan, pertengahan, dan akhir bulan, dengan disebutkan bahwa setan itu datang pada malam-malam tersebut. Namun ungkapan ini ditolak dengan sebab tidak adanya dalil yang tsabit sedikit pun, dan kewajiban membaca doa sebelum berhubungan badan itu akan dapat mencegah keburukan setan (Tuhfatul Muhtaj, Juz 3h. 187)

Larangan Berhubungan Suami-Istri pada Malam Hari Raya

Jika dilihat dari perspektif tasawuf, terdapat sejumlah riwayat yang menyatakan larangan hubungan suami istri pada malam hari raya, malam awal, tengah dan akhir bulan.

Hal ini dikemukakan kitab Qurrotul ‘Uyun, Fathul Izar. Juga dalam kitab Ihya’,:

وَيَكْرَهُ لَهُ الجِمَاعُ فِي ثَلَاثِ ليَالٍ مِنَ الشَّهْرِ الأَوَّلِ وَالْأخِرِ وَالنِّصْفِ يُقَالُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ الْجِمَاعَ فِي هذِهِ الليَالِي ويُقَالُ إِنَّ الشَّيَاطِيْنَ يُجَامِعُوْنَ فِيْهَا

‘Makruh bagi seseorang berhubungan badan di tiga malam tiap bulannya yaitu awal bulan, pertengahan bulan, dan akhir bulan’, dikatakan bahwa setan hadir jimak pada malam-malam ini dan dikatakan bahwa setan-setan itu berjimak di malam-malam tersebut (Ittihaf Sadat al-Muttaqin Syarh Ihya ‘Ulumiddin, Juz. 6 h. 175).

Perlu digarisbawahi, larangan dalam hal ini hanya sampai pada makruh, tidak pada haram. Hikmah dari dimakruhkannya hubungan suami istri pada malam-malam yang disebutkan tadi dimaksudkan agar umat muslim dapat memaksimalkan ibadah pada waktu-waktu tersebut.

Pada malam hari raya, umat muslim diperintahkan untuk berdoa sebab pada malam tersebut merupakan waktu diijabahnya doa. Malam hari raya baiknya diisi dengan memperbanyak dzikir dan takbir.

Bagikan

Also Read