Berita

Peran Teknologi yang Mengejutkan: Analisis Operasi Badai Al Aqsa Hamas Melawan Israel

rakyatnesia.com – Sebuah analisis oleh Michele Groppi, seorang Dosen di Departemen Studi Pertahanan Kings College London, dan rekannya sesama peneliti Vasco da Cruz Amador, telah mengungkap peran krusial teknologi dalam keberhasilan Hamas selama Operasi Badai Al Aqsa yang mengejutkan Israel pada 7 Oktober 2023.

Analisis ini membuka mata terhadap kompleksitas peran teknologi dalam konflik militer modern.

Groppi dan Amador menyoroti bahwa teknologi bukan hanya menjadi faktor pendukung, melainkan hal mendasar dalam menentukan kemenangan dalam pertempuran.

Operasi Badai Al Aqsa, meskipun menciptakan anomali dalam paradigma konvensional, menunjukkan bahwa keunggulan teknologi Israel dalam rekayasa militer dan pertahanan tercanggih tidak selalu menjamin keberhasilan.

Sebagai sebuah negara dengan program rekayasa militer dan pertahanan yang paling canggih, Israel terkejut dan kelabakan oleh serangan Hamas.

Ini menjadi catatan bahwa memiliki teknologi pertahanan tinggi saja tidak cukup untuk mencegah serangan yang dilakukan oleh kelompok militan seperti Hamas.

Dalam serangan tersebut, Hamas hanya menggunakan buldoser dan paralayang untuk menembus perbatasan Israel, bukan dengan senjata berteknologi terbaru. Jip, pick-up, dan sepeda motor yang memungkinkan pasukan Hamas menyerbu kota-kota Israel.

Menurut mereka pembobolan dengan teknologiala kadarnya itu bisa dibilang menyebabkan salah satu serangan terbesar dalam sejarah.

“Tidak diragukan lagi bahwa Hamas menunjukkan para pejuang dan aktor non-pemerintah di mana pun tetap memiliki imajinasi dan kecerdikan yang diperlukan untuk mengatasi sistem teknologi tinggi,” tulis Groppi dan Amador dalam analisis berjudul ‘Technology and its Pivotal Role in Hamas’s Successful Attacks on Israel’ yang tayang di Gnet beberapa waktu lalu.

“Oleh karena itu, kita harus berharap dan bahkan menerima bahwa kelompok-kelompok serupa dan aktor-aktor tunggal mungkin terinspirasi oleh serangan-serangan Hamas,” lanjut mereka.

Namun, menurut keduanya hal ini tidak boleh mengubah pemahaman mengenai pentingnya teknologi bagi aktor non-pemerintah. Jika diamati lebih lanjut, jelas bahwa selama dekade terakhir Hamas sangat menekankan pada teknologi baru.

Pencarian Senjata Lebih Canggih

Dari segi persenjataan, tidak ada yang revolusioner dalam serangan Hamas. Kelompok ini sebagian besar mengandalkan senapan mesin yang mudah didapat, seperti AK-47 dan granat tangan.

Namun yang perlu diperhatikan adalah arah yang diikuti kelompok Gaza selama beberapa tahun terakhir yang berupaya mencapai kemajuan teknologi. Secara tradisional, Hamas terkenal dengan roket Qassam yang diproduksi sendiri yang memiliki akurasi rendah dan tingkat friendly fire yang tinggi.

Namun dalam satu dekade terakhir, Iran mulai secara aktif mendukung, melatih, dan membekali Hamas dan para insinyurnya dengan keahlian teknologi. Hasilnya, kelompok tersebut kini mampu memproduksi roket yang dapat mencapai Tel Aviv dan sekitarnya.

Hal ini merupakan kemajuan besar dibandingkan dekade-dekade sebelumnya; pada tahun 2021, persenjataan Hamas mencakup 30.000 rudal, menurut perkiraan IDF.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Hamas mampu meluncurkan lebih dari 2.000 roket yang mampu melawan sistem canggih Iron Dom dan menutupi serangan darat di Israel selatan.

Namun, roket bukanlah satu-satunya sistem udara yang diandalkan Hamas pada Operasi Badai Al Aqsa. Hal baru dari serangan ini tidak terletak pada penggunaan drone oleh Hamas, setelah mendapat pasokan dari Iran.

Kemajuan Hamas dalam serangan tersebut adalah pemanfaatan strategi yang dilakukan oleh kelompok ini terhadap persenjataan semacam itu. Drone yang relatif murah dan buatan sendiri juga menargetkan sensor berteknologi tinggi dan menara komunikasi yang tersebar di seluruh pagar Israel, sehingga mengganggu komunikasi dan mengejutkan IDF.

