Bagaimana Indonesia Setelah Peristiwa G 30 S PKI, Serta Isu Bangkitnya PKI

moch akbar fitrianto

Bangkitnya PKI
Bagikan

Nasional – Bagaimana Indonesia Setelah Peristiwa G 30 S PKI, Serta Isu Bangkitnya PKI, Setelah peristiwa G30S PKI, banyak korban dari perwira terbaik Bangsa Indonesia Meninggal dunia, bahkan PKI mamapu mengusai Komunikasi Vital yakni Radio RRI dan kantor telekomunikasi. PKI menyiarkan pengumuman melalui RRI, bahwa Gerakan 30 September yang ditunjukan kepada para perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal” sudah merencanakan pengkudetaan terhadap pemerintah. PKI juga mengumumkan bahwa sudah terbentuk “Dewan Revolusi” yang diketuain oleh Letkol Untung Sutopo.

Selain itu pada sore hari tanggal 1 oktober 1965, PKI membunuh Kolonel Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta) karena sudah menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi. Presiden Sukarno dan Sekjen PKI Aidit menanggapi pembentukan para Dewan Revolusioner sebagai pembenrontakan. Dan memutuskan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim untuk mencari perlindungan.

Bagaimana Indonesia Setelah Peristiwa G 30 S PKI

Pada tanggal 6 Oktober, Presiden Sukarno menghimbau rakyat untuk menciptakan adanya “persatuan nasional”, yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan. Selain itu Biro Politik dari Komite Sentral PKI meminta semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung “pemimpin revolusi Indonesia” dan tidak melawan angkatan bersenjata.

Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin-pemimpin Uni-Soviet Brezhnev, Mikoyan dan Kosygin mengirim pesan khusus kepada Presiden Sukarno: “Kita dan rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik. Kita mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan. Himbauan ini akan dimengerti secara mendalam.”

Baca juga :  Sejarah Peristiwa G30S PKI, Siapa Dan Bagaimana Peristiwa Tersebut Terjadi

Atas saran dari rekan-rekannya, pada tanggal 16 Oktober 1965, Presiden Sukarno melantik Mayjen Suharto menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat di Istana Negara. Berikut kutipan amanat presiden Sukarno kepada Suharto pada saat Suharto disumpah:

“ Saya perintahkan kepada Jenderal Mayor Soeharto, sekarang Angkatan Darat pimpinannya saya berikan kepadamu, buatlah Angkatan Darat ini satu Angkatan daripada Republik Indonesia, Angkatan Bersenjata daripada Republik Indonesia yang sama sekali menjalankan Panca Azimat Revolusi, yang sama sekali berdiri di atas Trisakti, yang sama sekali berdiri di atas Nasakom, yang sama sekali berdiri di atas prinsip Berdikari, yang sama sekali berdiri atas prinsip Manipol-USDEK.

Peristiwa G 30 S PKI

Manipol-USDEK telah ditentukan oleh lembaga kita yang tertinggi sebagai haluan negara Republik Indonesia. Dan oleh karena Manipol-USDEK ini adalah haluan daripada negara Republik Indonesia, maka dia harus dijunjung tinggi, dijalankan, dipupuk oleh semua kita. Oleh Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Angkatan Kepolisian Negara. Hanya jikalau kita berdiri benar-benar di atas Panca Azimat ini, kita semuanya, maka barulah revousi kita bisa jaya.

Soeharto, sebagai panglima Angkatan Darat, dan sebagai Menteri dalam kabinetku, saya perintahkan engkau, kerjakan apa yang kuperintahkan kepadamu dengan sebaik-baiknya. Saya doakan Tuhan selalu beserta kita dan beserta engkau!

Pembantaian dan Pembunuhan Pada PKI

Pembantaian dan Pembunuhan Pada PKI

Pasca 30 September, semua anggota, pendukung dan simpatisan PKI dibunuh dan dimasukkan ke kamp-kamp tahanan lalu disiksa dan diintrogasi. Pembunuhan-pembunuhan terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember).

Pada akhir 1965, sekitar 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan tanpa adanya perlawanan sama sekali. Regu-regu militer yang didukung dana CIA menemukan semua anggota dan pendukung PKI yang sudah dibantai keji, majalah “Time” memberitakan:

“Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga pembuangan mayat menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatera Utara, di mana udara yang lembap membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-benar terbendung oleh mayat-mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius.“

PKI Sekarang DI Era Reformasi

– Pemerintah menekankan, Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terus berlaku hingga saat ini. Karena itu, segala hal yang berbau paham komunis merupakan hal terlarang.

– Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu telah memerintahkan Kepala Polri, Jaksa Agung, Panglima TNI, dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menegakkan hukum terkait hal tersebut.

“Presiden tahun 2016 pernah menyampaikan juga kepada Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti untuk mennggunakan pendekatan hukum karena TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 masih berlaku, termasuk melarang komunisme, larangan terhadap penyebaran ajaran-ajaran komunisme, Leninisme, dan Marxisme.

– Selain itu, ada satu peraturan yang dijadikan dasar untuk menindak pelaku penyebar ajaran tersebut, yakni Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1996 tentang Perubahan Pasal 107 KUHP.

Kabar Kebangkitan PKI Di Indonesia

Bagaimana Indonesia Setelah Peristiwa G 30 S PKI

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia ( PKI) merupakan sesuatu yang tidak nyata.

Dia mengatakan, dari hasil survei opini publik yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dapat disimpulkan, isu kebangkitan PKI hanya merupakan fenomena dunia maya, bukan dunia nyata. Hal tersebut didukung oleh persepsi publik yang tidak setuju dengan isu kebangkitan PKI. Survei SMRC mengungkap bawa yang tidak percaya dengan kebangkitan PKI mencapai 86,8 persen responden. “Jadi, ini bukan sesuatu yang nyata. Dengan kata lain, sesuatu yang diada-adakan, diciptakan. Sesuatu yang dimobilisasi untuk tujuan tertentu, bisa politik, bisa ekonomi,” kata Syamsuddin dalam paparan hasil survei SMRC, Jakarta, Jumat (29/9/2017).

Mengenai aktor yang menggunakan isu kebangkitan PKI untuk memobilisasi opini publik, Syamsuddin menuturkan bisa dilakukan siapa saja. “Banyak pihaknya. Ada yang anti-Jokowi, ada yang ingin berkuasa pada 2019, ada politisi busuk, ada pengusaha hitam, ada kaum radikalis agama. Mereka lah yang memanfaatkan isu kebangkitan PKI,” kata Syamsuddin.

Menurut dia, isu kebangkitan PKI ini memang dimobilisasi oleh elite untuk kepentingan kekuasaan, yaitu eskalasi kekuatan menuju Pemilu 2019. “Bahwa kemudian survei ini mengkonfirmasi persepsi itu kebetulan oleh sebagian pendukung Prabowo, PKS, PAN, dan Gerindra, itu sesuatu yang tidak terelakkan,” kata dia.

 

Bagaimana Indonesia Setelah Peristiwa G 30 S PKI
Bagikan

Also Read

Tinggalkan komentar