Bojonegoro Lagi Nge Tren Gantung diri..?

Sukisno

Bagikan

Gantung diri (kendhat, Jawa red) seakan menjadi tren di wilayah Kabupaten Bojonegoro, Jawa timur ini. Betapa tidak, dalam setahun 2017 silam, dalam catatan Polres Bojonegoro terdapat 12 kasus gantung diri di wilayah hukum Polres Bojonegoro, Polda Jatim itu.

Baru 3 (tiga) bulan berjalan di tahun 2018 ini, sudah ada beberapa kasus bunuh diri. Yang paling ironis, Sabtu tanggal 17 Maret 2018 lalu, ada 3 (tiga) kasus gantung diri. Tiga kasus gantung diri di tiga tempat yang berbeda, yakni di wilayah Kecamatan Margomulyo, Ngraho dan Kepohbaru, dengan motif yang hampir sama yaitu kasusnya karena sakit tak kunjung sembuh hingga mereka nekad gantung diri.

Yang paling gres, adalah gantung diri yang dialami oleh Radi (66), warga Dukuh Besali, Desa Meduri, Kecamatan Margomulyo, kabupaten Bojonegoro, Jawa timur, Rabu (21/3/2018). Korban, ditemukan menggantung di pohon jati di dalam kawasan hutan petak 111e, RPH Besali, BKPH Kates KPH Padangan, Bojonegoro yang berada di wilayah hukum turut Dusun Besali, Desa Meduri, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro.

Korban nekad mengakhiri hidupnya, diduga setelah terjadi cek cok dengan isterinya hingga korban harus pergi dari rumahnya alias minggat dan numpang di rumah saudaranya yang berada di Dusun Wates, Desa Sumberejo, RT 002, RW 002, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro. Bisa jadi, akibat beban hidup yang dipikulnya itu membuat korban memutuskan untuk gantung diri hingga tewas di lokasi kejadian.

Banyaknya berita gantung diri itu, membuat warga di wilayah Kota Minyak itu, angkat bicara. Mereka merasa pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, terkesan tak ada respon atau tindakan dalam menanggulangi maraknya gantung diri itu.

Tak hanya Pemkab Bojonegoro saja yang bertanggung jawab adanya tren gantung diri yang sedang marak di masyarakat Bojonegoro. Namun, semua pihak harus ikut memikirkan jalan keluarnya. Dimana, ada tanggung jawab berbagai pihak yang muncul, seperti tanggung jawab Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bojonegoro, tentang mental agama warga di Kabupaten Bojonegoro yang sedang ‘sakit’ hingga mengarah ke perbuatan dosa yaitu gantung diri itu.

Ada tanggung jawab, Dinas Kesehatan Bojonegoro, untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik kepada masyarakat. Sehingga masyarakat Bojonegoro menjadi sehat dan tak sakit-sakitan yang selanjutnya menjadi pemicu gantung diri itu. Apalagi, jika kita lihat alasan terbanyak dari korban gantung diri adalah dikarenakan terbanyak penyebab gantung diri itu adalah mereka yang tak kuat menahan rasa sakita akibat sakit menahun dan tak kunjung sembuh.

Selain itu, banyak juga yang disebabkan karena terhimpit masalah ekonomi. Sehingga perlu ada cawe-cawe dari Dinas Sosial dalam melakukan pendataan warga yang tak memiliki pekerjaan agar diberikan pelatihan-pelatihan agar mereka bisa bekerja dan menghasilkan sehingga mereka tak lagi gantung diri.

Suatu ketika, saya bertemu dengan seorang dokter di sebuah Puskesamas yang ada di Kabupaten Bojonegoro. Dia mengatakan bahwa gantung diri di Bojonegoro sudah cukup gawat dan berada di kategori Darurat Gantung diri.

Menurutnya, perlu ada campur tangan pemerintah dalam memberikan pencerahan kepada masyarakat agar mereka tak lagi gantung diri. Perlu memberikan pengertian secara mental melalui seorang mubalig atau tokoh agama lainnya dengan memberi pengertian dosa yang ditanggung, jika manusia melakukan gantung diri.

“Masyarakat yang gantung diri itu, mentalnya sudah sakit. Makanya, perlu ada pembinaan mental keagamaan. Perlu juga dilakukan penyuluhan untuk pencerahan dan pengertian tentang bunuh diri itu sebuah perbuatan yang kurang terpuji dan motivasi lainnya,” kata dokter itu kepada saya dengan bersemangat.

Caranya, dengan memberikan sosiisasi kepada kepala desa, perangkat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh perempuan, tentang bagaimana menangani penyakit mental yang kemudian mengarah pada sebuah keputusan untuk mengakhiri hidup dengan gantung diri itu.

Saat penulis menanyakan apa upaya Polres Bojonegoro melalui Kapolres Bojonegoro AKBP Wahyu S Bintoro,SH,SIK,M.Si, yang termasuk di Jajaran Forpimda (Forum Pimpinan Daerah, dulu Muspida) itu menegaskan, pihaknya bakal melakukan pencegahan adanya tren gantung diri di wilayahnya itu.

Cara yang bakal ditempuh pihak Polres Bojonegoro adalah dengan memperbanyak memberikan siraman rohani, melalui tokoh agama yang ada. Perlu meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, agar mereka menjauhi perbuatan dosa seperti halnya dengan gantung diri itu.

Sebagaimana terbanyak kasus gantung diri akibat sakit yang tak sembuh-sembuh dan masalah kesulitan ekonomi atau yang biasa dibilang berada di garis kemiskinan. Oleh sebab itu, maka Ketua RT dan RW perlu melakukan pendataan, tentang siapa yang sakit menahun dan yang mereka yang kesulitan itu, hingga mereka tak mampu mencukupi kebutuhan keluarganya.

Setelah di data, diserahkan ke pihak Pemerintah desa masing-masing, untuk dilakukan pembinaan bersama tiga pilar untuk diberikan pembinaan.

Pendataan dan pembinaan mental kepada masyarakat itu dirasa sangat perlu untuk mengurangi angka gantung diri di Bojonegoro. Dengan demikian, tak ada lagi warga di Bumi Angling Dharma ini, yang mati sia-sia akibat gantung diri itu.

Untuk bisa mengatasi masalah itu, perlu ada upaya semua pihak untuk melakukan upaya pencegahan gantung diri di wilayah Kota Minyak itu. Hingga, kita tak mendengar lagi, ada warga Bojonegoro yang gantung diri. Semoga dan semoga… amiin…

Penulis Sukisno
Ketua DPD (Dewan Pimpinan Daerah)
JPKP (Jaringan Pendamping Kebijakan dan Pembangunan) Kabupaten Bojonegoro, Jawa timur.

Bagikan

Also Read

Tinggalkan komentar