Raperda Pelestarian Kesenian Tradisional Bojonegoro, Masih Banyak Kekurangannya

Sukisno

Bagikan

BOJONEGORO (RAKYAT INDEPENDEN) – “Bojonegoro itu dikenal secara nasional sebagai gudangnya sastrawan Djawa. Jadi sangat aneh, bila Racangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang “Pelestarian Kesenian Tradisional Bojonegoro” ini, tidak memasukkan seni sastra dan Bahasa Djawa,” ungkap seniman sastra Jawa, Djajus Pete.

Diungkap lebih jauh oleh Djajus Pete warga Purwosari ini, bahwa dirinya, beserta para pengarang sastra Jawa, eksistensinya telah dikenal secara luas. “Lebih dari 50 tahun, saya menekuni dunia tulis sastra Jawa. Jadi sebaiknya dilakukan pembenahan terhadap Raperda ini,” tegasnya.

Djajus Pete memang telah diakui sebagai empunya pengarang (dan penulis) sastra Djawa. Wajar jika melontarkan ungkapan di atas.

Bertempat di sangar seni ‘Budaya Anugerah’ Desa Jono, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro. Pada Rabu (7/11) siang digelar acara diskusi penyelesaian Raperda “Pelestarian Kesenian Tradisional Bojonegoro”.

Raperda ini merupakan usulan Komisi A DPRD Bojonegoro, tahun 2018. Yang pengerjaannya diserahkan kepada Universitas Bojonegoro (Unigoro), guna menyusun pelbagai hal terkait klausul secara rinci. Sebelum nantinya Raperda ini diajukan dalam sidang Paripurna dan di sahkan sebagai Perda secara resmi.

Ketua Komisi A, Anam Warsito yang hadir didampingi Ali Mustofa, membenarkan perlunya dilakukan pembenahan terhadap materi Raperda tersebut. “Bahasa selalu digunakan pada seni tradisional, jadi memang wajib dimasukkan,” ujarnya.

Ada sekitar lima puluh peserta diskusi yang hadir, terdiri dari pelaku kesenian, guru kesenian, pejabat terkait soal kesenian dan kebudayaan, dan lain-lainnya. Selain Anam Warsito dan Ali Mustofa, hadir juga Doni Bayu Setyawan, Rasijan dan Mashuri.

Budayawan Bojonegoro Arieyoko, pun memaparkan lima jenis seni murni yang dikenal di seluruh dunia. Terdiri seni Lukis, seni Musik, seni Sastra, seni Tari dan seni Pertunjukan. Sementara dalam Raperda hanya mencangkup tiga jenis seni, yakni seni Musik, seni Lukis dan seni Pertunjukan.

“Sebaiknya Raperda ini, memasukkan ke lima jenis seni murni dunia itu. Jangan hanya tiga jenis saja. Karena Raperda memiliki fungsi sangat luas yang mengakomodir seluruh kegiatan kesenian di Bojonegoro,” tutur Arieyoko.

Pengarang sastra Djawa dari Kecamatan Padangan, JFX Hoery, juga menegaskan. Sudah terbit Peraturan Gubernur (Pergub) Jatim, yang mewajibkan penggunaan Bahasa Djawa di sekolahan-sekolahan mulai TK hingga SMA dan SMK.

“Sayang sekali, Pergub itu belum ada pelaksanaannya sampai sekarang. Khususnya di Bojonegoro,” kata Hoery.

Pelbagai masukan juga diungkap dan dilontarkan para peserta diskusi. Ada Zen Samin, ada Ony, ada Sighro, ada Burhanudin Jo, ada Pakdhe Uban, ada Gampang Prawoto, ada Hery Abdi Gusti, ada dalang Trijoko, ada guru kesenian, dan masih banyak lainnya.

Tim Unigoro yang diwakili Moh Taufik menyatakan banyak terima kasih atas seluruh masukan yang diberikan. Pihaknya, selaku akademisi yang menyiapkan Raperda ini, berjanji melakukan pembenahan-pembenahan.

“Masih ada satu kali lagi diskusi yang serupa, nanti kita godog ulang bersama tim Unigoro agar menjadi Raperda yang lebih baik. Yang mengakomodir seluruh kebutuhan kesenian dan kebudayaan di Bojonegoro,” kata Taufik.

Sementara Wakil Rektor Unigoro, Tri Astuti Handayani, menyatakan gembira dengan sambutan masyarakat seni yang meluap dalam diskusi kali ini. “Samakin memacu kami tim penyusun Raperda dari Unigoro, untuk bekerja lebih baik,” ujarnya.

(yok/red)

Bagikan

Also Read

Tinggalkan komentar