Pagelaran Tayub Bojonegoro, di Acara Sedekah Bumi Suronanggan dan Karangturi, Trojalu

Sukisno

Bagikan

BOJONEGORO (Rakyat Independen)- Pagelaran Tayub di acara Sedekah Bumi yang ada di Dusun Suronanggan dan Karangturi, Desa Trojalu, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Minggu (16/10/2016) terkesan gayeng, tapi tetap semarak. Kegiatan tersebut membawa masyarakat setempat dan tamu yang hadir menjadi guyub dan rukun.

Kesenian Tayub asli Bojonegoro itu, masih terpelihara dengan baik di 2 (dua) dusun tersebut, sehingga sejak dulu hingga kini, sedekah bumi dengan nanggap Tayub, belum mampu digeser dengan kesenian apapun. Di saat dusun atau desa yang lain sudah tak ada lagi melaksanakan kegiatan sedekah bumi alias manganan, akan tetapi sedekah bumi di dusun Suronanggan dan Karangturi hingga kini masih dipertahankan, dengan memakai kesenian Tayub dan masih memegang teguh adat-istiadat nenek moyang mereka, berupa acara manganan atau yang biasa juga disebut nyadran itu

Seperti halnya dengan kegiatan sedekah bumi yang berlangsung Minggu (16/10/2016) itu, juga dimeriahkan dengan seni tayub yang diiringi Kerawitan Mardi Budoyo dari Kanor, Bojonegoro, Pimpinan Kasdam, dengan menampilkan 3 (tiga) waranggana yakni, Nyi Mirawati dari Bancer, Tuban, Nyi Winanrning juga dari Bancer, Tuban dan Ely Khasanah dari Purwosari, Bojonegoro.

Bertindak sebagai Pramugari atau pengatur laku tayub ada 3 (tiga) orang yakni, Ki Darminto dari Sobontoro, Balen, Bojonegoro, Ki Taryoko alias Petruk dan Puguh Hariadi dari Dusun Karangturi, Desa Trojalu, Kecamatan Baureno, Bojonegoro. Dimana, Taryoko dan Puguh Hariadi adalah Pramugari yang berasal dari warga desa setempat.

Pagelaran seni tayub dalam rangka memeriahkan acara sedekah bumi itu, dilaksanakan sejak siang hingga malam hari. Siang hingga sore, kegiatan beksan tayub (istilah Joget, Seni Tayub), dilaksanakan di halaman “Punden Suronanggan” dan malam harinya kegiatan tayub ditempatkan di halaman rumah Kepala dusun Karangturi Arifin (46).

Ketua Panitia Sedekah Bumi Dusun Suronanggan dan Karangturi Ariyanto (59) kepada rakyatnesia.com mengatakan, Sedekah bumi nanggap tayub sudah menjadi tradisi sejak nenek moyang mereka dan terpelihara dengan baik hingga kini.

“Sedekah bumi dengan menampilkan Pagelaran tayub, sudah dilakukan sejak dulu kala. Kegiatan serupa dilaksanakan setiap tahun usai panen sehingga kegiatan ini merupakan wujud syukur warga atas hasil bumi berupa panen yang melimpah itu,” kata pria yang akrab disapa Mas Yanto itu.

Masih menurut Mas Yanto, kegiatan sedekah bumi di awali pagi hari dengan menggelar tumpengan atau selamatan di halaman punden yang menurut cerita nenek moyangnya adalah ‘cikal bakal’ berdirinya 2 (dua) dusun yakni Suronanggan dan Karangturi. Sehingga, masyarakat setiap usai panen di hari Minggu Wage, mengadakan nyadran ini dan kegiatan ini menjadi kalender tahunan karena dilaksanakan setiap setahun sekali.

Dari pantauan rakyatnesia.com menyebutkan, Pagelaran tayub nampak dibanjiri warga setempat, sebab rata-rata warganya memang menjadi pecinta seni tayub. Selain itu, juga tampak warga dari desa sekitarnya seperti dari Desa Kadungrejo, Bumiayu, Lebaksari dan sekitarnya. Mereka datang sebagai tamu sekaligus mengikuti beksan tayub guna memeriahkan acara nyadranan itu. **(Kis/Red).

Bagikan

Also Read

Tinggalkan komentar