Hingga Tanggul Sambiroto Ambrol, Usulan Pompa Sedot Banjir Belum Terealisasi
BOJONEGORO (RAKYAT INDEPENDEN)- Tanggul sungai Sambiroto, yang berada di Desa Sambiroto, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Jawa timur, Minggu (25/2/218) sekira pukul 04:30 wib, ambrol.
Padahal, tanggul yang dinilai kritis sepanjang 50 meter itu, sudah dilakukan gotong royong kerja bhakti dengan mengisi zak yang diisi tanah liat yang ditempatkan di lokasi tanggul yang nyaris ambrol tersebut, Sabtu (24/2/2018).
Kerja bhakti yang dipimpin langsung oleh Kepala desa Sambiroto Drs Sudjono,MM, itu berhasil memasang ratusan zak yang diisi tanah liat untuk menjadi tanggul darurat. Hanya saja, mereka kesulitan terhadap pengadaan zak dan pasir sehingga dalam kerja bhakti di hari Sabtu itu hanya menghasilkan sekitar 40 persen. Sisanya, hendak dikerjakan Minggu (25/2/218).
Hanya saja, belum sempat dilaksanakan kerja bhakti hari kedua itu, ternyata Minggu (25/2/218) pukul 04:30 wib, tanggul tersebut sudah ambrol. Gara-gara ambrolnya tanggul itu, membuat lahan padi seluas 200 hektar lebih itu, akhirnya terendam air luapan Bengawan solo.
Kepala desa Sambiroto Drs Sudjono,MM, membenarkan kejadian ambrolnya tanggul sungai yang berada di timur desa itu. Dirinya menyesalkan kurang tanggapnya pihak BPBD dalam menanggapi pengajuan permohonan bantuan zak dan pasir yang hendak dimanfaatkan untuk membuat tanggul darurat.
Sebelumnya, pihak Pemdes Sambiroto juga mempertanyakan tentang pengajuan permohonan pemasangan pompa untuk pengurasan air yang berkapasitas 25 inci ke atas. Pompa dipasang di Ceck dam Semanding dan Ceck dam Kalirejo. Hanya saja, hingga tanggul tersebut ambrol permohonan itu belum juga direalisasi. Sehingga, warga di 11 desa tersebut dihantui kegagalan.
“Selain Sambiroto, ada 10 desa yang turut mengajukan realisasi pompa sedot air itu, yakni, Desa Semanding, Bakalan, Sukowati, Mulyoagung, Kalirejo, Campurrejo, Sukorejo, Ngampel, Kalinyar dan Wedi. Namun, hingga kini belum ada realisasi,” tegas Kepala desa Sambiroto Drs Sudjono,MM.
Ditambahkannya, dari 11 desa yang mengusulkan agar ada pompa pengurasan air untuk menyelamatkan 11 desa yang biasa terdampak banjir luapan Bengawan solo itu. Jika tak dikasih pompa maka desa-desa itu, bakal menanggung akibat banjir hingga membuat gagal panen.
“Dari 11 desa itu, memiliki lahan 1500 hektar, jika tanaman padi tergenang banjir maka petani di wilayah tersebut karena mengalami kerugian yang cukup besar. Sebab, Jika dihitung 1500 hektar dengan perolehan padi per hektar sebanyak 7 ton, maka akan menghasilkan gabah 10.500 ton. Jika harga gabah per kilogramnya Rp 4000; maka petani di wilayah tersebut akan mengalami kerugian sebesar 42 miliar,” ungkapnya.
Padahal, jika Pemerintah bersedia merealisasikan pengadaan pompa itu, hanya dibutuhkan dana sebesar 2 miliar. Jika tak direalisasikan pengadaan pompa tersebut, maka petani akan mengalami banjir di lahan 11 desa tersebut, dengan kerugian sebesar 42 miliar.
*(Kis/Red).