Cantik Dan Alami Pantai WGS Di Dusun Cumpleng, Kec Brondong, Kab Lamongan

Wisata Lamongan – Cantik Dan Alami Pantai WGS Di Dusun Cumpleng, Kec Brondong, Kab Lamongan, Lamongan Utara, terkenal dengan berbagai macam wisatanya yang berhubungan dengan indahnya pantai, laut serta tumbuhan bakau, pesisir laut Lamongan sendiri cukup panjang, dan mungkin juga masih banyak potensi wisata yang bisa digali.

Salah satu nya adalah Pantai WGS di Dusun Cumpleng, Kec Brondong, Kba Lamongan. Berikut ulasannya yang ditulis oleh : Falahi Mubarok (mongabay.com).

Langit terlihat cerah pada pagi beranjak siang itu, ketika Sayyidin Panotogomo Kholitafullah dan dua orang temannya bersemangat menyusuri pantai di kawasan Dusun Cumpleng, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Santri Pondok Pesantren Zainul Ibad, Sumenep, Madura, ini memanfaatkan waktu libur panjang karena pandemi COVID-19 dengan mengenal lingkungan pantai yang tidak jauh dari kediamannya.

Alasannya, selain supaya lebih akrab dengan lingkungan pantai di dekat rumah itu juga supaya lebih aman. Selain itu karena pantai ini belum banyak dijamah oleh pengunjung sehingga tidak khawatir tertular virus Corona.

Baca juga : Target Ekspor, Nelayan Lamongan Kembangkan Budidaya Rajungan

Untuk itu, bagi Alif panggilan akrabnya, saat libur panjang seperti sekarang inilah momentum yang tepat untuk memahami lingkungan sekitarnya “Jadi tidak perlu jauh-jauh pergi ke tempat wisata yang sudah terkenal. Apalagi saat ini banyak tempat wisata yang di tutup,” ujar laki-laki berusia 17 tahun ini kepada Mongabay Indonesia pada, Minggu (14/06/2020).

Mereka kemudian menyusuri salah satu pantai yang berada di pesisir Lamongan utara itu. Selama sekitar satu jam berjalan kaki, mereka melihat keasrian dan keindahan kawasan pesisir pantai.

Suasana Masih Alami

Deretan pohon-pohon bakau yang rimbun membentang di bibir pantai memberi kesan tersendiri. Puluhan burung kuntul dengan bulu putihnya hinggap di atas pohon bakau, baik itu jenis Rhizophora mucronata maupun Rhizopora apiculata. Sekilas dua pohon ini hampir sama. Namun, jika diperhatikan lebih lanjut dua pohon ini memiliki beberapa perbedaan.

Disaat mereka berjalan tepat di bawah pohon bakau yang dihinggapi burung dengan nama latin ardeidae ini, beberapa dari mereka kemudian ada yang terbang berseliweran, sehingga menambah suasana menjadi terlihat asri di antara segarnya udara pesisir di siang hari.

Selain itu, burung cekakak jawa (Halcyon cyanoventris) juga terlihat bertengger di atas ranting pohon menambah daya tarik tersendiri “Wah, benar-benar tidak menyangka. Ternyata masih banyak burung juga disini,” kata Alif.

Mereka tidak lupa mengabadikan suasana itu dengan latar belakang deretan pohon bakau. Aktivitas nelayan mencari ikan di laut juga memberikan daya tarik tersendiri. Sehingga, menambah indah foto-foto yang mereka unggah di media sosial seperti Instagram dan Facebook.

Alif merasa terkesan karena baru pertama kali menyusuri salah satu pantai dari banyaknya pantai di pesisir Lamongan. Pantainya masih terasa alami karena belum dikunjungi banyak orang. Berbeda halnya dengan pantai-pantai lain yang pernah dikunjungi, pantai yang didatangi ini lebih dominan ditumbuhi rimbunan pohon bakau.

Melihat potensi itu, dia berharap susur pantai bisa menjadi salah satu atraksi wisata di kawasan tersebut. “Biar tidak Pantai Kutang saja yang dikenal,” katanya merujuk pada salah satu objek wisata populer yang juga berada di pesisir kabupaten berjuluk tahu campur itu. Kabupaten Lamongan memiliki pantai sepanjang 47 km sekaligus menjadikanya sebagai salah satu pusat perikanan laut di Indonesia.

Potensi Ekowisata Di Lamongan

Pantai itu dikenal oleh warga sekitar dengan sebutan pantai Wak Goes Sop, atau biasa disingkat menjadi WGS. Suyami, pengunjung lain menjelaskan, pemberian nama tersebut berasal dari nama salah satu pemilik tambak ikan, kebetulan tambaknya dijadikan akses menuju pantai ini.

Belum ada papan informasi ataupun loket khusus jika mau berkunjung. Sebagai kegiatan wisata baru, susur pantai WGS memang belum terlalu populer. Tetapi sebelum pandemi COVID-19, kata Suyami, pantai WGS seringkali dikunjungi muda-mudi. Meskipun jumlahnya tidak banyak, tapi setiap hari Sabtu-Minggu pasti ada yang datang berkunjung.

Baca juga : Satpol PP Amankan 8 Purel Di Dua Kafe Di Kembangbahu Lamongan

Suyami merupakan warga lokal yang sedang rekreasi bersama keluarganya. Dia beralasan, pantai WGS menjadi pilihan bertamasya karena tempat ini relatif tenang dan teduh.

“Kalau lihat pohon bakau yang hijau-hijau begini makan jadi tambah berselera,” ujarnya sembari membuat api untuk mengasapkan ikan. Selain itu, alasan lain supaya bisa lebih akrab dengan alam sekitar rumahnya.

Hanya, perempuan dua anak ini menyayangkan. Kealamian pantai WGS dengan kerapatan pohon bakaunya ini pada beberapa area masih terlihat kotor. Hal tersebut karena disebabkan oleh sampah kiriman, salah satunya berasal dari sungai sodetan Bengawan Solo. Beberapa warga lokal yang masih membuang sampah sembarangan juga turut mempengaruhi rusaknya pemandangan di pantai WGS.

Dia berharap pemerintah desa setempat bisa berinisiatif untuk mengembangkan pantai WGS menjadi tempat ekowisata yang mengedepankan aspek lingkungan dengan kebersihan dan kondisi alami yang terjaga. Yang lebih penting pula, lanjut perempuan yang berprofesi sebagai guru ini, masyarakat sekitar turut dilibatkan dalam pembangunannya.

Untuk melengkapi perjalanan ini pengunjung bisa juga mampir ke tambak-tambak ikan milik warga lokal. Tambak-tambak ini digunakan untuk budidaya ikan kerapu (Epinephelus coioides).

Peneliti dari Griffith University Brisbane Australia Ralf Buckley dalam bukunya Case Studies in Ecotourism (2003), menyatakan bahwa ekowisata merupakan bentuk perjalanan menuju kawasan yang masih alami yang bertujuan untuk memahami budaya dan sejarah alami dari lingkugannya, menjaga integritas ekosistem, sambil menciptakan kesempatan ekonomi untuk membuat sumber daya konservasi dan alam tersebut menguntungkan bagi masyarakat lokal.

Perlu adanya keuntungan yang didapatkan dari masyarakat lokal, sehingga ekowisata harus dapat menjadi alat yang potensial untuk memperbaiki perilaku sosial masyarakat untuk tujuan konservasi lingkungan.

Exit mobile version