Nasib Petani Bojonegoro Selatan: ‘Ketela Pohon Tidak Laku dijual, Harga Gaplek Anjlok’
BOJONEGORO (Rakyat Independen)- Sepintas, situasi masyarakat di Bojonegoro wilayah selatan terlihat tenang dan cukup ‘nyantai’ tapi sejatinya kondisi mereka sedang tidak bagus. Hal itu, diakibatkan adanya panen ketela pohon yang tak berhasil alias gagal total.
Bayangkan, panen ketela pohon yang biasanya di datangi pembeli dari rumah ke rumah, akan tetapi pada panen ketela pohon tahun ini, tidak ada yang mau beli ketela pohon (menyok, Jawa red) itu. Kalau ada yang beli, hanya sedikit saja sebab hanya untuk konsumsi sendiri.
Gara-gara tidak laku, sehingga ketela pohon itu dikupas dan dibelah jadi dua bagian, kemudian dijemur untuk dijadikan gaplek. Saat awal panen bulan Agustus lalu, harga gaplek Rp 2500; per kilogramnya. Namun, sesudah panen melimpah, harga gaplek anjlok tinggal pada kisaran harga Rp 1700; per kilogramnya.
Seperti halnya dengan kondisi petani yang menggarap lahan Perhutani di wilayah Desa Bubulan, Kecamatan Bubulan, Kabupaten Bojonegoro, Jatim. Salah seorang petani Damin (55) warga Dusun Tlotok, Desa Bubulan RT 15/RW 04, Kecamatan Bubulan, yang setiap tahun selalu menanam ketela pohon itu merasakan keanehan karena baru tahun ini, hasil panen ketela pohon miliknya tidak laku dijual.
Ayah Damin yaitu Mardi (71), juga memberikan penyataan serupa. Jika panen ketela pohon tahun ini, tidak laku dijual. Sehingga dengan terpaksa, mereka harus merubah ketela pohon itu menjadi gaplek agar laku dijual.
“Karena gak laku, ya harus mau merubah ketela pohon untuk dijadikan gaplek. Butuh tenaga lagi, untuk mengupas, membelah hingga menjemur sampai 5 hingga 7 hari baru kering dan bisa dijual. Yam au bagaimana lagi. Cukup melelahkan mas,” tegas Mardi.
Masih menurut Mardi sambil didampingi istrinya menyatakan, jika tidak mau membuat gaplek, maka ketela itu akan busuk dan tidak bisa diuangkan lagi. Padahal, mulai dari tanam hingga perawatannya juga membutuhkan uang. Kini, saat ketela pohon miliknya sudah panen, malah tidak laku dan bisa dijual jika dibuat jadi gaplek.
“Nasib petani Bojonegoro selatan tahun ini sudah cukup memprihatinkan. Seperti pepatah sudah jatuh masih tertimpa tangga pula. Bagaimana tidak, ketela pohon tidak laku, setelah dibuat gaplek harganya malah anjlok,” kata cucu Mardi yang enggan disebutkan namanya.
Kondisi serupa tidak hanya dialami petani yang berada di wilayah Kecamatan Bubulan saja. Akan tetapi juga petani lain di Bojonegoro wilayah selatan seperti Kecamatan Gondang, Sekar, Temayang, Ngambon, Tambakrejo, Ngraho dan Margomulyo. Karena di wilayah Bojonegoro selatan itu, rata-rata petani menjadi pesanggem yaitu petani penggarap lahan hutan. Pada di saat musim kemarau seperti sekarang ini, biasanya lahanya ditanami ketela pohon. **(Kis/Red).