Meskipun demikian, fakta bahwa Hamas berhasil menargetkan dan melumpuhkan tank canggih Merkava 4 pada tanggal 7 Oktober merupakan indikator kemampuan teknis mereka yang semakin meningkat.

Ketika Israel bersiap melakukan invasi, ancaman Hamas yang mengerahkan drone kecil buatan sendiri dapat secara signifikan menghambat kemajuan militer Israel di Jalur Gaza.

Hamas telah banyak berubah sejak didirikan pada tahun 1987. Lahir dalam konteks Intifada Pertama, kelompok ini kini memiliki hampir 40.000 anggota dan terlibat dalam beragam kegiatan, termasuk pengelolaan rumah sakit, sekolah, dan layanan penting lainnya.

Fakta yang mungkin kurang diketahui adalah bahwa Hamas memiliki departemen siber yang melancarkan perang siber terhadap Israel selama setidaknya satu dekade, yang mencakup penggunaan malware untuk spionase siber dan pengumpulan informasi.

Pada tahun 2013, misalnya, kelompok ini memancing para pekerja pemerintah dan infrastruktur penting Israel melalui materi pornografi. Mulai tahun 2015, Hamas menargetkan personel IDF dengan akun-akun Facebook palsu.

Setelah itu, pada tahun 2018 divisi siber Hamas meretas perangkat tentara IDF yang sedang jogging di area sensitif melalui aplikasi kebugaran. Mereka juga menyusup ke seluruh kelompok tentara IDF yang menonton Piala Dunia Sepak Bola 2018 dari markas mereka melalui aplikasi Piala Emas.

Kemudian, tahun 2020 kemarin, Hamas menggunakan aplikasi kencan seperti Catch&See dan GrixyApp. Serta terakhir, pada tahun 2022, perusahaan-perusahaan Israel mengidentifikasi dua malware tingkat lanjut yang tidak diketahui dan menggunakan sistem tersembunyi agar tidak terdeteksi.

Proses ini bermula saat tentara IDF didekati melalui Facebook, kemudian percakapan akan pindah ke WhatsApp.

Ketika obrolan berkisar pada konten seksual, target dibujuk untuk mengunduh aplikasi perpesanan Android yang tampaknya lebih aman dan rahasia. Terakhir, saat tentara mengunduh file .rar yang berisi video porno, perangkat mereka terinfeksi malware.

Pada akhirnya,Hamas diyakini berhasil meretas beberapa ponsel, kamera, dan file tentara IDF, yang diduga memperoleh rincian pangkalan militer dan kendaraan lapis baja di Israel Selatan.

IDF sebetulnya sudah mengebom markas siber Hamas pada 2019 setelah berhasil mengidentifikasi kemampuan kelompok pejuang tersebut.

Namun, keterampilan kelompok ini tetap kuat, dan perusahaan pertahanan siber Israel menggambarkan kemampuan Hamas dalam mencapai tingkat kecanggihan baru.

Media Sosial

Duo analis ini mengatakan bahwa Hamas menunjukkan pemahaman penuhnya tentang operasi psikologis.

Hamas menyadari mereka tertinggal dari Israel dalam banyak hal, termasuk teknologi dan personel, oleh karena itu mereka harus memperkuat serangan sebanyak mungkin agar ancaman tersebut berdampak pada moral musuh, dan membangkitkan orang-orang yang berpikiran sama di mana pun.

Dalam gambaran ini, penggunaan media sosial oleh Hamas telah menjadi alat strategis yang sangat berharga di tengah serangan mendadak yang dilakukan Hamas.

Selama dan setelah serangan tersebut, pasukan Hamas membanjiri web dengan lusinan video dan gambar mengerikan yang menunjukkan serangan. Semua gambar itu direkam langsung melalui ponsel dan body cam.

Keduanya menilai, serangan 7 Oktober lalu menunjukkan bahwa aktor-aktor yang secara teknologi lebih rendah masih memiliki kemampuan dan ketangkasan yang tinggi dalam menghadapi musuh-musuh negara yang memiliki perlengkapan lebih baik.

“Hama ssekali lagi menegaskan bahwa mereka itu cerdas; mereka belajar, beradaptasi dan, jika memungkinkan, meniru upaya pemerintah untuk mendapatkan sarana yang memberi mereka keunggulan strategis,” kata mereka.

Panjoel Kepo

Jurnalis Media Rakyatnesia.com berpengalaman dari Kota Soto Lamongan, Lihai menulis berbagai macam informasi, mulai dari olahraga, entertainment, Musik dunia viral media sosial dan berbagai macam lainnya.

Related Articles

Back to top button