Krisis Kesehatan di Gaza: Dokter Hadapi Keterbatasan Bahan Medis
rakyatnesia.com – Situasi di Gaza semakin memburuk dengan krisis kesehatan yang melanda, di mana fasilitas kesehatan kehabisan bahan medis untuk merawat pasien. Hal ini terjadi terutama di klinik lapangan di wilayah Gaza tengah.
Dokter dan tim medis di klinik tersebut terpaksa hanya mengandalkan kain kasa dan disinfektan saat melakukan operasi pada korban luka akibat serangan Israel.
Bashir al-Hourani, seorang dokter bedah Palestina, bersama timnya berjuang merawat pasien yang seharusnya mendapatkan perawatan di rumah sakit.
“Kami tidak memiliki apa-apa lagi,” ujar al-Hourani sambil menunjukkan sebotol iodine atau yodium yang menjadi satu-satunya alat untuk membersihkan luka operasi pada seorang pria yang terluka parah.
“Pasien ini sebenarnya harus dirawat di rumah sakit, tetapi karena padat, pasien dipindahkan ke rumah sakit lapangan,” tambahnya seperti dilansir dari Reuters pada Minggu (24/12/2023).
“Kami punya lusinan pasien seperti ini. Kami punya anak-anak yang sulit diobati. Suatu hari kami mengganti balutan dan keesokan harinya kami menemukan infeksi karena tidak ada sterilisasi, tidak ada tempat khusus. Tidak ada kantong sampah,” tutur al-Hourani.
Meski beberapa bantuan telah masuk ke Gaza sejak beberapa pekan terakhir melalui Mesir, hal itu masih sulit untuk didistribusikan ke luar wilayah perbatasan. Rumah sakit di wilayah lain juga hampir tidak berfungsi karena kesulitan mendapat bantuan.
Medicins Sans Frontiers, badan medis internasional, mengatakan dalam sebuah posting media sosial pada hari Jumat (22/12), bahwa di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis di Gaza selatan ‘para dokter melangkahi mayat anak-anak untuk merawat anak-anak lain yang memiliki peluang hidup yang kecil’.
Di klinik lapangan Deir al-Balah, Hourani tengah sibuk membalut kepala seorang anak laki-laki bernama Maysara Abu Telakh. Bocah itu mengalami luka parah akibat pemboman, namun terpaksa dipulangkan dari RS al-Aqsa karena adanya kasus mendesak yang harus ditangani.
“Mereka harus memindahkan Maysara ke rumah sakit lapangan, yaitu sekolah, untuk melanjutkan pengobatan. Situasi di sini sulit, terutama dengan pasokan medis, obat-obatan, perawat, bahkan dokter yang kurang,” kata ayah Telakh, Jihed Abu.