SURABAYA – Praktek penggandaan uang memang masih saja terjadi di Indonesia.
Kebiasaan ini banyak terjadi oleh ulah para dukun yang mampu menyakinkan sebagian warga.
Nama Dimas Kanjeng beberapa waktu lalu benar-benar menjadi fenomenal.
Pria asal Probolinggo ini sempat menghebohkan publik dua tahun lalu setelah ditangkap polisi karena tuduhan penipuan penggandaan uang dan pembunuhan.
Dalam kasus pembunuhan terhadap Abdul Gani dan Ismail Hidayah, pemilik Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi ini divonis 18 tahun penjara.
Baru setahun hukuman itu dijalani, tiba-tiba muncul video yang menunjukkan aktivitasnya di Facebook.
Akun Facebook Kanjeng Hamid mengunggah video itu, Kamis (7/6/2018).
“Ayoo siapa yang boleh lawan sama kanjeng taat pribadi gudangnya uang probolinggo hadir,” tulis Kanjeng Hamid.
Akun ini tidak menjelaskan kapan video itu direkam dan dimana lokasinya.
Dilansir dari Surya.co.id, dalam video itu, Dimas Kanjeng tampak mengenakan pakaian dan kopiah hitam berada di antara tumpukan uang.
Tangannya menggenggam uang yang diakuinya dolar Singapura.
“Segini ini 2 miliar. Saya punya uang ini 2 juta (grup). Ini uang Singapura. Jadi jangan mengatakan Dimas Kanjeng Taat Pribadi tidak punya uang. Potong Leher saya, potong leher mahaguru saya,” katanya.
Sementara seorang laki-laki yang diakuinya sebagai mahaguru hanya manggut-manggut saja.
Dia pun mengungkit masalah yang dialaminya.
“Dimas kanjeng bukan lah seorang penipu, pengganda uang.
Demi Allah demi Rosulallah. Selama ini saya dikriminalisasi, diinjak-injak nama saya.
bahwa saya seorang penpu, seorang pembunuh,” ujarnya.
Dengan uang yang dimilikinya itu, Dimas Kanjeng mengaku akan mencairkan dana dari pengikut padepokan yang sudah telanjur menyetor padanya.
“Ini bukan palsu, matanya melek kalau ini palsu,” klaimnya.
Pria beristri lebih dari satu ini pun membantah jika uang-uang itu didatangkan atas bantuan tuyul. setan atau jin.
“Darimana uangnya? ya dari ilmunya Allah,” katanya.
Dan, lanjutnya itu butuh proses, pembelajaran serta perjuangan.
“Walaupun saya dikriminalisasi, tapi Indonesia akan butuh saya. Suatu saat itu akan terjadi.
Tak hanya itu, Dimas Kanjeng juga menyebut soal teroris.
“Dengan kepasrahan itu, Allah nanti yang akan menjawabnya. Saya tidak ingin punya santri munafik saya tidak ingin punya santri pengecut, penakut. Sasya ingin menyarankan kepada njenengan semua, santri saya harus takut kepada Allah, jangan takut kepada manusia. Njenengan jangan takut akan ditembak, karena njenengan bukan seorang teroris,” ucapnya.
Video ini pun ramai dikomentari netizen.
Banyak yang gagal fokus pada sosok yang diakui mahaguru.
Mad Tom’z : Klau anda bnr dari dulu anda sudah kluar dari penjara
Hamdan: Orngnya di penjara kan knp mch ada vio nya
Hadzriel Zain: Mustofa At Toha Gagal fokus sama maha gurunyaa…
Dan klo 1 box harganya 10 milyar..
Dia punya berjuta box
Brrti triliunan
Seng duwe google arepe dituku..
Arepe digawe pesantren
Adrian Taufiq: What the fuck?? Maha guru yang keliatan kosong
Sebelumnya, Taat Pribadi terbukti bersalah dan melanggar pasal 340 KUHP Jo pasal 55 KUHP atau pembunuhan berencana.
Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dengan hukuman pidana seumur hidup.
Dalam pembacaan vonis, Basuki Wiyono menyampaikan beberapa fakta dan bukti di persidangan.
Menurutnya, Abdul Gani ini dianggap Taat Pribadi mencemarkan nama baik padepokan.
