Pengertian Puasa dalam Kitab-Kitab Fikih Terkemuka Huruf Arab Dan Latin

Nurul Syahadatin

Pengertian Puasa dalam Kitab-Kitab Fikih Terkemuka Huruf Arab Dan Latin
Bagikan

pengertian puasa
ilustrasi puasa (biohackingwellness.com)


Secara bahasa, pengertian puasa adalah menahan. Sebab dalam bahasa Arab, puasa disebut ash Shiyam (الصيام) yang berarti al imsaaku anisy syai’i (الإمساك عن الشيئ) yakni menahan dari sesuatu.

Secara lengkap, berikut ini pengertian puasa secara bahasa (etimologi) dan secara istilah (terminologi) dalam kitab-kitab fikih terkemuka.

Pengertian Puasa dalam Fiqih Sunnah

Fiqih Sunnah merupakan kitab fiqih karya Sayyid Sabiq yang dipenuhi dengan hadits-hadits sehingga tak satupun bab kecuali beliau menyertakan dalilnya dari Al Quran maupun hadits.

Dalam Fiqih Sunnah disebutkan bahwa secara bahasa, puasa berarti menahan diri. Definisi puasa berarti menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari dengan disertai niat.

Pengertian Puasa dalam Fiqih Shiyam

Fiqih Shiyam merupakan buku fiqih karya Syaikh Dr Yusuf Qardhawi yang khusus membahas puasa. Dalam buku ini disebutkan pengertian puasa secara bahasa (etimologi) dan secara istilah (terminologi).

Puasa dalam Al Quran dan Sunnah berarti meninggalkan dan menahan diri. Dengan kata lain menahan dan mencegah diri dari memenuhi hal-hal yang boleh meliputi keinginan perut dan keinginan kelamin dengan mendekatkan diri kepada Allah.

Pengertian puasa secara syar’i berarti menahan dan mencegah diri secara sadar dari makan, minum, berhubungan dan hal-hal sejenisnya selama sehari penuh yakni sejak fajar hingga terbenamnya matahari dengan niat memenuhi perintah dan taqarrub kepada Allah.

Baca juga: Niat Puasa

Pengertian Puasa dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu

Fiqih Islam wa Adillatuhu adalah kitab fiqih yang ditulis oleh Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili. Buku Fiqih ini tergolong sangat lengkap sehingga mencapai 10 jilid. Di dalamnya dikemukakan pembahasan fiqih dari berbagai mazhab dengan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan ijtihad.

Menurut Fiqih Islam wa Adillatuhu, arti shaum (puasa) dalam bahasa Arab adalah menahan diri dari sesuatu. Shaama ‘anil kalaam artinya menahan diri dari berbicara. Sebagaimana firman Allah:

إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا

“Sesungguhnya saya telah bernazar berpuasa untuk Tuhanku Yang Maha Pengasih” (QS. Maryam: 26)

Orang-orang Arab mengatakan shaama an-nahaaru (siang sedang berpuasa) apabila gerak bayang-bayang benda yang terkena sinar matahari berhenti pada waktu tengah hari.

Sedangkan arti puasa secara istilah syariat adalah menahan diri pada siang hari dari hal-hal yang membatalkan puasa disertai niat, sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Artinya, puasa adalah penahanan diri dari syahwat perut dan kemaluan serta dari segala benda konkret yang memasuki rongga tubuh (seperti obat dan lainnya) dalam rentang waktu tertentu oleh orang tertentu yang memenuhi syarat, disertai niat.

Pengertian Puasa dalam Fikih Empat Madzhab

Sesuai namanya, Fikih Empat Madzhab (Al Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah) adalah buku fikih yang memaparkan pendapat empat madzhab ahlus sunnah wal jamaah yaitu Hanafi, Syafi’i, Maliki dan Hambali. Buku ini ditulis oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi.

Dalam Fikih Empat Madzhab disebutkan, puasa secara etimologi berarti menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu. Apabila seseorang sedang menahan diri untuk tidak berbicara, lalu ia tidak bicara sama sekali, maka artinya ia sedang berpuasa. Apabila seseorang sedang menahan diri untuk tidak makan, lalu ia tidak makan sama sekali, maka artinya ia sedang berpuasa. Puasa bicara misalnya seperti yang dilakukan Maryam dan diabadikan dalam Surat Maryam ayat 26.

Adapun dalam terminologi para ulama fikih, puasa berarti menahan diri dari segala hal yang membatalkan dalam satu hari, yakni sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari dengan memenuhi segala syarat-syaratnya.

Definisi ini disepakati oleh madzhab Hanafi dan Hambali, sementara untuk madzhab Maliki dan Syafi’i, mereka menambahkan di bagian akhir kalimat “dengan disertai niat.”

Alasan tidak disertakannya niat dalam definisi puasa menurut madzhab Hanafi dan Hambali, karena menurut mereka niat bukan rukun, hanya syarat yang harus dipenuhi. Meski demikian, dalam setiap madzhab sepakat bahwa jika seseorang tidak berniat puasa maka puasanya tidak sah.

Pengertian puasa dalam Fiqih Al Manhaji ‘ala Mazhab Imam Syafi’i

Fiqih Al Manhaji merupakan kitab fiqih yang disusun oleh Dr Musthofa Al Bugho dan ulama lainnya berdasarkan mazhab Imam Syafi’i.

Dijelaskan dalam Fiqih Al Manhaji, puasa dalam bahasa Arab disebut ash Shiyam (الصيام) yang secara bahasa berarti al imsaaku anisy syai’i (الإمساك عن الشيئ) yakni menahan dari sesuatu baik perkataan ataupun makanan.

Dalam Al Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Maryam.

إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا

“Sesungguhnya saya telah bernazar berpuasa untuk Tuhanku Yang Maha Pengasih” (QS. Maryam: 26)

Maksudnya Maryam bernazar tidak akan berbicara dengan siapapun.

Dalam terminologi syariat, puasa adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkannya sejak terbit fajar hingga terbenam matahari disertai niat. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Bagikan

Also Read

Tags