Survei: Protokol Keamanan Perangkat dan Data Tidak Diterapkan Pengguna di Indonesia? Rakyatnesia

Dedi Suparman

Bagikan

Jakarta, Rakyatnesia – Hasil survei McAfee menyebut jika hampir separuh pengguna perangkat mobile di Indonesia tidak terlalu memperhatikan keamanan data. Bahkan banyak diantara mereka masih tidak menerapkan protokol keamanan perangkat ataupun data.

Temuan itu sesuai pada laporan terbaru 2021 Consumer Security Mindset: Mobile Edition dari McAfee yang dirilis menjelang ajang Mobile World Congress 2021.

Yang dimana terungkap bahwa lebih dari sepertiga pengguna perangkat mobile di Indonesia tidak menerapkan protokol keamanan apapun di perangkat mereka, misalnya menggunakan perangkat lunak keamanan atau perlindungan data, sehingga mereka memiliki risiko tinggi terlebih dengan munculnya ancaman keamanan baru seperti aplikasi palsu, Trojan, dan pesan singkat yang bertujuan untuk menipu.

Baca juga: Pembahasan RUU PDP Mandek!

“Pandemi mengubah cara masyarakat hidup, dan hacker menyesuaikan diri mereka menggunakan berbagai metode baru untuk mendapatkan mangsa. Kini semakin banyak orang yang online dalam melakukan kegiatan sehari-hari, sehingga kami ingin melakukan segala cara agar para pengguna perangkat mobile bisa mempunyai pola pikir yang terbentuk agar mampu melindungi hal yang penting bagi diri mereka, teman dan keluarga, yakni data pribadi mereka,” kata Judith Bitterli, Senior Vice President, Consumer Business Group at McAfee.

McAfee dalam hal ini juga menemukan fakta bahwa lebih dari setengah (57%) pengguna perangkat mobile di Indonesia mengatakan bahwa mereka tidak tahu-menahu mengenai keamanan perangkat mobile dan juga tidak merasa bahwa perangkat mobile mereka aman, di samping itu, hanya 38% responden yang mengerti informasi apa saja yang disimpan di perangkat mobile mereka.

Padahal ancaman siber di era Covid-19 sangat massif, dalam informasinya yang didapatkan dari temuan McAfee Covid-19 Dashboard, lebih dari 90% malware yang terkait pandemi berbentuk Trojan.

Akhir-akhir ini, khususnya di India, mulai marak kasus penipuan lewat pesan SMS dan WhatsApp yang meminta korbannya mengunduh aplikasi pendaftaran vaksinasi palsu, dan setelah diunduh, malware ini menyebarkan diri ke seluruh data kontak lewat SMS atau Whatsapp.

Baca juga:  Meski Mandek, Kominfo Tetap Berkomitmen Menyelesaikan Segera RUU PDP

Kemudian tersebar juga malware berupa aplikasi layanan tagihan palsu, dimana malware baru yang bernama Etinu itu banyak dijumpai di wilayah Asia dan Timur Tengah, Etinu menyebar via Google Play, sempat mencapai 700 ribu unduhan hingga akhirnya terdeteksi dan dihapus.

Apabila korban mengunduh aplikasi yang membawa malware ini, maka ia bisa secara otomatis mencuri pesan SMS atau Notifikasi, kemudian melakukan pembelian dan mendaftar ke layanan berbayar atau berlangganan yang akan ditagihkan ke rekening pengguna.

Dan yang tidak kalah mengerikanya lagi, adanya peningkatan aktivitas Trojan yang mengincar data perbankan sebesar 141% rakyatnesia Q3 dan Q4 2020. Banyak Trojan ini didistribusikan via mekanisme SMS phishing untuk menghindari deteksi oleh Google. McAfee menemukan trojan bernama BRATA (Brazilian Remote Access Tool Android), yang berkali-kali berhasil masuk ke Google Play Store, dan menipu para pengguna untuk mengunduhnya.

Baca juga: Pemerintah Sebaiknya Fokus Kembangkan SDM Pusat Data Nasional

Laporan McAfee mengungkap bahwa para pelaku kejahatan siber, didorong penggunaan perangkat mobile yang meningkat dalam masa pandemi, kini memanfaatkan informasi seputar vaksinasi COVID-19 dan kekhawatiran masyarakat, dengan menggunakan aplikasi palsu, pesan teks atau SMS, dan tautan serta undangan palsu di sosial media.

“Ancaman mobile semakin berbahaya dan metodenya juga semakin canggih. Kami berkomitmen untuk terus membantu pengguna perangkat mobile mengamankan perangkat dan yang terpenting, data pribadi mereka,” tandas Judith.

sumber artikel : Selular. id

Bagikan

Also Read