AS Tidak Mendukung Pendudukan Israel: Gaza Adalah Tanah Palestina!
rakyatnesia.com – Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah menegaskan bahwa mereka tidak mendukung pendudukan Israel atas Jalur Gaza dalam jangka panjang.
Washington menyatakan bahwa Jalur Gaza adalah tanah Palestina, dan oleh karena itu, rakyat Palestina memiliki hak untuk menentukan masa depan wilayah tersebut.
Sebagaimana dilaporkan oleh AFP dan Al Arabiya pada Rabu (8/11/2023), pernyataan dari AS ini merupakan respons terhadap pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang menyatakan bahwa Israel akan mengambil “tanggung jawab keseluruhan” atas keamanan Jalur Gaza untuk periode waktu yang tidak terbatas setelah perang melawan Hamas berakhir.
Menurut Al Arabiya dan Al Jazeera, pernyataan Netanyahu mengisyaratkan bahwa pendudukan Israel atas daerah kantong Palestina akan berlanjut.
Namun, AS menegaskan bahwa pandangan mereka adalah rakyat Palestina harus menjadi penentu utama dalam pengambilan keputusan terkait wilayah ini, dan Jalur Gaza adalah bagian dari tanah Palestina yang akan tetap demikian. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel, menyampaikan hal ini kepada wartawan setempat.
“Secara umum, kami tidak mendukung pendudukan kembali Gaza dan begitu pula Israel,” tegasnya.
Israel menarik diri dari Jalur Gaza sejak tahun 2005 lalu. Daerah kantong Palestina itu sebelumnya direbut oleh Israel dalam Perang Enam Hari tahun 1967 silam. Usai mundur dari Gaza, Israel memberlakukan blokade setelah Hamas menguasai Jalur Gaza.
Namun demikian, Patel menyatakan AS menyepakati bahwa ‘tidak ada jalan kembali ke status quo 6 Oktober’, yang merujuk pada hari sebelum serangan mengejutkan Hamas terhadap Israel bagian selatan.
“Penting untuk dicatat bahwa pada saat yang sama kami sepakat dengan Israel bahwa tidak ada jalan kembali ke status quo 6 Oktober,” ucapnya.
“Israel dan kawasan harus aman, dan Gaza seharusnya dan tidak bisa lagi menjadi basis untuk melancarkan serangan teror terhadap rakyat Israel atau siapa pun,” tegas Patel dalam pernyataannya.
“Oleh karena itu, kami bekerja sama dengan para mitra dalam berbagai skenario — mengenai pemerintahan sementara, parameter keamanan, dan situasi keamanan — di Gaza setelah krisis ini mereda,” jelas Patel, seperti dilansir Al Jazeera.
Perang yang berkecamuk antara Israel dan Hamas dimulai 7 Oktober ketika kelompok milisi Palestina itu menyeberang dari perbatasan Jalur Gaza dan menyerbu wilayah Israel bagian selatan. Menurut otoritas Israel, sekitar 1.400 orang yang sebagian besar warga sipil tewas akibat serangan Hamas.
Para pejabat Tel Aviv juga menyebut lebih dari 240 orang, yang tidak hanya terdiri atas warga sipil dan tentara Israel tapi juga warga negara asing, disandera oleh Hamas dan dibawa ke Jalur Gaza. Serangan Hamas itu tercatat sebagai serangan terburuk terhadap Israel sejak negara itu didirikan tahun 1948 silam.
Sebagai respons, Israel melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap Jalur Gaza, yang menjadi rumah bagi sekitar 2,4 juta orang. Israel juga mengerahkan operasi darat yang semakin diperluas ke dalam wilayah Jalur Gaza dengan tujuan menumpas Hamas.
Laporan terbaru otoritas kesehatan Gaza, yang dikuasai Hamas, menyebut lebih dari 10.300 orang, sebagian besar warga sipil dan nyaris separuhnya anak-anak, tewas akibat rentetan serangan Israel.