Israel Akan Tutup Kantor Kementerian Akibat Krisis Keuangan
rakyatnesia.com – Kementerian Keuangan Israel telah merekomendasikan penutupan beberapa kementerian sebagai langkah untuk mengatasi krisis keuangan yang dihadapi negara tersebut akibat konflik di Jalur Gaza.
Salah satu kementerian yang direkomendasikan untuk ditutup adalah Kementerian Urusan Diaspora dan Pemberantasan Anti-Semitisme, yang memiliki peran penting dalam memelihara dan memperkuat hubungan antara Israel dan komunitas Yahudi di seluruh dunia.
Menurut laporan Jerusalem Post, rekomendasi ini bertujuan untuk mengalokasikan dana tambahan untuk membiayai pertempuran yang sedang berlangsung.
Namun, wacana penutupan kementerian tersebut telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan diaspora Yahudi global, karena kementerian tersebut dianggap sebagai penghubung penting antara mereka dan negara Israel.
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich diperkirakan akan membawa amendemen anggaran tersebut kepada pemerintah pekan depan untuk memperoleh persetujuan. Amendemen diprediksi akan mencakup pemotongan pendanaan pada kementerian-kementerian tertentu.
Menurut Jerusalem Post, selain Kementerian Urusan Diaspora dan Pemberantasan Anti-Semitisme, Kementerian Keuangan Israel juga merekomendasikan penutupan Kementerian Urusan Yerusalem, Warisan, Pemukiman dan Misi Nasional, Kementerian Kerja Sama Regional, dan Kementerian Kesetaraan Sosial.
Awal bulan ini, surat kabar ekonomi Israel, Calcalist, melaporkan bahwa agresi Israel ke Jalur Gaza telah menelan biaya 51 miliar dolar AS atau setara Rp 791 triliun.
Sejak dimulainya agresi pada 7 Oktober 2023, Federasi Yahudi Amerika Utara (Jewish Federations of North America) telah menggalang dana sebesar 638 juta dolar AS untuk disumbangkan ke Israel. Tentara Israel juga melakukan penghimpunan dana di Negeri Paman Sam dan berhasil mengumpulkan hampir 10 juta dolar AS.
Sementara itu, DPR AS yang dikuasai Partai Republik telah meloloskan rancangan undang-undang (RUU) untuk memberikan bantuan sebesar 14,5 miliar dolar AS kepada Israel. Bantuan itu bakal didanai oleh pemotongan Internal Revenue Service (IRS).
Paket tersebut mencakup 4 miliar dolar AS untuk mengisi kembali sistem pertahanan rudal dan peralatan militer milik Israel, yakni Iron Dome serta David’s Sling. Senat dan Gedung Putih sudah didesak untuk segera menyetujui RUU tersebut. Namun, mereka masih belum memberi pengesahan.
Sebelumnya, Times of Israel melaporkan, absennya ribuan pekerja dari pekerjaan mereka akibat perang yang sedang berlangsung dengan kelompok pejuang Hamas telah merugikan perekonomian Israel sekitar NIS 2,3 miliar atau 600 juta dolar AS per pekan.
Jumlah tersebut setara dengan sekitar 6 persen dari PDB pekanan, menurut sebuah penelitian yang dirilis oleh Bank Israel pada awal November.
Dalam laporan tersebut, departemen riset bank sentral menganalisis dampak pekanan dari penurunan pasokan tenaga kerja dalam tiga pekan pertama perang, yang terjadi pada tanggal 7 Oktober.
Ketidakhadiran karyawan di tempat kerja disebabkan oleh tiga faktor: Besarnya jumlah pekerja di tempat kerja. mobilisasi tentara cadangan, evakuasi warga di selatan dan utara, serta penutupan sistem pendidikan, sehingga menyulitkan orang tua untuk bekerja dan produktif.
Analisis Bank of Israel difokuskan pada penghitungan biaya ekonomi dari ketidakhadiran pekerja dalam kaitannya dengan biaya tenaga kerja dan bukan dalam kaitannya dengan hilangnya produk.
Bank sentral mengklarifikasi bahwa perhitungan tersebut tidak mencerminkan total kerusakan dan biaya terhadap pasar tenaga kerja dan perekonomian akibat penurunan permintaan dan konsumsi selama periode perang. Jumlah tersebut belum termasuk biaya banyaknya pekerja yang dirumahkan dan tidak adanya pekerja Palestina dan asing.
Perkiraan biaya pekanan Bank Israel didasarkan pada perincian berikut: NIS 1,25 miliar (325 juta dolar AS) adalah biaya yang disebabkan oleh ketidakhadiran pekerja dan penurunan produktivitas karena penutupan total lembaga pendidikan, NIS 590 juta (154 juta dolar AS) adalah biaya yang timbul dari ketidakhadiran 144 ribu penduduk yang dievakuasi dari daerah yang terkena dampak perang, dan sekitar NIS 500 juta (130 juta dolar AS) adalah biaya yang diakibatkan oleh perekrutan ekstensif sekitar 360 ribu tentara cadangan.
Penutupan total sistem pendidikan selama dua pekan pertama perang diperkirakan menyebabkan 310 ribu orang tua kehilangan pekerjaan, ditambah 210 ribu karyawan yang dapat bekerja dari rumah, tapi efisiensinya berkurang karena mereka harus mengurus anak-anak mereka, kata bank sentral dalam laporannya. Bank sentral melaporkan, pembukaan sebagian sistem pendidikan dalam beberapa hari terakhir dapat mengurangi biaya.
Sejauh ini, setidaknya 13 ribu warga di Gaza telah terbunuh akibat agresi Israel yang dimulai sejak 7 Oktober 2023. Korban meninggal termasuk lebih dari 5.500 anak-anak, 3.250 perempuan, dan 690 lansia. Sementara itu, korban luka sudah melampaui 30 ribu orang.