FeaturedCatatan Tepi

Bupati Suyoto ‘Melawak’ di Jakarta? Oleh: AgungDePe (catatan bagian pertama)

Satire politik Bupati Suyoto bisa dimulai dari ungkapan Nikita Khrushchev, Perdana Menteri Uni Soviet. ”Politisi itu sama saja di mana-mana. Mereka berjanji membangun jembatan, bahkan di tempat yang tidak ada sungai.”

Pada Oktober 1964, Khruschev dipaksa mundur dari kekuasaan setelah mendapat tekanan dari para koleganya di Partai Komunis. Pasalnya, dia dinilai bertangungjawab membawa kemerosotan ekonomi Soviet saat itu.

Sarkasme ‘ngompol’ diucapkan oleh Maria de Eca de Queiroz, penulis realis Portugis, ”Politisi dan popok bayi harus sering diganti dan keduanya dilakukan karena alasan yang sama.”

Bagaimana dengan ironi kemiskinan satu orang adalah sebuah tragedi, tetapi penanganan kemiskinan di Bojonegoro hanya mengotak-atik deret ukur statistikasaja?

Di tahun 2016 APBD Bojonegoro Rp 3,5 triliun, tertinggi nomor dua di Jawa Timur, setelah kota Surabaya. Kontradiksinya, Bojonegoro disebutkan sebagai kabupaten termiskin ke-9 di JawaTimur.

Kalau kemudian dibandingkan dengan kabupaten terdekat, yakni Lamongan, APBD Kabupaten Lamongan tahun 2016 sebesar Rp 2,5 triliun. Lamongan menduduki urut an kabupaten termiskin ke-8 di Jawa Timur.

Jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Lamongan berimbang, masing-masing sekira 1,4 juta jiwa. Sama-sama menduduki rangking kabupaten berpredikat termiskin, Bojonegoro di atas Lamongan.

Inilah bukti pertama ‘lawakan’ Suyoto setelah delapan tahun menjadi Bupati Bojonegoro. Dengung jargon yang begitu memikat untuk “Membawa Bojonegoro Lebih Baik dari Lamongan” di masa kampayenya tahun 2007 sebagai calon Bupati Bojonegoro periode 2008-2013, dan berlangsung hingga hampir habis pada masa jabatannya kedua, Bojonegoro tetap tidak lebih sejahtera daripada kabupaten Lamongan.

Meski patut dibilang telah gagal memenuhi janji politiknya, Bupati tersohor itu kini sedang bersolek pernyataan menjajakkan dirinya di bursa calon Gubernur DKI Jakarta. ”Saya persilakan diperbincangkan, toh saya ini kan buku terbuka. Apa yang saya kerjakan juga terbuka untuk dikritik dan dibandingkan,” ujarSuyoto, sebagaimana dikutip dari KOMPAS.COM (14/4/ 2016).

Saat ditanya apakah akan meninggalkan Bojonegoro, Suyoto pun menjawab. ”Saya tingal 1,5 tahun lagi di Bojonegoro. Jadi, ini momen yang pas.”
Tinggal glanggang colong playu? PeribahasaJawa yang berarti tidak bertangungjawab itu semakin pantas disandangkan kepada Suyoto? Ia boleh naïf. Paradok saltingkah politik pernah dicibirkan oleh Wakil Presiden AS, Adlai Stevenson, “Hal terberat dalam kampanye politik apa pun adalah bagaimana menang tanpa membuktikan bahwa anda tidak layak untuk menang.”

Dalam gig (istilah pertunjukan pelawak) dikenal closing line (joke dalam sebuah penampilan biasanya mengundang tawa yang hebat), atau Suyoto sedang melakukan dying (sebuah proses sebelum gagal)?
Lalu apa modal penjangkau politik Suyoto dari Bojonegoro untuk Jakarta dihadapkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)?

Regresinya bisa dibaca dalam konteks ini. Di era bupati sebelum Suyoto, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro telah membangun gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sosodoro Djatikoesoemo dengan biaya dari APBD sebesarRp 110 miliar. Sejak Suyoto berkuasa, hingga terhitung Sembilan tahun gedung fasilitas medic bagi masyarakat itu dibiarkan berlarut-larut mangkrak.

Munculnya desakan dari berbagai kalangan untuk secepatnya memfungsikan rumah sakit tipe B itupun disikapi Bupati Suyoto dengan berbagai dalih kesulitan.

Sampai puncaknya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro, Mitro’atin, bertaruh akan turun dari jabatannya jika pemanfaatan RumahSakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Sosodoro Djatikoesoemo meleset dari kesepakatan pada bulan Juli 2016.

“Kalau sampai akhir Juli 2016 tidak difungsikan atau direalisasikan, saya siap turun dari jabatan Ketua DPRD Bojoneoro,” tegasnya kepada pers, Senin (18/01/2016).

Kovariasi Bupati Suyoto yang tidak serius peduli rumah sakit di Bojonegoro lalu ‘dilebih kurangkan’ dengan capaian Gubernur Ahok yang sangat memperhatikan rumah sakit di Jakarta, jelas njomplang takarannya.

Di bulan April tahun 2015, Ahok telah meresmikan secara simbolis pembangunan 15 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Jakarta. Itu sebagai pembuktian Ahok terhadap janjinya menambah beberapa rumah sakit di DKI Jakarta.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan dana hinggaRp 20 miliar untuk operasional di masing-masing RSUD yang diresmikan itu. Rumah sakit tipe D tersebut sebenarnya merupakan puskesmas yang telah ditingkatkan jumlah kamar inap dan dokter spesialisnya.

Sebelumnya, Ahok mengatakan akan segera menambah jumlah RSUD dan menyediakan fasilitas puskesmas keliling di tiap kelurahan di Ibu kota.

Berlanjut ketahun 2016, tepatnya (4/6/2016), saat Ahok meresmikan operasional empat unit Rumah Sakit tipe D, mengatakan, ” Perubahan kenaikan kelas puskesmas tingkat kecamatan menjadi rumah sakit umum kecamatantipe D tersebut dapat memudahkan warga masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, tanpa harus menempuh perjalanan jauh menuju rumah sakit umum daerah.

Terpisah, di Bojonegoro Bupati Suyoto mengatakan, seringnya overload pasien di RSUD Sosodoro Djati Koesoemo lama, itu juga terjadi di semuarumah sakit umum di seluruh Indonesia.

“Di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya juga begitu,” jelas bupati itu menyepelekan kepada media center bojonegoro (23 Maret, 2016).

Ah, punchline: bagian lucu dari lelucon!

Penulis adalah wartawan dan aktivis kebudayaan.

Sukisno

Jurnalis Utama Rakyatnesia.com Dan Sudah di dunia jurnalistik selama lebih dari 30 tahun. Tulisan berita bojonegoro umum, Review, dan profil sudah bukan hal asing lagi, Lugas dengan Fakta.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button