FeaturedCatatan Tepi

Bakal Calon Bupati: Ngintir Merevitalisasi Kisah Jaka Tingkir? Oleh: Agung DePe

Tradisi Jawa mewajibkan, sebelum menjadi pemimpin ada laku yang disebut ‘mawiji’. Suatu bentuk tindakan menyatu dengan alam. Ritual itu adalah sebagai keyakinan religius terhadap kekuasaan. Dalam pandangan relasional, Arief Januarso setelah mengikrarkan dirinya mencalonkan Bupati Bojonegoro, kemudian memilih cara pawai khidmat, Ngintir (menghanyut) dengan perahu di Bengawan Solo (7/5/2017).

Jabatan memang memproduksi pertarungan, juga tentang pekerjaan yang resah: sebuah besok diimpikan?

obat joni kuat

Sebagaimana drama, Arief Januarso telah membangun intinsik dengan unsur exposition (pelukisan cerita awal), serupa mitos Jaka Tingkir menuju Demak sebelum kelak menjadi Adipati Pajang, dan dikiaskan dalam megatruh;

Sigra milir kang gethek sinangga bajul. Kawandasa kang njageni. Ing ngarsa miwahing pungkur. Tanapi ing kanan kering. Kang gethek lampahnya alon/Segera berangkat perahu rakitan bambu disangga buaya. Empat puluh ekor buaya berjaga. Di depan dan di belakang. Juga di kanan dan di kiri. Perahu rakitan bambu berjalan pelan.

Babad Tanah Jawi mengisahkan, Jaka Tingkir piawai merogoh hati Sultan Trenggana, sehingga ia diangkat sebagai prajurit Demak berpangkat Lurah Wiratamtama. Kecermelangan Jaka Tingkir hingga berhasil mendudukkan dirinya sebagai Adipati Pajang dan berganti nama Hadiwijaya.

Klimaks dibangun melewati krisis sebagai puncak adegan. Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, putranya yang bergelar Sunan Prawoto seharusnya melanjutkan tahta, tetapi ia keburu tewas di tangan Arya Penangsang. Selain itu, Arya Penangsang mengirim utusan untuk untuk membunuh Hadiwijaya di Pajang, tetapi gagal.

Ratu Kalinyamat sebagai adik Sunan Prawoto, kemudian mendesak Hadiwijaya menumpas Arya Penangsang. Hadiwijaya mengadakan sayembara, barangsiapa bisa menghabisi nyawa Arya Penangsang akan dihadiahi tanah Pati dan Mentaok. Sayembara diikuti kedua cucu Ki Ageng Sela, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi. Dalam perang itu, Ki Juru Martani (kakak ipar Ki Ageng Pemanahan) dengan cerdik menyusun siasat agar Sutawijaya (anak Ki Ageng Pemanahan) diadu melawan Arya Penangsang. Adipati Jipang itu gugur di pinggir Bengawan Sore setelah perutnya ditusuk dengan tombak Kiai Plered. Setelah peristiwa tahun 1554 itu, Pajang berubah menjadi kesultanan, Hadiwijaya sebagai sultan pertama.

Komplikasi cerita merupakan kekuatan penggerak drama. Bagaimana menginterpretasi Ngintirnya Arief Januarso ke perspektif pilkada Bojonegoro? Jaka Tingkir sebelum diberi pangkat oleh Sultan Trenggana melakukan muslihat dengan melepas seekor kerbau ngamuk yang dinamai Kebo Danu dan sudah diberi mantra. Kerbau itu menyerang pesanggrahan Sultan Trenggana. Tidak ada satu pun prajurit sanggup menjinakkannya. Jaka Tingkir muncul menghadapi kerbau itu, sekaligus dengan mudah membunuhnya.

Artinya, setelah Ngintir, Arief Januarso telah mengkonstruksi makna dengan sebuah simbol serta kode kultural. Tentu saja untuk membuktikan kedigdayaannya tidak perlu kolosal melepaskan kerbau ngamuk. Nah!

Penulis adalah wartawan dan aktivis kebudayaan (Catatan bagian pertama).

Sukisno

Jurnalis Utama Rakyatnesia.com Dan Sudah di dunia jurnalistik selama lebih dari 30 tahun. Tulisan berita bojonegoro umum, Review, dan profil sudah bukan hal asing lagi, Lugas dengan Fakta.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button