Keakraban Para Sandera Israel dan Pejuang Hamas Picu Kemarahan Israel
rakyatnesia.com – Israel merasa kesal melihat hubungan yang akrab terjalin antara para sandera Israel dan pejuang Hamas setelah mereka dibebaskan dari Gaza. Dalam video yang menjadi viral di media sosial, terlihat para sandera Israel meninggalkan Gaza dalam kondisi sehat dan baik.
Para sandera dengan ramah melambaikan tangan kepada pejuang Gaza sebagai tanda perpisahan. Bahkan, salah seorang sandera menulis surat terima kasih kepada Hamas karena telah merawat putrinya dengan sangat baik selama masa penyanderaan.
Pembebasan para sandera ini merupakan bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel selama jeda kemanusiaan sementara. Setelah dibebaskan dari Gaza, otoritas Israel membatasi akses media terhadap para sandera.
Otoritas Israel hanya memperbolehkan para sandera yang telah dibebaskan untuk bertemu dengan keluarga dan teman. Meski demikian, sebuah stasiun televisi Israel menayangkan rekaman video keluarga salah satu sandera Israel yang menyatakan bahwa keluarga mereka diperlakukan dengan baik selama masa penyanderaan.
Pernyataan tersebut membuat para analis Israel geram. Analis politik, Yaniv Peleg, mengatakan dalam sebuah artikel untuk surat kabar sayap kanan Israel Hayom bahwa menyiarkan video yang menyanjung Hamas di televisi akan merugikan Israel. Dia menuduh rekaman keakraban Hamas dan para sandera ketika dibebaskan hanya untuk propaganda kemanusiaan.
“Hamas secara profesional memproduksi rekaman, pengambilan gambar menggunakan dua atau tiga kamera, termasuk drone dengan pencahayaan dan pengaturan yang tepat. Setiap detail ditangkap untuk menggambarkan kemanusiaan para pelakunya (kejahatan) Hamas, kepada dunia,” ujar Peleg, dilaporkan Anadolu Agency, Rabu (29/11/2023).
Analis politik Israel lainnya, Maya Lecker pada Ahad (26/11/2023) menulis di surat kabar Haaretz. Dalam tulisannya, dia mengatakan, menjalin keakraban dan memuji Hamas adalah batas yang sangat rendah bagi kemanusiaan.
“Kita harus mengakui bahwa memuji orang-orang bersenjata Hamas karena memberikan tos kepada tawanan mereka di depan kamera, setelah membunuh anggota keluarga mereka, dalam beberapa kasus di depan mata mereka, merupakan batas yang sangat rendah bagi kemanusiaan,” ujarnya.
Banyak influencer pro-Palestina dan pengguna media sosial, kebanyakan dari mereka berasal dari luar Israel dan Palestina, menganggap keakraban para sandera dengan pejuang Hamas sangat menyentuh hati. Hal ini justru merupakan cerminan kemanusiaan dan moralitas yang dilakukan oleh pejuang Hamas.
Koresponden militer untuk Channel 13 Israel, Alon Ben David pada Senin (27/11/2023) mengatakan, dia telah berbicara dengan beberapa tawanan Israel yang dibebaskan dari Gaza. Semua orang mengatakan bahwa para pejuang Hamas telah mengumpulkan anggota setiap kibbutz, sehingga memberi mereka rasa nyaman.
“Mereka tidak menjadi sasaran kekerasan atau penghinaan apa pun, dan anggota Hamas berusaha memberi mereka makanan, obat penghilang rasa sakit, dan obat-obatan rutin sebanyak mungkin. Mereka duduk dan berbicara satu sama lain, tambahnya, melakukan aktivitas seperti biasa, dan menggunakan YouTube. Ini memberi mereka dorongan untuk bertahan,” ujar Ben David.
Kesaksian tersebut sejalan dengan pernyataan publik Yocheved Lifshitz (85 tahun) yang dibebaskan pada akhir Oktober. Lifshitz mengatakan kepada wartawan, pejuang Hamas merawat dirinya dan tawanan lainnya dengan baik. Pejuang Hamas memastikan untuk menyediakan semua kebutuhan sandera, termasuk pengobatan, makanan, dan kebersihan.
“Dia (Lifshitz) mengatakan kebenaran persis seperti yang dikatakan (para tawanan) itu. Saya duduk bersama mereka dan mendengar cerita yang sama dari mereka,” ujar Ben David.
Selama lima hari terakhir, Israel menerima 60 sandera, termasuk perempuan dan anak-anak. Sebagai imbalannya, Israel membebaskan 180 warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, dari penjara Israel.
Israel melancarkan kampanye militer besar-besaran di Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober. Serangan ini telah membunuh lebih dari 15.000 orang, termasuk 6.150 anak-anak dan 4.000 perempuan. Sementara, korban tewas di Israel berdasarkan angka resmi mencapai 1.200 orang.