Para pendeta di Manado melakukan ritual khusus sebelum naik mimbar yakni minum Cap Tikus.
Hal tersebut dikatakan oleh mantan pendeta Yahya Waloni kepada para santri tentang Akidah beberapa waktu lalu.
“Kristen tidak punya nilai apa-apa. Di mana ada manusia kristen, di situ ada kemaksiatan terjadi. Mari kita buktikan, contoh ketika saya masih hidup sebagai pendeta. Di sana, di kampung halaman saya, pendeta-pendeta tidak berani naik mimbar kalau tidak minum Cap Tikus. Harus tahu Cap Tikus agar wawasan kita tentang budaya Indonesia ini kuat, supaya kita memahami minuman-minuman keras yang ada di negara kita,” kata laki-laki lulusan S1 Teologi ini.
Belanda meninggalkan Kristen di Indonesia, katanya, supaya umat manusia di Indonesia ini hancur. Cap Tikus itu adalah enau, kemudian dimasak, uapnya disaring, jadilah Cap Tikus.
“Makanya orang Manado kalau minum itu langsung mabuk. Pendeta terbiasa dengan hal ini. Di dalam dogmatika gereja dikatakan bahwa Yesus yang datang ke dunia itu adalah Tuhan tapi ada syarat, begitu ke dunia sebagai Tuhan dia harus mati. Dia mati di tangan orang berdosa,” ucap pria kelahiran Manado, 30 November 1970 itu.
Lebih lanjut ia menjelaskan tentang Yesus ketika datang dianggap Paulus itu sebagai Tuhan. Karena ada tiga hal yang membuat Paulus termotivasi untuk menjadikan Yesus Tuhan. Yang pertama, Paulus menganggap kehadiran Yesus tanpa ayah merupakan peristiwa spektakuler, yang sangat ajaib yang sangat tidak mungkin dilakukan. Paulus berasumsi bahwa barangkali inilah Tuhan karena sudah tidak ada nabi lagi yang akan muncul. Paulus lupa bahwa akan ada nabi nanti yang muncul setelah kemunculan Isa yang kita yakini bersama yaitu Nabi Muhammad Saw.
“Oleh karena itu, Yesus datang ke dunia ada syarat menurut Paulus bahwa kita ini semua sudah terkungkung dalam dosa dan dosa itu tidak lepas kalau Tuhan tidak mati dulu. Nah ini konsep orang sinting. Makanya surat-surat Paulus itu satu dengan yang lain saling bertentangan dan tidak ada yang rasional yang mampu dipertanggungjawabkan sebagai landasan iman,” kata Yahya.
Artinya dari sisi teori logika, lanjutnya, Paulus sudah keliru menafsirkan tentang ketuhanan Isa. Jika dasar kekuatan dasar teologi Paulus hanya berdasarkan peristiwa kehadiran Isa secara ajaib atau spektakular. Padahal masih ada peristiwa yang lebih ajaib yakni Nabi Adam As., yang tanpa ayah dan ibu.
“Saya ketika masuk memeluk agama Islam, para pendeta di Manado dan Indonesia ini menganggap saya ini gila. Saya tidak gila dan saya bisa buktikan saya tidak gila. Saya tidak pernah membuat pelanggaran apapun selama di gereja. Gereja sangat mudah memurtadkan orang Islam. Hanya bermodal indomie satu dus dan beras satu liter lalu mengunjungi desa-desa. Hati-hati upaya pemurtadan sering terjadi,” kata Yahya yang masuk Islam pada 11 Oktober 2006 beserta istri dan anaknya. [Paramuda/ BersamaDakwah]