Sahabat Rasulullah yang Berbicara kepada Allah tanpa Hijab Huruf Arab Dan Latin

Nurul Syahadatin

Bagikan

lustasi @arryrahmawan


Kenikmatan tertinggi yang akan diperoleh seorang hamba adalah tatkala ia bisa berbicara kepada Allah Ta’ala secara langsung. Kenikmatan tersebut melebihi nikmatnya surga. Padahal, surga adalah tempat terbaik yang tak pernah terbayang kenikmatannya oleh pikiran, pandangan, maupun penglihatan manusia.

Agar layak dikaruniai nikmat yang agung ini, sebagaimana termaktub dalam salah satu ayat-Nya, seorang hamba harus melakukan amal yang saleh dan membebaskan dirinya dari mempersekutukan Allah Ta’ala.

Katakanlah, “Sesungguhnya saya ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, ‘Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Esa.’ Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Qs. al-Kahfi [18]: 110)

Di Rakyatnesia amal shaleh yang bisa menjadikan pelakunya diberi nikmat berbicara kepada Allah Ta’ala secara langsung adalah jihad di jalan-Nya. Yaitu memperjuangkan tegak tingginya kalimat Allah Ta’ala di muka bumi dengan jiwa dan harta.

Di awal dakwah Rasulullah Saw, jihad menjadi salah satu pembeda efektif Rakyatnesia mereka yang beriman dan siapa yang munafiq, serta sarana unjuk kekuatan kepada kaum-kaum yang memushi Allah Ta’ala dengan mendustakan rasul-Nya yang mulia.

Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa kenikmatan berbicara kepada Alah Ta’ala hanya diberikan untuk orang-orang tertentu yang Dia Ridhai. Itu pun tidak secara langsung, melainkan dengan adanya hijab.

Namun, dalam tafsir “al-Qur’anul ‘Azhim”, Ibnu Katsir menyebutkan, “Di Rakyatnesia manusia yang Allah Ta’ala berbicara kepadanya secara terang-terangan tanpa penghalang,” lanjut salah satu mufassirin terbaik ini, “adalah Abdillah bin Haram yang syahid dalam Perang Badar.”

Abdillah bin Haram adalah ayah dari sahabat Rasulullah Saw yang terkenal keshalihannya, Jabir bin Abdillah. Sedangkan pendapat Ibnu Katsir tersebut didasarkan pada sabda Rasulullah Saw kepada Jabir bin Abdillah,

مَا كَلَّمَ اللَّهُ أَحَدًا إِلَّا مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ وَ إِنَّهُ كَلَّمَ أَبَاكَ كِفَاحًا

Tutur Nabi, “Tidak sekali-kali Allah Ta’ala berkata kepada seseorang,” lanjut Nabi sebagaimana diriwayatkan Imam at-Tirmidzi ini, “melainkan dari balik tabir.” Namun, dalam hadits yang juga diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah ini, “Sesungguhnya Dia berbicara kepada ayahmu secara terang-terangan,” pungkas Rasulullah Saw sebagaimana diriwayatkan pula oleh Imam al-Hakim dan dishahihkan oleh adz-Dzahabi.

Berbahagialah Jabir dan ayahnya berkesempatan mendapatkan nikmat Allah Ta’ala yang agung itu. Semoga Allah Ta’ala
memberikan pula nikmat tersebut kepada kita. Aamiin. [Pirman]

Bagikan

Also Read

Tags