Di luar, Abdul Gani menjelek-jelekkan nama Taat Pribadi.
“Ada unsur terdakwa ini kesal dengan korban Abdul Gani yang membuat resah padepokan dengan menyebar fitnah,” katanya.
Dalam 100 lembar berkas vonis itu, Basuki juga menyampaikan Taat memenuhi unsur pidana.
Majelis hakim berpendapat Taat terbukti terlibat dalam pembunuhan Abdul Gani.
Peran Taat, adalah sebagai otak pembunuhan. Taat terbukti memerintahkan anak buahnya untuk membunuh Abdul Gani.
“Dengan begitu , Taat memenuhi unsur dan melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Terdakwa divonis 18 tahun penjara,” jelasnya.
Anggota Majelis Hakim, Yudistira Alfian, menambahkan ada hal yang memberatkan yakni selama proses hukum berjalan, terdakwa tidak pernah sekalipun mengakui perbuatannya.
Terdakwa selalu menampik sudah ikut campur tangan dalam pembunuhan tersebut. Selain itu, tidak ada kata maaf dari keluaga korban.
“Jadi, dua hal itu menjadi dasar kenapa hakim memberi vonis 18 tahun penjara. Hal yang meringankan itu, karena Taat kooperatif mengikuti jalannya sidang, dan tidak pernah terlibat kasus hukum sebelumnya,” pungkasnya.
Kasus pembunuhan dan penipuan tak hanya menjerat Taat Pribadi.
Sejumlah orang yang diakuinya sebagai mahaguru pun ikut diciduk polisi.
Satu di antranaya Abdul Karim alias Abah Sulaiman, satu mahaguru abal-abal yang direkrut Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
Abdul Karim tertawa saat diboyong lima polisi dari Polda Jawa Timur dan Polsek Tanjung Duren, Sabtu (5/11/2016) lalu.
Padahal, dua anak dan menantu yang tinggal satu atap dengan Abah Sulaiman syok bukan kepalang.
Dahro (51), menantu Abdul Karim masih mengingat detik-detik sang mertua dicokok polisi.
Saat itu, Abdul Karim yang tengah berada di rumah tiba-tiba didatangi sejumlah polisi.
Tidak begitu lama, polisi lalu membawa sang mertua yang telah berusia 77 tahun itu ke Polsek Tanjung Duren, Jakarta Barat.
Keluarga pun kaget. Bukan hanya keluarga, sejumlah warga sekitar mendatangi rumah saat polisi memboyong Abdul Karim.
“Pas dibawa polisi, kita yang di rumah kaget semua, ada apaan ini? Orang sekampung pada geger. Polisi bilang, bapak ada kaitan sama Dimas Kanjeng, katanya jadi guru,” kata Dahro, Selasa (8/11/2016).
Dahro pun mendampingi sang mertua menuju Polsek Tanjung Duren.
Uniknya, Dahro justru melihat sang mertua yang dikenal suka melucu itu tidak tegang.
Abdul Karim banyak menebar senyum saat perjalanan menuju Polsek Tanjung Duren.
“Pas diajak sama polisi, bapak kira diajak ziarah ke Surabaya lagi. Dia sempat tawa-tawa. Tahu-tahunya dia dibawa polisi ke polsek,” ucapnya.
“Saya bilang ke polisi, pak orang tua saya ini sudah pikun, kasihan kalau dimasukin ke penjara. Pas saya pulang, pagi dapat telepon bapak saya sudah di Surabaya,” ungkap dia.
Rumah Abdul Karim peninggalan sang istri terbilang reyot. Terkadang, cerita Dahro, rumah tersebut kebanjiran.
Sejumlah tetangga Abdul Karim mengaku tak percaya jika tetangganya itu menjadi mahaguru dari Dimas Kanjeng.
“Yah malam minggu itu kita tetangga-tetangga masih belum tahu. Ramainya baru pas hari Minggu pagi setelah lihat di telivisi. Kita nggak percaya, masa’ Pak Karim jadi mahaguru Dimas Kanjeng, salat aja jarang. Nggak pernah ikut pengajian atau kumpul-kumpul sama warga di masjid. Kayanya dia cuma jadi korban aja. Mungkin dia diajak karena orang-orang nggak mampu,” ujar Lona, tetangga Abdul Karim.
Sumber: Surya.co.id