Umat Islam Menyembah Hajar Aswad? Huruf Arab Dan Latin
Umat Islam ini bagaimana, di satu sisi menolak menyembah berhala, namun di sisi lain malah menyembah benda lain bernama hajar aswad dan ka’bah.
Begitu komentar para orientalis yang mencoba untuk membuat pusing tujuh tikungan umat Islam yang awam. Terdengar seolah benar, padahal salah besar.
Orientalis memang berniat meletoykan ruhiyah umat Islam serta membuat perasaan umat Islam selalu kekurangan dalam jiwanya, lalu menggiring kepada sikap pasrah, juga patuh dan tunduk kepada kehendak serta arahan orang-orang Barat dengan cara memutarbalikkan ajaran murni Islam. Sejak awal memang dengki kepada umat Islam, selalu menuduh umat Islam ambigu. Mereka belajar budaya ketimuran habis-habisan dengan tujuan menghancurkan.
Kembali ke hajar aswad. Bila orientalis menyebut Islam menyembah batu hitam tersebut tentu ini menunjukkan kedangkalan berpikir. Sejarah sangat jelas menampilkan bahwa sejak dulu orang Arab tidak pernah menyembah hajar aswad, apalagi ka’bah. Juga tidak ada satu pun literatur yang mengatakan bahwa bangsa arab pernah melakukannya.
Pada era paganisme, bangsa Arab kafir menyembah lebih kurang 360 berhala yang diletakkan di sekitaran yakni di dalam serta di sekeliling ka’bah. Namun demikian sama sekali tidak pernah menyembah ka’bah. Demikian juga, mereka tidak pernah menyembah hajar aswad. Yang mereka sembah tak lain tak bukan adalah berhala atau patung yang diukir. Dibuat membentuk fisik para dewa. Namun mereka sama sekali tidak pernah menyembah batu sebagai bahan dasar pembuatan patung.
Orang Arab yang kemudian tidak sedikit yang masuk Islam pun sudah tahu bahwa posisi mereka bagaimana terhadap batu hitam itu. Sama sekali tidak menyembahnya.
Nabi akhiruzzaman Rasulullah Saw. mencium batu yang tertanam di pojok Selatan Kabah pada ketinggian sekira 1, 10 meter dari tanah itu sebab batu aswad itu mulia, batu tersebut berasal dari surga.
Rasulullah Saw. bersabda, “Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam. (Jami al-Tirmidzi al-Hajj).
Namun bukan sebab itu kita diajarkan untuk menyembah batu yang panjangnya sekitar 25 sentimeter dan lebarnya sekira 17 sentimeter itu.
Dari Ibn Abbas bahwa Nabi Muhammad s.a.w. tidak melambaikan tangan (menyalami) kecuali kepada Hajar Aswad dan Rukun Yamani.
Hajar Aswad awalnya adalah sebuah bongkahan batu saja, namun saat ini berkeping-keping menjadi 8 gugusan batu-batu renik sebab pernah pecah (gugusan paling besar seukuran sebuah kurma). Hal tersebut terjadi pada zaman Qaramithah yakni sekte dari Syiah Ismailiyyah al-Baatiniyyah dari pengikut Abu Thahir al-Qarmathi yang melakukan tindakan kriminal yakni mencabut Hajar Aswad dan membawanya ke Ihsaa, sekitar tahun 319 H dan dikembalikan lagi pada 339 H.
Hajar Aswad, bagaimana pun juga adalah batu biasa. Meski kaum muslim banyak yang menciumnya atau menyentuhnya–bukan menyembah. Itu dilakukan tak lain hanya mengikuti apa yang Rasulullah Saw. contohkan.
Umar bin Khattab pernah berkata,“Sesungguhnya saya tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak membahayakan, dan tidak pula dapat memberi manfaat. Seandainya saya tidak melihat Rasulullaah Saw. menciummu, maka sekali-kali saya tidak akan menciummu.” (H.R. Bukhari).
Wallahua’lam. [Paramuda/ BersamaDakwah]