Tanpa Manuver Politik, Kang PD Dapat ‘Madunya’ PPP Oleh: Agung DePe
Di tengah himpunan perbenturan bisik-bisik berpolitik berisik menjelang Pilbup Bojonegoro 2018, akhirnya Pudji Dewanto, akrab dipanggil Kang PD, berhasil membuktikan dirinya ibarat padi tumbuh tanpa gaduh.
Meritokrasi? Benar. Meski pria (47 tahun) ini tidak berbekal latarbelakang politisi maupun birokrat pemerintahan, ia telah mendapatkan penghargaan sebagai “terpilihnya” Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk menentukan dan menggelindingkan roda politik pengusung dirinya sebagai calon bupati hingga memenangi pemilihan bupati. Surat tugas dari DPP PPP bernomor 1472/TG/DPP/X/2017 itu memberikan persetujuan kepada Pudji Dewanto sebagai calon Bupati Bojonegoro.
Serupa adu cepat, tentu saja ada kontestan yang tersingkir dari partai berlambang Ka’bah itu. Terdapat dua tokoh berpengaruh sudah fighting kemudian tidak lolos, tercatat nama Setyo Hartono, mantan Ketua DPC Gerindra Bojonegoro dan juga masih menyandang kedudukan Wakil Bupati Bojonegoro, berikut Mitroatin Ketua DPD Golkar sekaligus Ketua DPRD Bojonegoro.
Sebagai penerima hasil deliberatif partai besar, tugas kelanjutan Pudji Dewanto jelas masih linier dengan tantangan. Sebab, PPP Bojonegoro hanya memiliki 5 kursi di DPRD Bojonegoro, padahal untuk memberangkatkan sepasang calon bupati dan wakil bupati batasan syarat terendah harus genap 10 kursi.
Sosok Pudji Dewanto boleh disebut momentum pengubah arah trade politik di Bojonegoro. Posisi antitesis di balik pandangan konservatif atau status quo? Kelompok konservatif mapan Bojonegoro kini, cenderung memiliki pandangan regresif, artinya calon bupati baru diminta menjiplak mentah kemauan politik yang pernah diterapkan penguasa pendahulu.
Suara kelompok konservatif disimbolkan terbuka oleh Kuswiyanto. Ia disebutkan metamorfosisnya bupati dua periode sebelumnya, yakni Suyoto. Sementara, Kuswiyanto, anggota DPR RI 2014-2019 itu baru mengantongi teken restu dari Tim Pilkada DPP Partai PAN. Metafora invisible hand Suyoto lainnya ditafsiri diperankan Soehadi Moeljono. Pria pejabat Sekretaris Daerah (Sekda) Bojonegoro itu belakangan mendadak menyusul mendaftarkan diri dalam penjaringan bakal calon bupati dari Partai Demokrat.
Reaksi antonim konservatif telah dilontarkan Pudji Dewanto. Ia satu-satunya bakal calon bupati paling lantang berargumen tidak setuju diterapkannya penyisihan keuangan daerah berupa Dana Abadi yang kentara dipaksakan pelaksanaannya.
Dus, apakah sikap pemberani Pudji Dewanto itu serta-merta merepresentasikan analog gelombang besar masyarakat Bojonegoro menolak kelangsungan segala kekuatan bayang-bayang sisi ‘kelam’ Bupati Suyoto? Pula, apakah itu bisa menjadi asumsi, bahwa Pudji Dewanto adalah seorang petarung memenangkan hatinya masyarakat Bojonegoro? Terpenting sesungguhnya, ia bukan pelatahnya Bupati Suyoto, seyampang menunggu kabar baik bergabungnya sejumlah partai memenuhkan agregasi laju politiknya Pudji Dewanto.
Don’t bark if you can’t bite…..tidak perlu proverbs jika tidak mempunyai alasan kuat bukan?
Penulis adalah wartawan dan aktivis kebudayaan